Apapun yang diberikan Allah kepada manusia pasti baik, namun tidak semua yang diinginkan manusia mengandung kebaikan

Selasa, 06 November 2018

SHALAT


SHALAT

A. PENGERTIAN SHALAT

Secara etimologis, shalat berarti doa atau doa meminta kebaikan, yaitu permohonan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian hidup di dunia dan akherat kepada Allah, seperti yang diisyaratkan dalam QS al-Taubah: 103
‘Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.’
Kata ash-shalah, dalam ayat di atas bermakna doa, atau permohonan.
Permohonan dalam shalat tidaklah sama dengan permohonan di luar shalat sebab di dalam shalat telah diatur dengan tata cara yang baku yang tidak boleh dikurangi ataupun ditambah.
Secara terminologis, shalat ialah ibadah yang terdiri dari rangkaian perkataan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam beserta mengerjakan syarat dan rukunnya dengan niat untuk mendapatkan keredaan Allah.
B. SYARAT SAH SHALAT
1. Mengetahui masuknya waktu shalat (berdasarkan persangkaan yang kuat), berdasarkan firman Allah dalam:
    a. QS al-Nisa: 103
 

‘Sesungguhnya shalat itu suatu kewajiban bagi orang-orang beriman yang telah ditentukan waktunya.’
b. QS. Hud: 114

‘Dirikanlah shalat pada dua penghujung siang dan pada sebagian dari waktu malam. Sesungguhnya kebaikan itu menghapus kejahatan, demikian itu merupakan peringatan bagi orang-orang yang mau ingat.’
Keterangan:
Menurut al-Hasan, shalat pada dua penghujung siang itu adalah shalat subuh dan ashar, sedangkan shalat pada sebagian dari waktu malam, ialah dua shalat yang berdekatan, yaitu shalat magrib dan isya. 
c. QS al-Isra: 78

‘Dirikanlah shalat pada waktu tergelincir matahari sampai mulai gelap malam, begitupun shalat fajar, karena sesungguhnya shalat fajar itu ada yang menyaksikannya.’
Maksud dari ‘shalat pada waktu tergelincir matahari’: shalat zuhur. Sedangkan yang dimaksud ‘sampai mulai gelap malam’: shalat asar, magrib dan isya.
2. Suci dari hadas kecil (dengan wudu) dan hadas besar (dengan mandi junub) berdasarkan firman Allah dalam QS al-Maidah: 6
‘Hai orang-orang beriman jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu lalu basuh kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika kamu dalam keadaan junub, maka hendaklah kamu bersuci.’
Juga hadis Nabi saw:  
(رواه الجماعة) صلاة بغير طهور     الله  لا يقبل
      ‘Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci’ (HR Jamaah ahli hadis)
3. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis yang kelihatan, bila itu mungkin, sesuai firman Allah dalam QS al-Mudatssir: 4

          ‘Dan pakaianmu hendaklah engkau bersihkan.’
4. Menutup aurat, sesuai firman Allah dalam QS al-A’raf: 31
     Hai manusia pakailah perhiasan (pakaian)mu setiap kamu ke masjid.’
5. Menghadap kiblat, sesuai firman Allah dalam QS al-Baqarah: 144
 

فول وجهك شطر المسجد الحرام وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره
‘Maka hadapkanlah wajahmu ke arah masjidil haram dan di manapun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya.’
C. RUKUN SHALAT
1. Niat mendirikan shalat karena Allah sesuai hadis segala perbuatan dibalas sesuai niatnya ( انما الأعمال بالنيات )
2. Berdiri jika mampu, sesuai QS al-Baqarah: 238  فانتين وقموا لله  (berdirilah untuk Allah dalam (shalatmu) dengan khusyu)
3. Takbiratul ihram
4. Membaca surat al-Fatihah, sesuai hadis لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (tidak sah salat bagi orang yang salat tanpa membaca surat al-Fatihah)
5. Ruku’ secara thuma’ninah
6. I’tidal (bangkit dari ruku’) secara tuma’ninah
7. Sujud secara tuma’ninah
8. Duduk antara dua sujud secara tuma’ninah
9. Duduk Tahiyatul akhir
10. Membaca doa tasyahhud akhir
11. Membaca salawat Nabi
12. Memberi salam ke sebelah kanan
13. Tertib
Keterangan:
Perbedaan antara syarat sah shalat dengan rukun shalat:
* Syarat sah shalat bukan bagian dari perbuatan shalat, sehingga boleh dilakukan sebelum shalat sedangkan rukun shalat adalah bagian dari perbuatan shalat itu sendiri. Karena itu tidak boleh dilakukan sebelum perbuatan shalat, meskipun dengan tenggang waktu yang relatif singkat.
* Karena itu menurut sebagian ulama, niat shalat harus dikerjakan bersamaan dengan membaca takbiratul ihram sebab niat merupakan bagian dari rukun shalat.
D. AKIBAT HUKUM MENINGGALKAN SHALAT
1. Meninggalkan shalat dengan menolak dan menentang wajibnya shalat menyebabkan kafir dan keluar dari agama Islam (kafir i’tikad) berdasarkan ijma kaum muslimin.
2. Meninggalkan shalat karena lalai, alpa tanpa uzur syar’i namun masih mengakui wajibnya shalat menyebabkan kufur ni’mat atau fasik dan tidak kafir.
      Berdasarkan hadis Nabi saw:

