Apapun yang diberikan Allah kepada manusia pasti baik, namun tidak semua yang diinginkan manusia mengandung kebaikan

Rabu, 26 Agustus 2015

Jangan Putus Asa dari Rahmat Allah

JANGAN PUTUS ASA DARI RAHMAT ALLAH 
Dr. La Jamaa, MHI

     Dalam kehidupan ini manusia akan selalu berhadapan dengan salah satu bagian dari sunnatullah, yakni pasang surut senang, bahagia, sukses dan susah, sedih, gagal. Kita tak bisa memaksakan hanya mau menerima kehidupan yang serba bahagia, dan tak mau menerima kondisi sulit. Mau atau tidak mau, rela ataupun tidak rela kedua kondisi yang datang silih berganti itu akan selalu dialami manusia dengan kadar dan kualitas tentunya berbeda antara satu sama lain.
   Peredaran kedua kondisi kehidupan manusia itu pada hakekatnya erat kaitannya dengan kepentingan manusia juga. Ibarat siang dan malam, panas dan hujan. Sekiranya tidak ada pergantian siang dan malam, hujan dan panas maka akan berakibat fatal bagi kehidupan dalam makro kosmos. Misalnya, waktu siang ditambah atau waktu malam diperpanjang maka akan dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan dalam alam semesta. Demikian pula hanya kondisi bahagia dan susah memiliki rahasia dan hikmah bagi kemaslahatan hidup manusia. Kondisi susah diberikan Tuhan kepada manusia agar manusia menyadari kekurangannya di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahwa manusia hanya mampu berusaha mewujudkan harapan dan cita-citanya namun ada kekuatan Maha Besar yang akan menentukan kesuksesan usahanya. Dengan demikian, manusia tidak akan sombong, lupa diri serta tidak bersyukur kepada Allah saat meraih kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Dalam kaitan ini kegagalan dan kesulitan hidup bertujuan untuk mendidik manusia tawadhu di hadapan Tuhan Yang Maha Besar serta bersikap SABAR dalam kehidupan. Yakinlah bahwa di balik kesulitan pasti ada kesuksesaan, seperti yang diisyaratkan oleh Allah dalam al-Qur'an, bahwa
ان مع العسر يسرا
         "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
      Meski terjadi badai, namun yakinlah bahwa badai pasti berlalu, meski langit gelap namun mentari pasti akan bersinar di ufuk timur.

      Sebaliknya, jika manusia meraih kebahagiaan dan kesuksesan akan direspon dengan sikap SYUKUR karena meyakini bahwa kebahagiaan dan kesuksesan hidup yang diraihnya merupakan anugerah dari Allah swt. Jika bahagia haruslah tetap ingat kepada Allah jangan lupa daratan, apalagi kufur kepada-Nya.
      Karena itu bagi seorang mukmin, kedua kondisi yang bertolak belakang secara diametral itu akan selalu mendatangkan kebaikan dunia dan akherat. Sebab bersikap sabar dalam merespon kesulitan hidup adalah suatu kebaikan. Demikian juga sikap syukur dalam merespon kebahagiaan hidup. Jelasnya, SABAR dan SYUKUR adalah dua hal yang sama-sama baik bagi seorang mukmin. 
   Gaya hidup yang sedemikian itu akan membawa kedamaian hidup bukan saja dalam kehidupan pribadi bahkan juga kehidupan sosial. BAHAGIA yang DISYUKURI akan memberikan dorongan untuk berbagi kepada sesama umat manusia, sehingga akan melahirkan kebahagiaan yang menyeluruh kepada alam semesta. Demikian pula SUSAH yang diSABARI tidak akan menimbulkan sikap keputusasaan melainkan sikap OPTIMIS dalam menatap kehidupan. 
     Bahkan hidup susah yang dialami manusia belumlah sebanding dengan kebahagiaan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Namun terkadang manusia hanya memperhatikan kesusahan yang dialaminya dengan melupakan kebahagiaan panjang yang dialaminya. Kita dapat belajar dari sikap Nabi Ayyub saat menderita penyakit yang sedemikian rupa sehingga konon ulat keluar dari dagingnya. Namun saat istrinya memohonnya agar sang Nabi berdoa mohon kesembuhan kepada Allah, Nabi Ayyub justru menjawab bahwa beliau merasa malu memohon kesembuhan kepada Allah. Sebab selama ini Allah telah menganugerahkan nikmat yang sangat banyak. Penderitaan penyakit yang dialaminya belum sebanding dengan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya selama ini. Memang kita bukan nabi, namun sikap sabar dan tabah, tidak mengeluh dari cobaan, ujian Allah sangatlah penting.Hal itu mengajarkan kepada kita bahwa rahmat Allah yang Maha luas akan selalu menghampiri manusia, meskipun terkadang banyak manusia yang tidak menyadari kehadirannya. Apalagi rahmat Allah sebenarnya bukan saja berupa kenikmatan sesaat, kebahagiaan. Namun rahmat Allah yang maha luas dapat muncul melalui kesulitan. Sebab di balik kesulitan itu sebenarnya terkandung rahmat Allah, agar manusia senantiasa belajar dan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu mengatasi masalah. Masalah yang dihadapinya jika direspon dengan bijak dan positif dapat memberikan kesuksesan hidup. Setelah yang bersangkutan mengalami kesuksesan dalam perjuangan panjang dalam lika liku berbagai tantangan, barulah diketahui bahwa ternyata kesuksesan yang diraihnya  dimotivasi oleh kegagalan demi kegagalan yang pernah dialaminya.
    Bantuan Allah turun sebagai apresiasi-Nya terhadap usaha-usaha tiada henti dari sang hamba dalam meniti dan menjalani serta mewujudkan harapan dan impiannya. Dalam kehidupan ini jarang orang menggapai kesuksesan dengan cara yang instant. Justru kebanyakan orang menggapai suksesnya dengan berderai air mata. Bahkan ada dosen di Pascasarjana dulu yang mengistilahkannya dengan "berdarah-darah," dalam mewujudkan cita-cita yang mulia. Tidak bisa diraih dengan hanya santai menunggu keajaiban. Keajaiban Allah akan turun setelah Dia melihat hamba-Nya bersusah payah meskipun terkadang harapannya hampir sirna. Namun mentari pagi muncul melalui pertolongan Allah sehingga dia menyadari bahwa tak ada yang mustahil bisa diraih jika Allah yang "turun tangan" dengan kekuasaan-Nya membantu usaha hamba-Nya.
     Saya secara pribadi meyakini keajaiban Allah akan turun membantu sekaligus memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan seorang hamba dalam kepasrahan yang total kepada-Nya. Itulah tawakal yang diajarkan dalam Islam. Tawakal bukanlah pasrah tanpa usaha. Tawakal Islami adalah kepasrahan total kepada Allah setelah sang hamba telah berusaha secara maksimal sesuai sunnatullah. Sehingga usaha berhasil, maka dia akan sangat bersyukur kepada Allah. Dia tak akan kufur, lupa diri sebab dia meyakini bahwa kesuksesan itu bukan hasil usahanya melainkan pertolongan-Nya. Dia yang memudahkan hamba dalam berusaha hingga sampai ke ujung cita-cita. Sebaliknya, jika dia gagal, maka dia akan bersabar sebab menyadari bahwa di balik kegagalan itu ada rahasia Allah untuk kebaikan sang hamba. Sehingga dia tidak mengalami stress, galau dan patah hati. 
Wallahu a'lam bis shawwab.









Jumat, 13 Maret 2015

Operasi Kecantikan/Plastik

OPERASI PLASTIK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Dr. La Jamaa, MHI

A. PENGERTIAN OPERASI PLASTIK
OPERASI PLASTIK (plastic surgery) dalam bahasa Arab disebut jirahah al-tajmil adalah “operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas atau rusak yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika tubuh.”[1]
Secara istilah pakar kedokteran, operasi plastik adalah “operasi yang berlangsung untuk memperindah bentuk bagian tubuh, atau menambahnya jika terdapat kekurangan.”[2] Tegasnya, operasi plastik adalah sebuah operasi yang ditujukan untuk merekonstruksi bentuk fisik seseorang atas pertimbangan medis atau estetika. Pada umumnya pasien bedah (operasi) plastik lebih banyak berasal dari kalangan yang merasa bentuk dan struktur bagian tubuhnya kurang sesuai dengan standar estetis yang mereka buat sendiri.[3]
Dengan demikian Operasi Plastik, merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan kecantikan yang sempurna.
B. TUJUAN OPERASI PLASTIK
Operasi plastik memiliki tujuan:
1) mengobati cacat fisik yang disebabkan kecelakaan atau sebab lain (tujuan medis),
2) memperindah anggota/bagian tubuh agar tampak lebih “keren.”[4]
Operasi plastik untuk tujuan pengobatan pada hakekat merupakan operasi plastik yang tidak diinginkan tetapi terpaksa dilakukan ada anggota tubuh yang cacat baik bawaan sejak lahir maupun karena kecelakaan atau penyakit. Dalam operasi plastik seperti ini walaupun bentuk tubuhnya setelah menjalani operasi plastik berubah menjadi lebih cantik atau proporsional namun kecantikan itu hanyalah efek secara tidak langsung dan bukan  tujuan utama dilakukannya operasi plastik tersebut. Operasi plastik yang tidak dikehendaki dan bertujuan untuk pengobatan biasa disebut operasi plastik gairu ikhtiyariyah.
Misalnya, operasi bibir sumbing memiliki tujuan utama untuk menyempurnakan bibirnya dan efeknya akan menyebabkan bentuk bibirnya menjadi tampak lebih proporsional dibandingkan sebelum operasi.
Operasi wajah untuk mengembalikan dan mengobati wajah yang hangus terbakar seperti yang dijalani Siti Nur Jazila, bukanlah operasi plastik yang terpaksa (tidak diinginkan). Sebab wajahnya hancur dan tampak mengerikan setelah disiram “air keras” oleh suaminya. Demikian juga operasi plastik lainnya yang semata-mata dilakukan untuk pengobatan dan bukan untuk kecantikan.
Hal itu berbeda dengan operasi plastik dengan tujuan kecantikan pada dasarnya sangat diinginkan. Dalam hal ini bagian tubuh yang dioperasi sebenarnya telah sempurna, tidak mengalami cacat. Operasi plastik dilakukan untuk tampak lebih cantik menurut perasaan yang bersangkutan sehingga tampil lebih percaya diri. Operasi plastik yang diinginkan ini biasa disebut operasi plastik ikhtiyariyah.  

C. KLASIFIKASI OPERASI PLASTIK
Berdasarkan uraian di atas, operasi plastik terbagi dua, yakni:
1. Operasi plastik gairu ikhtiyariyah, (yang tidak diinginkan), operasi plastik yang bertujuan utama untuk mengobati penyakit yang terjadi tanpa ada kekuasaan seseorang di dalam penyakit tersebut, baik penyakit yang terjadi sejak lahir seperti tergabungnya jari tangan atau kaki, bibir sumbing, tertutupnya lubang yang terbuka (hidung, telinga, dll) dan berbagai jenis penyakit tanpa dikehendaki. [5]
2. Operasi plastik ikhtiyariyah, (sengaja dilakukan), suatu operasi yang dilakukan bukan karena alasan medis, namun mutlak hanya hasratseseorang untuk memperindah/ mempercantik diri dan berlebih-lebihan dalam menafsirkan kata-kata indah/cantik itu. Operasi plastik ikhtiyariyah ini ada dua bagian yaitu bagian yang merobah bentuk dan bagian yang mengawetka umur.[6]
Operasi plastik yang merobah bentuk:
a. Memperindah hidung, seperti membuatnya lebih mancung dsb
b. Memperindah dagu dengan meruncingkannya dsb
c. Memperindah payudara (memperkecil jika terlalu besar atau membesarkannya dengan suntikan silikon atau menambah hormon untuk memontokkan payudara)
d. Memperindah telinga
e. Memperindah perut dengan menghilangkan lemak atau bagian yang lebih dari tubuh.
Operasi plastik yang bertujuan untuk menampakkan diri seolah-olah awet:
a. Memperindah wajah dengan menghilangkan kerutan pada wajah dengan skaler, atau alat lainnya.
b. Memperindah kulit dengan mengangkat lemak yang ada dan membetuk wajah sesuai dengan yang diinginkan
c. Memperindah lengan bawah sehingga tidak kelihatan bongkok
d. Memperindah kulit tangan dengan menghilangkan kerut seolah kulit masih padat dan muda.
e. Memperindah alis baik dengan mencukurnya agar tampak lebih muda.[7]
 
Jenis-jenis operasi plastik yang sering dilakukan:
a. Operasi payudara
b. Operasi hidung
c. Operasi kelopok mata
d. Sedot lemak pada berbagai bagian tubuh mulai dari wajah, leher, perut, paha dsb.
e. Merampingkan, mengencangkan serta memperhalus permukaan perut
f. Suntik botulinum toxin untuk mengecilkan otot, memperhalus bentuk rahang serta merampingkan betis.

D. DAMPAK OPERASI PLASTIK
Operasi plastik yang tidak diinginkan (gairu ikhtiyariyah) untuk pengobatan memiliki dampak positif untuk mengembalikan fungsi anggota tubuh yang dioperasi secara maksimal serta meningkatkan rasa percaya diri.
Sedangkan dampak positif operasi plastik yang diinginkan (ikhtiyariyah) adalah meningkatkan rasa percaya diri karena itulah motivasi melakukan operasi plastik seperti ini adalah meningkatkan rasa percaya diri dibandingkan dengan sebelum menjalani operasi plastik.
Namun dampak negatifnya operasi plastik ikhtiyariyah lebih berbahaya dari sisi kesehatan, antara lain:
1. Reaksi anestesi
Salah satu efek samping dari operasi plastik adalah reaksi negatif terhadap anestesi. Beberapa orang mungkin membutuhkan waktu lebih lama sadar dari waktu yang diperkirakan. Individu dengan riwayat medis tertentu bahkan dapat mengalami reaksi yang serius pada organ-organ vital seperti jantung. Anestesi juga dapat memicu reaksi alergi terhadap bahan kimia yang digunakan selama proses pembiusan itu. Reaksi yang umum sebagai dampak anestesi bedah plastik adalah rasa mual dan muntah.
2. Infeksi
Orang yang menjalani operasi plastik berisiko mengalami infeksi karena kondisi ruang ruang operasi plastik yang tidak steril. Infeksi juga bisa terjadi karena adanya kontaminasi pada jaringan kulit yang terbuka setelah operasi atau perawatan pasca operasi yang kurang baik.
3. Kerusakan syaraf atau mati rasa di daerah tubuh yang dioperasi.
4. Penggumpalan darah yang terjadi pasca operasi yang bisa mengancam nyawa.
5. Rasa sakit pada area sayatan khususnya pada operasi plastik yang membutuhkan banyak peregangan kulit seperti implan payudara dan operasi pengangkatan wajah.[8]
Salah satu efek samping dari operasi plastik adalah reaksi negatif terhadap anestesi. Beberapa orang mungkin membutuhkan waktu lebih lama sadar dari waktu yang diperkirakan. Individu dengan riwayat medis tertentu bahkan dapat mengalami reaksi yang serius pada organ-organ vital seperti jantung. Anestesi juga dapat memicu reaksi alergi terhadap bahan kimia yang digunakan selama proses pembiusan itu. Reaksi yang umum sebagai dampak anestesi bedah plastik adalah rasa mual dan muntah.

E. HUKUM OPERASI PLASTIK
    1. Operasi Plastik Gairu Ikhtiyariyah
Operasi plastik yang tidak dikehendaki tetapi hanya untuk pengobatan hukumnya boleh, baik untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-‘uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang terjadi kemudian (al-‘uyub al-thari’ah) akibat, kecelakaan, kebakaran atau semisalnya seperti wajah yang rusak karena kecelakaan/kebakaran.[9]
Alasan, dalil yang membolehkan operasi plastik gairu ikhtiyariyah, antara lain:
a. Hadis saw yang menganjurkan untuk berobat dari penyakit
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ قَالَ قَالَتْ الْأَعْرَابُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَتَدَاوَى قَالَ نَعَمْ يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ قَالَ الْهَرَمُ[10]
‘Usamah bin Syarik berkata: seseorang dari Arab Badui bertanya ya Rasulullah apakah kami perlu berobat? Rasulullah menjawab: Benar. Hai hamba-hamba Allah berobatlah sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali telah menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit. Para sahabat bertanya: penyakit itu ya Rasulullah? Sabdanya: penyakit ketuaan.’(HR Turmizi)
Anggota tubuh yang cacat pada hakekatnya merupakan suatu penyakit. Dalam hal ini yang bersangkutan bisa mengalami hambatan dalam aktivitas sehari-hari. Sebagai suatu bentuk penyakit, maka operasi plastik untuk tujuan pengobatan dibolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam sebagaimana tertera dalam hadis di atas, agar sehat seperti sediakala dan dapat melakukan berbagai aktivitas secara baik.
Bahkan dalam kondisi tertentu seseorang dibolehkan mengobati penyakitnya walaupun harus memindahkan bagian tubuhnya kepada bagian yang lain jika bagian tubuh yang cacat itu akan lebih membahayakan atau mengancam nyawanya. Sebab Allah melarang manusia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan wa la tulku bi aydikum ila tuhlukah (QS al-Nisa: 195).
b. Berdasarkan kaedah hukum Islam: li jalbi al-maslahah wa daf’i al-mafsadah (mendapatkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudaratan).[11]
     Dalam rangka menghilangkan bahaya yang disebabkan penyakit, Islam membolehkan menggunakan benda-benda haram seperti khamar untuk obat jika hanya khamar yang diyakini dekter bisa menyembuhkan penyakit tersebut.[12] Hal ini sejalan dengan kaidah hukum Islam “al-dararu yuzalu, bahaya itu harus dihilangkan.”[13]
    Jika menggunakan barang haram untuk obat maka operasi plastik boleh juga dilakukan untuk tujuan medis.
c. Operasi plastik seperti ini tidak merobah ciptaan Tuhan dan bukan pula bertujuan untuk mempercantik diri.
2. Operasi Plastik Ikhtiyariyah (Sengaja untuk Kecantikan) haram hukumnya dengan beberapa alasan:
a. QS al-Nisa: 119

وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا

‘Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah (lalu mereka benar-benar mengubahnya). Barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata.’[14]
M.Quraish Shihab mengemukakan, bahwa ayat ini merupakan lanjutan ucapan setan yang dikandung oleh ayat sebelumnya, dan setan juga berkata: aku benar-benar akan berusaha sekuat kemampuan untuk menyesatkan mereka dari jalan-Mu yang lurus dengan merayu dan mengiming-iming manusia dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka sehingga mereka lengah dan atau menunda-nunda kegiatan positif. Aku akan suruh mereka mengubah ciptaan Allah yang melekat dalam diri setiap manusia khususnya fitrah keagamaan dan keyakinan akan keesaan tuhan lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang mengubah ciptaan Allah itu, maka ia telah menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, dan jika demikian halnya maka sesungguhnya dia menderita kerugian yang nyata.[15]
Menurut al-Qurtubi, bahwa ayat wala udillanahum (dan saya benar-benar akan menyesatkan mereka) bermakna bahwa aku (setan) benar-benar akan memalingkan manusia dari petunjuk. Wala umanniyannahum (dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka), maksudnya bahwa aku (setan) akan membuat mereka tenggelam dalam angan-angan dan harapan serta memicu seseorang untuk menggapainya.[16]
Karena itu sebagian besar ulama mendasarkan keharaman semua jenis operasi tanpa tujuan pengobatan dengan mengacu kepada ayat 119 surat al-Nisa di atas. Berdasarkan petikan kalimat falayugayyiranna khalqallah, mereka memandang bahwa operasi plastik untuk kecantikan telah melanggar kode etik manusia, mengubah ciptaan Tuhan. Manusia memang diberi otoritas penuh untuk berbuat apa saja di dunia ini. Hanya satu yang tidak boleh dilakukan manusia, yaitu mengubah ciptaan-Nya. Kalau misalnya manusia mengubah ciptaan-Nya, berarti ia memposisikan dirinya sama dengan Tuhan. Itu juga berarti, bahwa ia congkak, sombong karena telah memper-tuhankan diri sendiri. Padahal, yang seperti itu jelas dilarang syara.[17] Jadi, operasi plastik untuk kecantikan diharamkan dalam hukum Islam karena telah memasuki wilayah otoritas Tuhan serta membahayakan kesehatan.

b. Hadis Nabi saw bahwa

‘Allah mengutuk perempuan yang membuat tato, orang yang minta dibuatkan tato, orang yang mencabut alis, dan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan (la’anallahu al-al-mutafallijat lil husni (HR Muslim).
Alasan larangan dalam hadis ini adalah operasi plastik yang dilakukan untuk mempercantik diri. Jika mencukur alis saja dilarang apalagi operasi plastik untuk kecantikan dengan merubah bagian-bagian tubuh yang telah diciptakan Allah dengan sempurna.
Menurut imam Nawawi, bahwa al-mutafallijat adalah wanita yang menjarangkan giginya biasa dilakukan oleh wanita tua atau dewasa agar kelihatan muda dan lebih indah seperti jarak renggang gigi pada gadis belia.[18]
c. Operasi plastik untuk kecantikan cenderung boros dan penyamaran untuk menipu pandangan orang lain secara berlebih-lebihan.

KESIMPULAN
1. Operasi plastik ada dua macam yaitu (1) operasi plastik yang tidak dikehendaki, tetapi untuk pengobatan (operasi plastik gairu ikhtiyariyah) seperti operasi bibir sumbing, atau memulihkan kulit yang terbakar, dan (2) operasi plastik yang dikehendaki, untuk pengobatan (operasi plastik ikhtiyariyah) seperti operasi dagu, bibir, wajah, payudara, hidung agar tampak lebih menarik atau cantik.
2. Operasi plastik yang tidak dikehendaki, untuk pengobatan boleh dilakukan karena bukan untuk merobah ciptaan Tuhan tetapi hanya untuk mengembalikan suatu bagian tubuh ke wujud asalnya.
    Sedangkan operasi plastik yang bertujuan untuk kecantikan haram hukumnya karena merobah ciptaan Tuhan atas bagian tubuh diciptakan sempurna dan angan-angan dari tipu daya setan serta perilaku boros.




[1]Ikhwanul Islam, “Hukum Operasi Plastik dalam Pandangan Islam” http://ikhwannul-islam.abatasa.com/post/detail4607/hukum-operasi-plastik-dalam-pandangan-islam. (14 Oktober 2012)
[2]“Do Your Best forever: Operasi Plastik Menurut hukum Islam,” http://doyourbest forever.blogspot. com/2012/05/operasi-lastik-menurut-hukum-islam.html (10 Oktober 2012)
[3]Inym Rahgunastra, “7 Operasi Plastik Paling Populer di Dunia” http://www.operasiplastik.com (10 Oktober 2012)
[4]Nurita Hardini Meitasari, “Hal-hal Penting Seputar Operasi Kecantikan,” http://www.operasiplastik. com (12 Oktober 2012)
[5]Ikhwanul Islam, “Hukum Operasi Plastik dalam Pandangan Islam” loc.cit.
[6] “Operasi Plastik di Dalam Kacamata Islam,” http://mybloglenterahati.blogspot.com/2009/08/operasi-plastik-di-dalam-kacamata-islam.html.
[7]“Berbagai jenis operasi bedah plastik untuk kecantikan wanita,” http://koranindonesia sehat. wordpress.com/2009/12/16/berbagai-jenis-operasi-bedah-untuk-kecantikan-wanita/
[8]Zahrul Bawaldy, “Efek Samping Operasi Plastik,” http://penyakit.boz/efek-samping-operasi-plastik (7 Oktober 2012)  
[9]
[10]Al-Turmizi, al-Jami’ al-Sahih Wahuwa Sunan al-Turmizi, Juz III (Beirut: Dar al-Fikr, [t.th.]), h. 126. 
[11]Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997),, h. 173.
[12]Lihat Suryan A.Jamrah, “Berobat dengan Benda-Benda Haram Menurut Persepsi Islam, dalam Chuzaimah T Yanggo dan A.Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Buku Empat (Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 32.
[13]A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Jakarta: Kencana, 2006), h. 67.
[14]Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 127-128.
[15]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2 (Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 591.
[16]Lihat al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, terj. Ahmad Rijali Kadir, Tafsir al-Qurtubi, Juz V (Cet. I; Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 921.
[17]Abdul Jalil, dkk., Fiqhi Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan (Cet. I; Yogyakarta:  LKiS, 2002), h. 164.
[18]Nawawi, Syarh Sahih Muslim, Juz XIII (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 107.