     a.                العهد الذى بيننا و بينهم الصلاة  فمن تركها فقد كفر                                            
‘Janji yang terikat erat antara kita dengan mereka (non muslim) adalah shalat. Maka barangsiapa yang meninggalkan shalat, berarti dia telah kafir.’ (HR Ahmad)
b. بين الرجل  و بين الكفرترك الصلاة                                                                                 
   ‘Batas antara seseorang dengan kekafiran adalah shalat.’
E. BEBERAPA PERILAKU SALAH DALAM SHALAT
    1. HAL-HAL YANG DILARANG SEBELUM SHALAT
a. Menahan lapar
    Untuk tercapainya target shalat (khusyuk), selain dilarang makan dan minum juga dilarang menahan lapar, sesuai hadis Nabi saw
لا صلاة بحضرة الطعام ولا وهو يدافعه الآخبثان
‘Tidak ada salat bagi orang yang telah dihidangkan makanan dan tidak ada shalat pula bagi orang yang kebelet ke WC (buang air seni/air besar).’ (HR Muslim)
b. Menahan Buang air
         Selain berdasarkan hadis di atas, juga didasarkan pada hadis Nabi saw
اذا اقيمت الصلاة ووجد أحد كم الخلاء فليبدأ به قبل صلا ته  
‘Jika shalat telah qamat, padahal di antaramu ada yang menahan buar air, maka buang airlah dahulu sebelum kamu shalat.’ (HR Bukhari dan Muslim)
c. Menahan kantuk
         Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw
 اذا نعس أحد كم فلير قد حتى يذهب عنه النوم فا نه اذا صلى و هو ناعس لعله يذهب يستغفرفيسب نفسه
 ‘Jika seseorang mengantuk, hendaklah ia tidur hingga hilang rasa kantuknya. Sebab jika ia meneruskan shalatnya, yang seharusnya memohon ampun kepada Allah, tetapi ia justru memaki-maki dirinya sendiri.’
    2. HAL-HAL YANG DILARANG DALAM SHALAT
a. Berkata-kata/berbicara
         Didasarkan pada hadis Nabi saw
كنا نتكلم فى الصلاة يكلم الرجل منا صاحبه وهو الى جنبه فى الصلاة حتى نزلت: و قموا الله قانتين فأ مرنا بالسكوت و نهينا عن الكلام
‘Dalam suatu (kesempatan) shalat kami berbicara. Masing-masing berbicara dengan teman di sampingnya, sehingga turun ayat: wa qumu lillahi qa-nitin (dan lakukanlah shalat dengan khusyu karena Allah), maka kamipun diperintahkan diam dan dilarang berkata-kata/berbicara (oleh Nabi saw).’
b. Banyak gerak tanpa ada keperluan penting/mendesak
c. Meludah
d. Menguap karena menguap itu godaan setan. Jika menguap hendaklah ditutup mulutnya dengan tangan
e. Memejamkan mata
f. Mencuri dalam shalat (tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya)
g. Bersikap seperti unta ketika hendak sujud/bangkit dari sujud (mendahulukan tangan dari lutut ketika hendak sujud dan mendahulukan pantat dari badan ketika bangkit dari sujud)
h. Bersikap tergesa-gesa
i. Mendahului imam
j. Memain-mainkan baju/garuk badan tanpa keperluan.
F. HIKMAH SHALAT
1. Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat, sehingga menjadi pembeda antara orang beriman dengan yang tak beriman sesuai hadis Nabi saw: “Yang membedakan antara seseorang yang beriman dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
     Juga hadis Nabi saw: as-shalatu ‘imadud din fa man aqamaha faqad aqamad din wa man hadamaha faqad hadamad din (shalat itu tiang agama. Barangsiapa mendirikan shalat, maka sungguh dia telah menegakkan agama dan barangsiapa yang melalaikan shalat, maka sungguh dia telah meruntuhkan agamanya).
2. Shalat disyariatkan sebagai salah satu cara umat manusia untuk mensyukuri nikmat Allah yang tak terhingga ini.
3. Faedah keagamaan shalat di antaranya membangun hubungan yang baik antara manusia dengan Allah. Dalam shalat kenikmatan munajat kepada sang pencipta akan terasa, pengabdian kepada Allah dapat diekspresikan, disertai penyerahan segala urusan kepada-Nya. Dengan mendirikan shalat, seseorang akan mendapat keamanan, kedamaian dan keselamatan dari Allah. Shalat akan mengantarkan seseorang menuju kesuksesan, kemenangan dan pengampunan dari segala kesalahan dari Allah sesuai firman Allah dalam QS al-Mu’minun: 1-2
قد أفلح الموءمنون الذين هم فى صلاتهم خاسعون 
       ‘Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.’
4. Faedah sosial kemasyarakatan dari shalat, di antaranya: anggota masyarakat yang rajin mendirikan shalat akan memiliki jiwa solidaritas yang kuat dan persatuan dalam masyarakat serta kesatuan pikiran.
G. KEUTAMAAN SHALAT
1. Berdasarkan rukun-rukunnya, shalat memiliki dimensi:
    a. Dimensi afektif, shalat menimbulkan  perasaan-perasaan dan daya emosi yang khas dan kuat yang diperoleh dari rukun qalbiyah shalat berupa niat dan kekhusyu’an.
    b. Dimensi kognitif, shalat menimbulkan efek pengenalan, pikiran dan daya cipta yang luar biasa yang diperoleh dari rukun qauliyah shalat (mengucapkan takbir, membaca surat al-Fatihah, tasbih ruku dan sujud, doa antara dua sujud, tasyahhud, salawat Nabi serta salam).
    c. Dimensi psikomotorik, shalat menimbulkan kemauan, gerak dan daya karsa yang mantap yang diperoleh dari rukun fi’liyah shalat (berdiri, ruku, dan sujud serta duduk dalam shalat).
2. Berdasarkan motivasi, shalat mempunyai dua dimensi:
    a. Dimensi intrinsik: kepribadian yang dibentuk/didorong oleh kewajiban mendirikan shalat sendiri tanpa dikaitkan dengan kebutuhan pribadi. Inisiatif mendirikan shalat didasarkan atas kewajiban melaksanakan ajaran agama, baik kewajiban itu relevan atau tidak dengan kebutuhannya. Dimensi ini terbentuk dari pelaksanaan shalat wajib (shalat 5 waktu) dan shalat rawatib.   
   b. Dimensi ekstrinsik: kepribadian yang dibentuk/didorong oleh kebutuhan orang yang shalat. Seseorang yang mempunyai kebutuhan terhadap sesuatu, maka kebutuhan tersebut akan merangsangnya untuk melaksanakan shalat. Hal ini diperoleh dari pelaksanaan shalat sunat.
         Shalat sunat juga mempunyai makna perluasan diri yang berfungsi menyempurna-kan shalat wajib. Menurut Alport, bahwa kepribadian yang matang adalah kepribadian yang memiliki perluasan diri. Artinya, hidup ini tidak hanya terikat secara sempit pada sekumpulan aktivitas-aktivitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan dan kewajiban pokok.
          Shalat wajib lima waktu merupakan kewajiban dan kebutuhan pokok, sedangkan shalat sunat merupakan perluasan/penyempurnaannya.
3. Berdasarkan pelaksanaannya, shalat mempunyai 4 dimensi:
    a. Shalat harian seperti shalat wajib 5 waktu, cara kerjanya bersifat harian dan rutinitas dalam meraih program kerja jangka pendek. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi hajat hidup sehari-hari baik untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan shalat sendirian, maupun untuk kebutuhan keluarga kecil/besar melalui shalat berjamaah.
    b. Shalat mingguan (shalat jumat), cara kerjanya bersifat mingguan dalam meraih program kerja jangka menengah. Hal ini membutuhkan konsolidasi antar anggota masyarakat di suatu perkampungan minimal berjumlah 40 orang. Karenanya diperlukan pencerahan diri terlebih dahulu melalui pembinaan semacam doktrin (khutbah) untuk menyamakan persepsi yang beraneka ragam.
    c. Shalat tahunan (idul fitri dan idul adha), cara kerjanya bersifat tahunan dalam meraih program kerja jangka panjang. Hal ini membutuhkan penggalangan massa sebanyak-banyaknya, tanpa membedakan jenis kelamin dan perbedaan usia, sehingga dianjurkan dilaksanakan di lapangan/alun-alun, agar massa lebih banyak berdiskusi dalam menyusun program jangka panjang.
    d. Shalat seumur hidup sekali, yaitu shalat sunat tasbih.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar