Apapun yang diberikan Allah kepada manusia pasti baik, namun tidak semua yang diinginkan manusia mengandung kebaikan

Senin, 25 November 2013

Jihad Versus Teroris

Makalah ini berkaitan dengan jihad menurut Islam. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang perbedaan antara jihad dengan aksi teroris. Sebab beberapa tahun terakhir muncul opini bahwa Islam identik dengan aksi teroris oleh sebagian kalangan dan anggapan aksi teroris (bom bunuh diri) sebagai bagian dari jihad. Sehingga pelakunya memperoleh  mati syahid


Jihad  Versus Teroris
A. Latar Belakang
Jihad sering disalahpahami oleh sebagian kalangan umat Islam yang hanya dibatasi dengan perang fisik. Sehingga pembahasan jihad dalam kitab-kitab fiqh klasik cenderung dihubungkan dengan perang1 dan bahkan jika menyebutkan term jihad makan sebagian umat Islam akan terbawa pikirannya kepada perang.
Pemaknaan yang cenderung sempit ini tanpa disadari telah mengabaikan makna jihad yang diajarkan dalam Islam dalam al-Qur’an dan hadis. M. Quraish Shihab sendiri mengakui hal itu, bahwa ada kesalahpahaman tentang pengertian jihad. Ini mungkin disebabkan oleh seringkalinya kata itu baru terucapkan pada saat perjuangan fisik sehingga diidentikkan dengan perlawanan bersenjata. Kesalahpahaman itu disuburkan juga oleh terjemahan yang keliru terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang jihad dengan anfus, dan harta benda. Kata anfus seringkali diterjemahkan dengan jiwa. Hal itu ada juga dalam Terjemahan al-Qur’an oleh Departemen Agama RI. Padahal dalam al-Qur’an, banyak arti kata anfus, antara lain “nyawa,” “hati,” “jenis” dan “totalitas manusia” yang memadukan jiwa dan raganya.2 Dengan demikian, kata anfus dalam konteks jihad dipahami dalam arti totalitas manusia, baik jiwa, raga, pikiran, perasaan dan apa saja yang berkaitan dengan manusia.
 Karena itu jihad walaupun dimaknai perang, namun dalam konteks kekinian perlu dimaknai secara kontekstual kepada perang melawan kemiskinan, perang melawan kebodohan dan perang melawan keterbelakangan yang dialami umat Islam saat ini. Sehingga saat ini dibutuhkan jihad kerja dan jihad intelektual.  
Perang melawan kemiskinan haruslah dimaknai dengan usaha melawan kemiskinan itu secara sungguh-sungguh baik terhadap kemiskinan individual maupun kemiskinan secara kolektif (sosial), serta menghilangkan penyebab kemiskinan baik yang berbentuk kemiskinan secara struktural maupun kemiskinan secara fungsional. Dalam kaitan ini etos kerja dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup setiap individu dan masyarakat harus lebih diintensifkan disertai dengan perubahan paradigma berpikir masyarakat muslim dalam bekerja. Bekerja mencari nafkah haruslah lebih dimaknai sebagai bagian dari jihad serta bernilai ibadah yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ibadah lainnya. Jelasnya, setiap karya, karsa dan inovasi yang produktif merupakan bagian dari amal ibadah yang bukan saja bermanfaat bagi diri sendiri namun juga dapat bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat serta peningkatan harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan.
Demikian pula perang melawan kebodohan, masyarakat Islam harus diarahkan kepada paradigma berpikir dalam menuntut ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi sehingga umat Islam dapat bersaing dengan umat lain. Bahkan jika dicermati secara komprehensif, jihad fisik dalam arti perang hanya akan dapat dilakukan dengan sukses jika didukung oleh kemampuan peralatan, finansial (diperoleh melalui jihad bekerja) dan strategi perang (diperoleh melalui jihad pendidikan).
 Sedangkan dari kalangan non muslim memandang jihad dalam bentuk perang itu sebagai terorisme. Hal ini semakin mencuat pasca peristiwa 11 September 2001, pengeboman gedung World Trade Center (WTC) Menhattan New York dan gedung Pentagon di Washington DC. Gedung WTC merupakan simbol supremasi ekonomi Amerika Serikat, sedangkan Pentagon merupakan ikon kekuatan militer Amerika Serikat. Menurut presiden Amerika Serikat saat itu George W Bush, bahwa pihak yang bertanggungjawab terhadap pengeboman tersebut adalah organisasi radikal muslim, al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden.3 Hal itu pada satu sisi citra Islam dan umat Islam tercoreng karena dianggap sebagai terorisme dan seakan-akan Islam mengajarkan terorisme. Bahkan akan lebih ironis jika Islam dipandang sebagai ajaran terorisme. Walaupun di sisi lain ideologi Islam muncul sebagai kekuatan baru yang dapat mengimbangi kekuatan barat yang kapitalis materialis dan kekuatan komunis.
Di samping itu ajaran Islam umat Islam disudutkan oleh musuh-musuh Islam dengan munculnya trend bom bunuh diri yang diklaim sebagai bagian dari jihad sekaligus usaha meraih mati syahid dengan mengorbankan dirinya untuk membela Islam dan umat Islam dari penindasan bangsa Barat (musuh umat Islam) itu.
Permasalahannya, adalah apakah bom bunuh diri dapat dianggap sebagai salah satu metode jihad dan apakah pelakunya dianggap mati syahid menurut hukum Islam? Pertanyaan ini menarik diajukan mengingat dalam beberapa peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini telah menimbulkan korban nyawa dari kalangan umat Islam sendiri. Padahal membunuh sesama muslim secara sengaja adalah haram hukumnya. Bagaimana pula aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pejuang Palestina terhadap warga negara Israel, apakah termasuk jihad yang diajarkan dalam Islam atau bukan. Beberapa permasalahan tersebut menarik untuk dibahas dalam tulisan ini.
B. Pengertian Jihad dan Terorisme
     1. Pengertian Jihad
Menurut Ibn Faris dalam bukunya Mu’jam al-Maqayis al-Lugah, bahwa semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d pada awalnya mengandung arti “kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya.”4 Jihad merupakan bentuk masdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja جهد – يجهد - جهدا - atau - جهدا atau جها دا Lafal al-jahd, berarti al-masyaqqah (kesulitan) sedangkan al-juhd berarti al-thāqah (kemampuan, atau kekuatan). Ibn Arafah membedakannya arti kedua lafal itu, yaitu al-jahd diartikan badzlu al-wus’i (mencurahkan segala kekuatan, kemampuan), sedangkan al-juhd diartikan al-mubālaghah wa al-ghāyah (berlebihan dan tujuan). Sedangkan menurut al-Laits, lafal al-jahd dan al-juhd memiliki arti yang sama, yakni ma jāhada al-insān min maradin wa amrin syāqin (segala sesuatu yang diusahakan seseorang dari penderitaan dan kesulitan).5 Begitu pula Louis Ma’luf mengartikan lafal al-jahd dan al-juhd itu dengan “mencurahkan segala kemampuan dalam menghadapi kesulitan.”6
Dari uraian di atas dari kata juhd, jihad berarti kemampuan. Karena jihad menuntut kemampuan dan harus dilakukan sebesar kemampuan seseorang. Dari kata juhd tersusun ungkapan jahida bi al-rajul, yang artinya ‘seseorang sedang menjalani atau mengalami ujian.” Jadi, kata jihad di sini mengandung makna ujian dan cobaan, karena jihad merupakan ujian dan cobaan terhadap kualitas seseorang. Jihad berarti kemampuan yang menuntut seorang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan, karena itu seorang mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.7
Tegasnya, kualitas seseorang sangat ditentukan kualitas ujian yang berhasil dia jalani dan cobaan yang sukses dilewatinya. Semakin berat ujian dan cobaan yang mampu dia lewati akan semakin tinggi kualitasnya. Kesuksesannya dalam menjalani ujian dan cobaan itu sangat ditentukan pula oleh kemampuan yang dimilikinya, baik kemampuan fisik, intelektual, maupun rohani. Mustahil seseorang berhasil melewati ujian dan cobaan tanpa dibekali kemampuan tersebut.
Para nabi dan rasul Allah mampu melaksanakan misi kenabian dan kerasulan yang diembannya karena sebelumnya mereka telah berhasil melewati ujian dan cobaan sejak kecil. Karena ujian dan cobaan yang akan mereka hadapi saat menjadi nabi dan rasul sangat berat pula. Sebagai penghargaan atas kesuksesan mereka melaksanakan tugas kenabian dan kerasulan yang berat itu, Allah mengangkat derajat mereka menjadi manusia mulia dan ditempatkan di surga yang mulia pula.
Jadi, secara etimologi, jihad berarti kesungguhan dalam mencurahkan segala kemampuan, baik kemampuan fisik, intelektual, dan rohani untuk mencapai suatu tujuan yang memerlukan kesungguhan, dan keseriusan, serta kesabaran dan ketabahan. Jihad berada dalam semua aktivitas amal kebaikan, amal ibadah minimal jihad melawan hawa nafsu yang mendorong manusia kepada kemungkaran. Dalam konteks ini, jihad merupakan cara yang ditetapkan Allah untuk menguji manusia, sehingga jihad berkaitan erat dengan kesabaran, seperti QS Ali Imran (3): 142


‘Apakah kamu mengira, bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar.’8
Menurut Quraish Shihab, sekitar 40 kali kata jihad disebutkan dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuknya. Maknya bermuara pada “mencurahkan seluruh kemampuan,” atau menanggung pengorbanan.” Selaras dengan makna itu, mujahid, adalah orang yang mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengan nyawa atau tenaga, pikiran, emosi, dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia. Sedangkan jihad, ialah cara untuk mencapai tujuan. Jihad tidak dapat dilaksanakan tanpa modal, sebab itu jihad disesuaikan dengan modal yang dimiliki dan tujuan yang mau dicapai. Sebelum tujuannya tercapai dan selama masih ada modal di tangan, selama itu pula jihad dituntut. Jihad adalah titik tolak seluruh upaya, karenanya ia adalah puncak segala aktivitas. Ia berawal dari upaya mewujudkan jati diri dan itu berawal dari kesadaran, dan kesadaran harus berdasarkan pengetahuan dan tanpa paksaan. Itulah sebabnya seorang mujahid bersedia berkoban9 tanpa pamrih kecuali mengharapkan reda Allah.
Secara terminologi, jihad memiliki makna makro dan mikro. Pengertian secara makro mencakup makna yang luas yang tidak semata-mata diartikan perang dengan perjuangan fisik, tetapi juga mencakup non fisik misalnya perang melawan hawa nafsu. Secara mikro, jihad diartikan dengan “peperangan” saja.
Al-Raghib al-Asfahani, mengartikan jihad secara makro adalah “berjuang melawan musuh yang dengan terang-terangan menyerang, berjuang menghadapi setan; serta berjuang melawan hawa nafsu. Perjuangan tersebut bisa dilakukan dengan tangan (kekuasaan) dan lisan.10
Begitu pula menurut Kamil Salamah, jihad tidak hanya bermakna perang fisik, melainkan juga mengandung arti membelanjakan harta dan segala upaya yang dilakukan dalam rangka melestarikan dan memajukan agama Allah; berjuang mengendalikan nafsu dan godaan setan.11 Dengan demikian makna jihad menurut Kamil Salamah hampir sama dengan arti jihad menurut al-Asfahani, yakni jihad mencakup perjuangan fisik dan perjuangan non fisik baik dengan harta, tenaga, akal maupun perjuangan rohani.
Jadi, jihad menurut syariat Islam bisa dimaknai perang dan jihad non perang (damai). Jelasnya, sekalipun dalam menghadapi musuh, tidak harus dengan cara perang atau kekerasan, tetapi harus dengan aksi-aksi damai tanpa kekerasan. Dengan demikian jihad secara terminologi, adalah “kesungguhan dalam mengarahkan segala kemampuan baik dalam peperangan, perkataan maupun dalam melakukan segala sesuatu yang disanggupi.”12
Menurut Khaled Abou el-Fadl, jihad dalam al-Qur’an adalah “segala komitmen yang berimplikasi pada perjuangan mendapatkan ilmu pengetahuan, konsern terhadap manusia yang lemah (termasuk manusia yang sakit dan miskin), membela kebenaran dan keadilan.” Jadi jihad tidak hanya diartikan perang suci (holy war), sebab “perang suci” dalam bahasa Arab disebut dengan al-harb al-muqaddasah. Al-Qur’an menggunakan istilah al-qitāl untuk makna berperang. Islam tidak merekomendasikan perang sebagai solusi dari suatu konflik termasuk dengan kelompok non muslim yang tidak mau tunduk pada supremasi politik negara Islam, tetapi melalui fase-fase alternatif yakni menjadi muslim, membayar pajak (jizyah), dan terakhir adalah resolusi perang. Al-Qur’an juga menggarisbawahi bahwa dalam proses negosiasi dan resolusi itu mengutamakan perdamaian (peace) dengan cara memaafkan dan dilakukan dengan lemah lembut, bukan dengan kekerasan.13
Walaupun makna jihad dalam Al-Qur’an dan hadis memiliki makna bervariasi, namun dalam tradisi fiqh (hukum Islam) terjadi ortodoksi dan penyempitan makna jihad dalam arti perang. Pada umumnya bahkan hampir semua kitab fiqh yang membahas tentang jihad akan berkisar pada kajian perang dan harta rampasan perang (al-harb wa al-ghanimah). Sedangkan arti lain dari jihad seperti perjuangan intelektual, dalam tradisi fiqh dikenal dengan istilah ijtihad (“kesungguhan mengerahkan kemampuan daya nalar).
Ulama klasik telah melakukan polarisasi makna dan pembakuan istilah mengenai jihad, misalnya jihad spiritual dalam tradisi sufi dinamai mujāhadah dan jihad nalar dalam tradisi intelektual disebut ijtihad serta jihad dalam bentuk fisik menghadapi musuh (olah fisik) diartikan sebagai jihad. Pengkaplingan makna jihad seperti ini dapat menimbulkan kekeliruan umat khususnya umat Islam dalam memahami doktrin jihad karena ketika term jihad disebut, maka yang muncul dalam pikiran seseorang adalah pedang, senjata dan pembunuhan, sehingga makna jihad yang lain telah dinafikan (dikesampingkan). Bahkan muncul tudingan sebagian orientalis bahwa Nabi Muhammad saw menyebarkan ajaran Islam dengan pedang atau pemaksaan melalui peperangan. Hal ini tampak dalam makna jihad secara khusus.
Jihad secara khusus menurut ulama fiqh klasik diartikan sebagai peperangan melawan non muslim yang memusuhi Islam, seperti pendapat mazhab Hanafiah, bahwa jihad adalah “ajakan kepada seseorang atau umat non muslim untuk memeluk agama Islam, dan jika mereka menolak ajakan itu maka harus diperangi dengan mengorbankan harta dan jiwa.”14 Hal ini mirip dengan definisi jihad secara khusus menurut Departemen Agama RI, bahwa jihad dapat berarti: “a) berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang Islam, b) memerangi hawa nafsu, c) mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam; dan d) memberantas yang batil dan menegakkan kebenaran.15
Definisi agak berbeda berasal dari Sa’id Ramadan al-Buti, bahwa jihad secara khusus adalah berdakwah mengajak kaum muslimin ataupun musyrik Mekkah kepada jalan Allah, dan menghilangkan taklid buta yang melanda umat manusia; keteguhan hati Nabi dan sahabatnya dalam mempertahankan kebenaran, sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan penyiksaan, kesabaran dan ketekunan memahami al-Qur’an dan menerapkan hukum-hukum Islam tanpa memperdulikan bahaya dan ancaman akibat diterapkannya hukum-hukum tersebut.16
Sedangkan makna jihad secara umum berarti perjuangan antara lain perjuangan mengatasi kesulitan dan kerumitan untuk menjalani kehidupan yang baik; berjuang melawan hawa nafsu di dalam diri sendiri dalam rangka mencapai keutamaan hidup dan akhlak mulia, dan melakukan upaya-upaya yang sungguh-sungguh untuk berbuat kebajikan dan membantu memperbaiki masyarakat.17
Dengan demikian jihad menurut Islam tidak hanya terbatas pada perang namun mencakup semua aktivitas kebajikan yang membutuhkan perjuangan dan kesungguhan, serta pengorbanan baik tenaga, materi, pikiran dan perasaan untuk diwujudkan dalam realitas.
B. KLASIFIKASI  JIHAD
     1. Berdasarkan Sasaran Jihad
Berdasarkan sasarannya, jihad memiliki beberapa sasaran/cakupan, antara lain:
a. Menurut Salih ibn Abdullah al-Fauzan, jihad memiliki 5 sasaran, yaitu:
  1) Jihad melawan hawa nafsu; meliputi pengendalian diri dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Jihad melawan hawa nafsu merupakan perjuangan yang amat berat (jihad akbar). Meskipun jihad ini berat dilakukan, akan tetapi sangat diperlukan adanya sepanjang hayat, sebab jika seseorang tidak sanggup mengendalikan hawa nafsunya, maka sulit diharapkan untuk dapat berjihad menghadapi orang lain dan segala macam rintangan hidup. Jadi, jihad melawan hawa nafsu merupakan kunci dari segala macam bentuk jihad lainnya.
  2) Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia. Setan mempunyai komitmen untuk selalu menggoda dan memalingkan manusia agar berbuat keji dan segala yang dilarang Allah serta menjauhi dan membangkang terhadap perintah-perintah-Nya. Setan berjanji akan menghampiri manusia dari berbagai penjuru untuk dapat mensukseskan konsep tipu daya muslihatnya. Manusia yang tidak sanggup menghadapi serangan setan akan berubah menjadi setan dalam bentuk manusia.
  3) Jihad menghadapi orang-orang yang senang berbuat maksiat (orang-orang yang durhaka) dan orang-orang yang menyimpang dari kalangan mukimin. Metode jihad yang digunakan dalam menghadapi orang-orang seperti itu adalah amar ma’ruf nahi munkar. Penggunaan metode ini membutuhkan ketabahan dan kesabaran serta hendaklah disesuaikan dengan kemampuan orang yang berjihad (mujahid) dan kondisi obyek dakwah, agar supaya aplikasi jihad dapat berlangsung dan berdaya guna.
  4) Jihad melawan orang-orang munafik, yaitu mereka yang berpura-pura masuk Islam dan beriman tetapi hatinya sebenarnya masih mengingkari keesaan Allah dan kerasulan Muhammad saw. Perjuangan menghadapi orang-orang munafik tidak mudah karena mereka memiliki kemampuan retorika dalam melakukan provokasi dan menyebar fitnah di kalangan orang-orang beriman. Perilaku munafik itu sangat berbahaya sehingga diperlukan keteguhan jihad menghadapi mereka agar tidak terjadi malapetaka di kalangan orang-orang mukmin.
   5) Jihad melawan orang-orang kafir. Model jihad yang digunakan adalah metode perang. Ketika Nabi saw bersama-sama orang-orang Islam di Mekkah belum ada perintah jihad dalam arti perang, sebab saat itu jumlah mereka masih sedikit dan lemah (berlaku selama kurang lebih 13 tahun). Perintah melawan orang-orang kaifr baru turun berhijrah di Madinah, dan kuantitas umat Islam meningkat dan kekuatan mereka bertambah.
        Cakupan jihad di atas dapat disederhanakan menjadi 2 bagian, yakni (1) jihad secara fisik dan (2) jihad secara non fisik (jihad dengan hati). Jihad secara fisik dapat diterapkan ketika menghadapi para pelaku kemaksiatan, orang-orang munafik dan orang kafir. Dalam jihad fisik juga seharusnya diterapkan jihad non fisik (jihad dengan hati) dalam bentuk kesabaran menghadapi mereka. Demikian halnya dalam melaksanakan jihad melawan nafsu dan setan tentu hanya dapat digunakan jihad secara non fisik.21
b. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, jihad memiliki 4 cakupan:
   1) Jihad melawan hawa nafsu, yakni bentuk jihad yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas intelektual baik untuk pendalaman ilmu pengetahuan umum dan ilmu keagamaan dalam rangka mencari dan mempresentasikan kebenaran agama. Jihad melawan hawa nafsu juga dalam kaitannya dengan pengamalan dan penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh serta mensosialisasikannya (men-dakwahkannya) kepada orang lain. Ketabahan dan kesabaran dalam menuntut ilmu pengetahuan, mengamalkan dan mensosialisasikannya dikategorikan pula sebagai jihad melawan hawa nafsu.
  2)  Jihad melawan setan meliputi segala bentuk upaya untuk menolak berbagai bentuk godaan dan tantangan yang mencoba mengarahkan manusia pada hal-hal yang berkaitan dengan syubhat dan keraguan dalam keyakinan keberagamaan, serta godaan hawa nafsu yang membahayakan manusia selain keimanan.
   3) Jihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik
   4) Jihad melawan kezaliman dan bid’ah.
       Adapun jihad melawan orang kafir, munafik, kezaliman dan bid’ah dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yakni dengan tangan (kekuasaan), lisan dan hati. Jihad dengan hati (doa) dapat dilakukan setiap orang kapan dan dimanapun berada. Tetapi jihad semacam ini menunjukkan lemahnya iman orang itu.22
       Jihad di atas dapat dikelompok dalam 2 jenis: jihad melawan nafsu dan setan merupakan jihad non fisik, sedangkan jihad melawan orang kafir, maunafik, kezaliman dan bid’ah melalui jihad fisik dan non fisik.
   2. Berdasarkan metodenya, klasifikasi jihad antara lain:
a. Menurut Imam Malik, jihad ada 4 macam metode: jihad (perjuangan) dapat dilakukan dengan hati, lisan dan tangan (kekuasaan), dan pedang (perang).
   1) Jihad (perjuangan) dengan hati dipergunakan dalam rangka menghadapi godaan dan rayuan setan dan kehendak hawa nafsu.
   2) Jihad dengan lisan diterapkan untuk menghadapi orang-orang munafik dalam bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
   3) Jihad dengan kekuasaan (tangan) diterapkan untuk memberantas atau mencegah orang-orang melakukan kemaksiatan dan meninggalkan kewajibannya,misalnya penegakan hukum terhadap pelaku zina dan pemimun minuman keras.
   4) Jihad melalui penggunaan pedang (perang) dalam menghadapi orang-orang musyrik dan kafir.23
Sejalan dengan pengertian jihad menurut ulama klasik itu, sebagian ulama kontemporer seperti Wahbah al-Zuhaili mengartikan jihad sebagai suatu bentuk pengarahan kemampuan dan kekuatan dalam memerangi dan melawan orang-orang kafir dengan jiwa, harta dan lidah. Jihad dengan lidah adalah dakwah mengajak orang-orang kafir masuk Islam atau paling tidak tunduk pada syariat Islam tanpa harus menganut agama Islam (ahlul zimmih).
Dari uraian di atas cakupan jihad sebenarnya sangat luas, dan dapat direalisasikan dalam bentuk damai dan perang, sesuai ungkapan dalam hadis Nabi saw “kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar24  رجعنا من الجها د الاصغر الى الجها د الاكبر
Jihad yang lebih besar (al-jihad al-akbar) ini lebih sulit dan merupakan perjuangan yang amat penting melawan hawa nafsu pribadi, sikap mementingkan diri sendiri, ketamakan, iri hati, dengki, hasad, dan kejahatan. Jihad ini dianggap jihad yang lebih besar karena membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan manusia sepanjang hidupnya. Perjuangan melawan hawa nafsu dan godaan setan berlangsung terus menerus dan dihadapi secara individual. Hal itu berbeda halnya dengan perjuangan fisik (perang). Walaupun perang mengorban nyawa dan harta namun hanya berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas dan dilakukan secara kolektif.
Terhadap hadis di atas Yusuf Qardawi memberikan komentar bahwa matn hadis ini tidak boleh dipahami secara implisit (tekstual), yang terkesan merendahkan nilai jihad di jalan Allah, meremehkan kedudukan dan keutamaannya dalam Islam, serta urgensinya dalam mempertahankan eksistensi umat Islam dan simbol-simbol sakralnya dari serangan musuh Islam. Namun harus dipahami secara eksplisit bahwa betapa pentingnya memberi perhatian pada jihad terhadap jiwa (nafs) sendiri, melatihnya, berusaha mengekang keinginannya dengan ketakwaan serta melawan dorongan hawa nafsu, sehingga jiwa itu berpindah dari kondisinya sebagai jiwa ammarah bi al-suu menjadi jiwa al-nafsul lawwamah dan meningkat menjadi jiwa yang tenang al-nafs al-mutma’inah). Hal itu membutuhkan jihad yang panjang, mendalam dan banyak halangannya, namun hasilnya penuh keberkahan dan kebaikan. Tidak diragukan bahwa akhir dari perjalanan yang melelahkan ini adalah petunjuk ke jalan Allah,25 sesuai firman Allah dalam QS. al-Ankabut: 69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
‘Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.’
Hal itu didukung oleh hadis Nabi saw:
 الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ )رواه الترمذي عن فَضَالَةَ بْنَ عُبَيْدٍ)26
‘Seorang mujahid adalah orang yang memerangi hawa nafsunya.’ (HR Turmizi dari Fadlalah bin ‘Ubaid)
 Tegasnya, perjuangan memerangi hawa nafsu tidak kalahnya pentingnya dibandingkan dengan jihad melawan musuh Islam yang zahir yang dilawan dengan kekuatan dan pengorbanan nyawa dan harta. Bahkan dalam pelaksanaan jihad fisik sebenarnya pengaruh hawa nafsu ikut andil dan menentukan, yakni melawan rasa takut baik ketakutan terhadap kematian maupun ketakutan kekurangan atau kehilangan harta benda. Dengan demikian perjuangan melawan hawa nafsu secara kontinyu merupakan bagian dari jihad.
Berdasarkan uraian di atas, secara sederhana jihad terbagi 2 dimensi yakni:
(1) Jihad internal (al-jihad al-akbar) merupakan perjuangan mengendalikan diri dari sifat-sifat negatif dan perjuangan meningkatkan kualitas intelektualitas dan integritas kepribadian individu dan masyarakat. Di antara jihad dalam dimensi ini adalah perjuangan secara sungguh-sungguh seorang pelajar atau mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. Dia harus berjuang melawan rasa malas selama studi, berjuang untuk membayar biaya studi dan memanfaatkan waktunya secara baik. Begitu pula kerja keras ayah mencari rezki untuk menafkahi keluarga (anak istrinya), perjuangan seorang wanita yang berperan ganda sebagai ibu dan ayah bagi anak-anaknya; perjuangan setiap muslim untuk mewujudkan kehidupan Islami berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadis; serta kritik konstruktif terhadap penguasa yang memperlakukan rakyatnya dengan semena-mena.
       Perjuangan dan pengorbanan seorang pelajar atau mahasiswa dapat menghindarkannya dari musuh kebodohan sehingga dapat menjalani kehidupan di dunia dengan baik serta mempersiapkan kehidupan akheratnya dengan baik pula. Dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dia dapat memberikan kemaslahatan baik untuk dirinya maupun masyarakat, sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna. Keberadaannya dapat memberikan solusi dan bukan menjadi sumber masalah bagi masyarakat, dapat memberikan cahaya kalbu dan pikir bagi orang yang membutuhkan pencerahan akal pikiran dan hatinya, bukan menjadi sumber kesesatan bagi orang lain. Bisa memberikan kesejukan dan bukan menjadi sumber keresahan bagi masyarakat.
       Begitu pula perjuangan dan pengorbanan para guru dan dosen tanpa kenal lelah dalam jangka waktu yang cukup lama dalam usaha mengantarkan anak didiknya meraih masa depannya. Perjuangan dan pengorban mereka terkadang dilupakan oleh masyarakat dan anak didiknya sendiri, namun Tuhan memberikan penghargaan dengan pahala yang tetap mengalir meskipun yang bersangkutan telah tiada.
       Perjuangan dan pengorbanan ayah atau ibu dapat melindungi dirinya dan keluarganya dari kelaparan atau kemiskinan, karena kemiskinan dapat menjerumuskan seseorang kepada kekufuran (kadal faqru an yakunal kufra). Perjuangannya dapat mengantarkan anak-anaknya menjadi manusia yang taat kepada Allah dan berbakti kepada orang tua, serta kemaslahatan agama dan umat manusia. Allah memberikan penghargaan yang besar dan mulia terhadap pengorbanan orang tua itu dengan memberikan pahala yang berkelanjutan walaupun mereka telah meninggal dunia melalui doa anak yang berhasil dididiknya menjadi anak saleh.
(2) Jihad eksternal (al-jihad al-asghar) meliputi perjuangan dengan fisik di medan pertempuran sesuai dengan etika perang dalam Islam. Perjuangan fisik di medan jihad terkadang menyebabkan kematian (pengorbanan nyawa) yang mendapat anugerah kemuliaan di sisi Allah berupa syahid. Balasan bagi seseorang yang mati syahid adalah surga.
C. REINTERPRETASI CAKUPAN JIHAD DAN URGENSI JIHAD DALAM KONTEKS
     KEKINIAN
 Di era globalisasi dan transformasi nilai seperti ini, jihad perlu dikembangkan secara proporsional sehingga klaim bahwa “jihad selalu identik dengan perang dan Islam melegalkan perang” dapat dieliminasi. Klaim itu sangat tidak rasional dan tidak memiliki justifikasi legal formal dalam Islam, sebab Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi aspek kemanusiaan (humanis), toleran dan mengutamakan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Sesuai uraian di atas jihad memiliki 2 dimensi: perjuangan bersifat internal (al-jihad al-akbar) dan perjuangan yang bersifat eksternal (al-jihad al-asghar). Perjuangan secara internal artinya seorang muslim berjuang dan berusaha untuk meningkatkan kemapanan dan kesejahteraan yang bersifat individual, sedangkan perjuangan yang bersifat eksternal yakni perjuangan yang bersifat komunal dan inilah yang biasa diistilahkan dengan “perang.”
Kedua model perjuangan ini memiliki tujuan yang sama yakni dalam rangka meninggikan agama Allah dan mencari keridaan-Nya. Dalam melaksanakan kedua perjuangan tersebut dibutuhkan suatu modal dasar berupa kesabaran dan komitmen yang tinggi. Dengan demikian, jihad mana yang paling urgen (penting) dalam kehidupan manusia pada era modern?
Secara umum, jihad internal itu yang paling signifikan sebab jihad semacam ini jangkauannya luas, sedangkan jihad dalam makna perang kemungkinan terjadi hanya sekali-kali pada saat daerah/negara dalam kondisi terancam.
Jihad yang bermakna “perang” pada awal perkembangan Islam sebagai pondasi dalam melaksanakan dan mempertahankan jihad non perang dan jihad inilah yang perlu diperhatikan umat Islam sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan pejuang Islam dahulu. Di antara agenda jihad sekarang, adalah pemberantasan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan yang banyak melanda dunia Islam.
Salah satu upaya jihad sebagai bentuk pemberdayaan komunitas muslim itu adalah melalui peningkatan pendidikan dan memperkenalkan berbagai pendekatan dalam mengkaji Islam dan atau memberi kesempatan pengembangan potensi manusia manusia di bidang ekonomi, politik, astronomi dan pengetahuan lainnya. Ide pengapdosian ilmu pengetahuan dari non muslim oleh sebagian kelompok ekstrim muslim dilarang terutama ilmu pengetahuan yang bernuansa Islam di beberapa universitas negara Barat dengan alasan akan mengacaukan pemahaman keagamaan mereka.
Namun demikian, belajar dari non muslim bisa saja dilakukan sebab akan berimplikasi melahirkan generasi muslim yang open-minded, tidak eksklusif dan mampu bersaing secara terbuka dengan kelompok manapun di luar Islam. Selain itu, mereka tidak bisa dijadikan sebagai antek-antek non muslim dan menjadi muslim yang mandiri. Contohnya, keberanian presiden Iran yang menentang kebijakan Amerika dan sekutunya tentang pengembangan tenaga nuklir yang bertujuan untuk sumber tenaga listrik dan pemanfaatan lainnya.
Bentuk jihad lainnya adalah penegakan keadilan dan kebersamaan termasuk dengan kelompok non muslim. Islam mengajarkan untuk tetap berlaku adil dan memaafkan sekalipun itu telah mengkhianati umat Islam (QS al-Maidah: 2, dan 8).
Tegasnya, pemaknaan jihad di era kontemporer lebih difokuskan pada makna non fisik yakni perjuangan untuk meningkatkan intelektual, integritas dan kesejahteraan manusia baik secara individual maupun kolektif. Namun pada kondisi tertentu makna jihad bisa saja dimakna peperangan di medan pertempuran tetapi tetap harus sesuai dengan etika perang, yakni menyampaikan dakwah (pemberitahuan) tentang Islam sebelum peperangan, larangan berbantah-bantahan, larangan mengarahkan senjata ke perkampungan muslim dan larangan untuk membunuh anak-anak, perempuan, orang tua jompo dan pendeta kecuali mereka yang memiliki andil dalam peperangan itu.
D. HUKUM ISLAM TENTANG JIHAD
Pakar hukum Islam secara umum berasumsi bahwa jihad dalam Islam itu terbatas pada makna yang sempit yakni terbatas pada peperangan fisik. Namun demikian sebenarnya jihad bukan semata-mata berarti berjuang di medan peperangan melainkan dapat bermakna setiap usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka meraih keridaan Allah.
Term جاهد dalam QS al-Ankabut (29): 6 dan lafal  جاهدوا dalam QS al-Ankabut (29): 69 oleh Abdullah Yusuf Ali diartikan sebagai “usaha yang sungguh-sungguh mencari keridaan Allah. Barangsiapa berusaha dengan sungguh-sungguh mencarinya, maka ia akan mendapat petunjuk dan rahmat Allah swt.
Sedangkan kata جاهد dalam dalam QS al-Ankabut: 6 diartikan sebagai usaha, bahwa setiap usaha manusia mencari kebaikan akan menguntungkan dirinya sendiri, sebaliknya tanpa usaha yang sungguh-sungguh dan menyerah kepada nafsu yang selalu mendorong berbuat kejahatan akan berbahaya terhadap dirinya sendiri.
Jihad yang dimaksud dalam ayat di atas bukan dalam pengertian mengangkat senjata karena ayat ini termasuk Makkiyah sedangkan perintah perang disyariatkan pada periode Madaniyah. Menurut al-Biqa’i, kata jihad dalam ayat ini berarti “mujahadah,” yakni upaya sungguh-sungguh melawan dorongan hawa nafsu, karena itu tidak disebut obyeknya dan karena itu pula maka yang disebut meraih manfaatnya adalah kata nafsu, sebab ia selalu mendorong kepada kejahatan.
Begitu pula pendapat Wahbah al-Zuhaili, makna jihad dalam ayat ini ialah barangsiapa yang bersungguh-sungguh melawan pengaruh hawa nafsunya dengan melaksanakan segenap perintah Allah dan menghindari segala larangan-Nya, maka hasil mujahadah-nya akan ia rasakan, demikian pula manfaat dari perbuatannya akan kembali kepadanya, dan ia akan nikmati sendiri, bukan orang lain.
Mengenai hukum jihad fisik dalam arti perang adalah jika umat Islam diserang tiba-tiba oleh musuh, maka umat Islam secara individu berkewajiban untuk mempertahankan wilayah dan identitas umat Islam sesuai dengan kemampuan mereka. Namun hukum berjihad (memerangi musuh) menjadi fardu kifayah (kewajiban kolektif) jika peperangan itu dilakukan berdasarkan perencanaan dan strategi yang matang.
Jihad non fisik diwajibkan kepada setiap individu (fardu ‘ain) jika berkaitan dengan hal-hal sbb: (1) bertujuan untuk mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan; (2)  menyangkut persoalan pendidikan; (3) perekonomian dan kesejahteraan.
Bahkan mencari solusi untuk meningkatkan kualitas individu dan komunitas sebagai jihad jauh lebih penting daripada pemaknaan jihad dalam arti perang/perlawnan fisik. Karena keimanan yang kokoh bahwa Allah penguasa dan pemberi rezeki dan kasih sayang misalnya merupakan sentral keyakinan dalam menjalankan lini kehidupan manusia sehingga apapun yang dilakukannya selalu optimis, toleran dan bersifat kasih sayang terhadap yang lainnya termasuk pada binatang dan lingkungan sekitarnya.
Peningkatan ilmu pengetahuan (pendidikan) juga merupakan unsur penting karena dengan ilmu pengetahuan manusia dapat tetap eksis dan mamu meningkatkan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan. Orang yang berkualifikasi pendidikan rendah misalnya sangat sulit untuk bersaing (berkompetisi) baik dalam taraf kualitas intelektualnya maupun untuk hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi dan kesejahteraan. Dalam penyelesaian konflik Palestina – Israel, orang Islam yang memiliki ilmu pengetahuan (politik Islam) berbeda menyikapinya dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan politik Islam. Manusia yang berilmu cenderung memberikan alternatif dan memikirkan kemungkinan melakukan diplomasi, negosiasi dan berbagai manuver politis yang selalu mengarahkan pada perdamaian.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki pengetahuan hanya bisa berargumentasi melawannya dengan kekerasan ke perkampungan Israel, bahkan bentuk perlawanan itu diarahkan di luar teritorial daerah konflik seperti pengeboman di Bali dan sejumlah tempat di Jakarta sebagai ungkapan pembalasan terhadap penderitaan dan peperangan di Palestina. Hal ini mengindikasikan pentingnya peningkatan pemahaman atau pendidikan sehingga manusia selalu melihat persoalan dengan bijaksana dan penuh pertimbangan.
Jadi, jihad non fisik dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan, pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan sebagai aplikasi bentuk jihad adalah wajib hukumnya baik pada tataran personal maupun kolektif. Begitu pula jihad dalam arti perang juga wajib, meskipun ini sangat terbatas pada konteks kekinian.
Sebaliknya, penyalahgunaan konsep jihad dengan melakukan tindakan destruktif, pembunuhan, perampokan, pembajakan dan pengintimidasian sebagai bagian dari tindakan terorisme hukumnya haram. Karena beberapa pertimbangan: (1) terorisme bertentangan dengan nas-nas yang melarang berbuat kerusakan dan menghancurkan sesuatu di bumi (QS. al-Baqarah: 11) dan larangan mengandung hukum haram; (2) terorisme bertentangan dengan prinsip al-daruriyat al-khamsah yang menegaskan bahwa umat Islam wajib melindungi 5 kebutuhan manusia yakni keselamatan agama, jiwa, keturunan, harta dan akal; (3) terorisme bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, permusyawaratan dan keadilan dalam Islam (QS al-Baqarah: 177, 188,236-241).
Hal yang sama aksi bom bunuh diri sebagai bagian dari aksi terorisme adalah haram hukumnya, sebab Allah melarang manusia mencelakakan dirinya sendiri (wala tul bi aydikum ilat tahlukah). Sedangkan aksi bom bunuh diri yang dilakukan pejuang Palestina dengan sasaran militer Israel adalah termasuk jihad sehingga hukumnya adalah boleh.


TERORISME DAN BOM BUNUH DIRI
E. Pengertian Terorisme
Wacana tentang terorisme telah muncul sejak ribuan tahun silam dan menjadi legenda dunia, namun sampai kini belum ada satu kesepakatan mengenai makna terorisme, karena adanya perbedaan persepsi, visi dan kepentingan dalam memandang masalah terorisme ini. Bahkan PBB pun tidak berhasil merumuskan satu definisi yang bisa diterima oleh semua anggota PBB.
Menurut al-Juhani, tidak adanya rumusan terorisme dapat dapat disepakati oleh bangsa-bangsa di dunia disebabkan antara lain banyaknya pendapat mereka dalam membicarakan masalah ini. Selain itu, perbedaan cara pandang mereka dalam menyikapi suatu tindakn teror, sebagian mereka menganggapnya benar-benar sebuah tindakan teror, sedang yang lain justru melihatnya sebagai suatu tindakan yang dapat dibenarkan (justifiable), yakni tidak dikategorikan sebagai tindakan terorisme. Selanjutnya, juga disebabkan adanya istilah-istilah lain yang memiliki makna yang sangat dekat dengan istilah terorisme misalnya istilah kekerasan politik dan kejahatan terorganisasi. Persoalan yang turut menyebabkan perbedaan pemahaman tentang terorism adalah perbedaan motivasi, tempat waktu dan budaya.18
Terlepas dari kesulitan tersebut, terdapat sejumlah definisi terorisme. Secara etimologis, terorisme memiliki beberapa makna, yakni:
a)  Attitude d’intimidation (sikap menakut-nakuti).
b) Use of violence and intimidation, especially for political purposes (penggunaan kekerasan dan intimidasi terutama untuk tujuan-tujuan politik).
c) Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktek-praktek tindakan teror.
d) Sikap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan (fear and dispear).19
Sedangkan pengertian terorisme secara istilah dikemukakan para pakar sbb:
a. Menurut Thornton: Terrorism is a symbolic act designed to influence political behaviour by axtra normal means, entailing the use of threat or force
    (Terorisme adalah penggunaan teror sebagai tindakan simbolik yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ektra normal khususnya penggunaan ancaman atau kekerasan).
    Azyumardi Azra mengomentari pengertian ini dengan membedakan dua kategori penggunaan teror yakni enforcement terror sebagai alat penguasa untuk menindas pihak-pihak yang beroposisi dengannya. Penggunaan teror yang lain adalah agitational terror sebagai upaya merongrong kewibawaan pemerintah yang berkuasa.
b. Menurut Peter Soderberg: Terorisme adalah upaya menempuh cara-cara kekerasan untuk suatu target-target politis, dilakukan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Metode kekerasan bertujuan sebagai ungkapan kemarahan atau penentangan secara politis terhadap pemerintah resmi disebabkan negara tidak memenuhi tuntutan mereka.
    Peter Soderberg menjelaskan aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok oposisi untuk menekan pemerintah agar tujuan mereka inginkan dapat terwujud. Namun jika pertentangan itu terjadi antara dua kubu meskipun non militer, maka ia tidak lagi menyebutnya sebagai tindakan teror melainkan sebuah peperangan.
     Pemikiran Peter Soderberg mirip dengan Thornton, hanya saja sifatnya terbatas pada tindakan kekerasan yang ditujukan untuk mengganggu kebijakan pemerintah secara politis. Adapun tindak kekerasan yang dimaksud mencakup semua bentuk kekerasan baik yang dilakukan seseorang atau beberapa orang dan berdampak pada pihak lain baik secara kejiwaan, maupun fisik misalnya intimidasi, menakut-nakuti, penindasan, pembungkaman lembaga pers, pengancaman, dan pembunuhan dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme.
c. Menurut Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah al-Azghar al-Syarif (Organisasi Pembahasan Fiqh dan Ilmiah Al-Azhar): Terorisme adalah tindakan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan masyarakat, kepentingan umum, kebebasan dan kemanusiaan serta merusak harta dan kehormatan karena ingin berbuat kerusakan di muka bumi.
d. Menurut Federal Bureau of Investigation (FBI atau Biro Penyelidikan Federal): Terrorism is the unlawful use of force or violence against persons or property to intimidate or coerce a government, the civilian population, or any segment, in furtherance of political or social aobjectives
    (Terorisme adalah tindakan kekerasan yang melanggar hukum dilakukan terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi pemerintah, penduduk sipil atau segmen lainnya dalam rangka mencapai tujuan politik dan sosial).
e. Menurut pasal 6 Perpu Nomor 1 Tahun 2002, terorisme adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.20
Jadi, pengertian terorisme secara operasional adalah setiap tindakan atau ancaman yang dapat mengganggu keamanan orang banyak baik jiwa, harta maupun kemerdekaannya yang dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun negara.







1Lihat Moh. Guntur Ramli dan A. Fawad Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad (Cet. I; Jakarta: LSIP, 2004), h. 3. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam karya Abu Hasan al-Mawardi, Kitab al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayyat wa al-Diniyyah (Beirut: Dar al-Fikr, [t.th.]).
2M. Quraish Shihab, Lentera Hati (XVIII; Bandung: Mizan, 1999), h. 106.
3Lihat Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam (Cet. I;  Balitbang dan Diklat Depag RI, 2009), h. 1.
4 Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Uma (Cet. XII; Bandung: Mizan, 2001), h. 501.
5Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim ibn Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan al-‘Arab, Juz I (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), h. 521. 
6Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), 106.
7M. Quraish Shihab, op.cit., h. 501-502.
8Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV Indah Press, 2002), h. 85.
9M. Quraish Shihab, Lentera Hati, h. 107-108.
10al-Ragib al-Asfahani, al-Mufradat fi Garib al-Qur’an, h. 100 dalam Kasjim Salenda, op.cit., h. 132.  
11Kamil Salamah al-Daqs, al-Jihad fi Sabilillah (Cet. II; Beirut: Muassasat ‘Ulum al-Qur’an, 1988), h. 10.
12 Ibn Manzur, op.cit., h. 521.
13Khaled Abou El-Fadl, The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists (New York: Harper San Fransisco, 2005), h. 221-225, dalam Kasjim Salenda, op.cit., h. 24.
14Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz VIII (Cet. IV; Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h. 5846.
15Departemen Agama RI, op.cit., h. 85.
16Muhammad Sa’id Ramadan al-Buti, al-Jihad fi al-islam kaifa Nafhamuhu wa Kaifa Numarisuhu? (Beirut: Dar al-Fikr al-Ma’asir, 1993), h. 3-4.
17Lihat Kasjim Salenda, op.cit., h. 139-140.
21Ibid., h. 133-135.
22 Ibid., h. 135-136.
23Ibid., h. 138.
24Matn hadis ini masih diperselisihkan oleh para ulama hadis.
25Lihat Yusuf Qardawi, Hady al-Islami Fatawi Mu’asirah, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 123-124.
26al-Turmizi dalam CD hadis Sunan al-Turmizi, kitab Fada-il jihad ‘an Rasulillah, hadis nomor 1546.
18Lihat Ali Faiz al-Juhani, al-Fahm al-Mafrud li al-Irhab al-Marfud (Cet. I; Riyad: [t.tp], 2001), h. 14 dalam ibid., h. 77.
19Ibid., h. 79-80.
20Ibid., h. 80-82. 

Catatan Tambahan:

Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli di toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman seharga 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/bookprice_offer/show?token=58128ac02eb5828663bd59fe736ca2a9941d106a&auth_token=d3d3LmxhcC1wdWJsaXNoaW5nLmNvbToyZWQxNTcyMDM5M2YwMDMzYzhkYjE2MjFiYmJjYjQ3Zg==&locale=gb

12 komentar:

  1. Bissmillah..

    Assalamualaikum wr..wb..
    Dari posting yang saya baca di atas sangat menarik sekali materi yang pak sampaikan sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan dari saya yaitu :
    1.Sebenarnya yang menjadi terorisme islam atau aliran-aliran di samping islam ??
    2.Bagaimana kita harus menanggapi pernyataan non muslim terhadap kita tentang islam adalah teroris ??
    3.Bagaimana tanggapan pak terhadap bom bunuh diri pada 12 oktber 2002 lalu tepatnya 1 tahun 1 bulan 1 hari setelah kejadian WTC 1 september 2001, apakah ada kaitannya ?? dan apakah itu termasuk dalam konteks jihad juga ??
    4.Dan yang terakhir bagaimana saran pak kepada pemerintah agar idonesia tidak ada lagi teroris dan bom bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini ??

    Sekian pertanyaan saya bila ada kekeliruan mohon dimaafkan

    Wassalamualaikum….

    BalasHapus
  2. Asalamualaikum wr, wb.
    Dari penjelasan materi yg saya baca diatas, sangatlah menarik sekali dan
    Sekaligus menambah wawasan bagi kita pembaca, karena selama ini yg saya tahu tentang jihad itu adalah sekelompok orang yg berperang untuk membela agama islam, dan setelah pak jelaskan secara singkat di ruangan kuliah, dan setelah saya membaca isi dari materi diatas, baru saya mulai memahami bahwa jihad itu banyak klasifikasinya, dan hampir setiap hari terjadi di kehidupan kita sendiri.
    Mungkin itu saja komentar singkat dari saya.
    Wasaiamualaikum wr..wb..

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum wr, wb
    Dari tulisan bapak yang say abaca, maka saya dapat memahami bahwasanya antara Jihad dan Teroris sangatlah berbeda jauh dari yang dipahami oleh orang-orang yang memahami Jihad sama dengan teroris, saya beranggapan bahwa yang mereka pahami hanya sebatas dari mendengar isu tentang Jidah di dalam islam secara kontekstual saja. Oleh karenanya seringkali mereka menuduh jihad sama dengan teroris.
    Sebagaimana yang bapak tuliskan, bahwa jihad tidak hanya mengenai perang fisik saja, akan tetapi yang sesungguhnya jihad bias saya contohkan saat ini saya sebagai mahasiswa dalam menimbah ilmu di jalan Allah adalah termasuk jihad, menuliskan hal-hal yang baik untuk manfaat kepada orang lain juga jihad.
    Dan teroris sebagaimana yang telah dituliskan di atas bahwa, Secara etimologis, yakni: asikap menakut-nakuti). penggunaan kekerasan dan intimidasi terutama untuk tujuan-tujuan politik. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktek-praktek tindakan teror. Sikap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan. Maka sudah pati berbeda antara jihad dan terorisme.
    Saya sarankan kepada teman-teman yang telah membaca tulisan ini agar dapat menyampaikannya kepada orang lain yang mungkin belum memahami perbedaan antara jihad dan terorisme itu sendiri. Wallahu ‘alam,,,
    Wassalamu’alaikum,,,, wr wb

    BalasHapus
  4. assalam,,, MERDEKA
    NAMA SAYA SUKMAN AMIR
    saya fikir dari uraian di atas telah jelas perbedaan antara jihad dan teroris karena jihad adalah perbuatan membela dan jalan terahir bagi kaum muslimin....
    menurut saya lewat desertasi bapak di atas ada perbedaan besar antara jihad karena kepentingan sosial politik dan jihad karena akidah,harta,keluarga terzalimi lalu mereka bangkit dan melawan,,,
    menurut saya bom bunuh diri boleh boleh saja asalkan dalam situasi perang tapi kalau semisalkan kita tidak berada dalam situasi tersebut jika terdapat jalan lain selain itu maka kita boleh dan harus memilih jalan itu,,saya ingin kita kembali mengenang peristiwa bom bali saya kira ini adalah perbuatan makar karena manusia yang tidak berdosa juga ikut terseret oleh kematian dan alam akan rusak akibat ulah seseorang yang tidak menghargai perbedaan,, jika teroris itu benar dan bom bunuh diri itu boleh maka hancurlah eskalasi peradaban manusia di era modern seperti ini... untuk kita tentu memahami bahwa kalau jihad adalah curahan kekuatan untuk membela,, baik membela hawa nafsu maupun membela keluarga agama,
    untuk teroris ini adalah keinginan untuk berkuasa dan menghancurkan orang atau tempat apapun yang menghalangi pergerakan kaum teroris ini,,,,
    jadi teroris itu pergerakanya melalui tindakan makar untuk suatu perubahan,, dan melakukan apa saja demi terwujudnya orientasi politik atau kepentingan teroris tersebut...tapi yang menjadi kebingungan di kalangan iumat muslim saat ini,, tentang siapakah sebenarnya teroris,,? apakah orang islam yang mempertahankan negaranya karena di ambil hasil buminya,, ataukah orang yang bernafsu menghegemoni bangsa lain,,,
    lalu ketika anak bangsa timur tengah melakukan pemboman terhadap gedung putih(AMERIKA) karena membela negerinya yang tengah di ambil minyak buminya ataukah orang yang berusaha menjajah bangsa lain karena keserakahan menguasai bumi orang lain,, lalu orang yang melakukan bom bunuh diri dianggap teroris padahal dia tengah membela negaranya karena ekonominya di rampas..mereka (AMERIKA) menuduh islam teroris padahal mereka yang teroris...

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Assalamualaikum.wr.wb . . .

    Muhammad Zaid Ulath [ JS A ]
    Dari penjelasan diatas , saya ingin membuat ringkasan dan mungkin sedikit tambahan agar lebih menambah pengetahuan teman-teman dan juga masyarakat awam yg mungkin sedikit belum mengerti tentang perbedaan atau kaitan
    jihad dan terorisme.
    Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta dan juga merugikan kesejahteraan masyarakat.
    Terorisme ini merupakan salah satu bentuk kejahatan yang diorganisir dengan baik yang bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang tidak membeda-bedakan sasaran.

    Sedangkan jihad itu adalah segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya, dan segala upaya yang sungguh-sungguh untuk menjaga dan meninggikan agama Allah.
    perbedaannya jihad dan terorisme, kalau Terorisme ini bersifat merusak dan anarkis. Dan tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan atau menghancurkan pihak lain, dan yang dilakukan dengan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
    Sedangkan jihad itu bersifat melakukan perbaikan sekalipun dilakukan dengan cara peperangan. Jihad itu bertujuan untuk menegakkan agama Allah dan atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi. Jihad dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh dan sudah jelas.
    Hukum melakukan teror itu adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan atau kelompok, maupun negara.
    Allah Swt berfirman ”Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya...”, (QS. Al Maidah [05]: 32)

    Rasulullah Saw juga bersabda: ”Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti orang muslim lainnya” (HR. Abu Dawud)

    Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib, berdasarkan firman Allah Swt: ”dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfal [08]: 60)

    ”Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". (Al Hajj [22]: 39-40)

    Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka berkata: Tiada Tuhan selain Allah.”

    Dalam hadits lain, Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Anas, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Jihad berlaku sejak Allah mengutusku sampai umat terakhirku memerangi Dajjal. Dia tidak dibatalkan oleh kelaliman orang yang lalim, dan tidak pula oleh penyelewengan orang yang menyeleweng.”

    Mungkin dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa tidak ada kaitan antara perilaku/aktivitas terorisme dengan jihad. Terorisme bukanlah jihad, jihad juga bukan terorisme.

    .......
    ??. Malah, kalau jika kita mau jujur, kalau dilihat dari makna dan praktiknya maka tindakan Israel saat menyerbu Palestina adalah tindakan terorisme yang sesungguhnya. Demikian pula juga tindakan Amerika Serikat dibawah pimpinan Bush yang dilanjutkan oleh Barack Obama dalam menghancurkan Afghanistan dan Irak adalah tindakan terorisme. Menurut saya sejatinya Israel dan AS lah terorisme sejati, bukan umat Islam.

    Mungkin itu saja sedikit penjelasan saya, mudah-mudahan bisa menjadi ilmu dan menambah pengetahuan kita semua . . .
    Kalau ada salah kata atau kekurangan mohon di benarkan, manusia ada kelebihan dan kekurangan dan tak luput dari kesalahan.
    Wallahu a’lam bi shawab . . .

    Trimkasih.

    BalasHapus
  7. ASSALAMUALAIKUM WR. WB
    NAMA : SUPRAPTO RATAU
    KLS : HPI/A/ V

    Dari penjelasan di atas mengenai jihad lebih saya fahami yaitu tujuan jihad adalah untuk menguji kesabaran
    Untuk penjelasan mengenai jihad sesuai di paparkan diatas bahwa jihad itu terbagi atas dua yaitu jihad secara fisik dan jihad tidak secara fisik
    Jihad secara fisik yang saya pahami yaitu orang yang berjuang dengan dengan sekeras tenaga, mengorbankan jiwa, harta, jati diri
    Jihad tidak secara fisik
    1. Jihad melawan hawa nafsu
    2. Jihad melawan syaitan
    3. Jihad dalam ilmu pendidikan
    4. Jihad di bidang ekonomi dll
    Sehingga saya menganalisa bahwa ternyata untuk mencari syurga Allah SWT. Banyak jalan untuk menggapainya salah satu contoh, saya sebagai mahasiswa menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh bahwa itu juga termasuk jihad.
    Sedangkan terorismen dan bom bunuh diri itu merupakan suatu perbuatan yang sangat keji. Dan dimana kita ketahui bahwa terorisme adala sebuah aliran atau gerakan untuk mencari kepentingan pribadi terutama tujuan polotik dan gerakannya juga membuat kita merasa ketakutan karena yang mereka lakukan dengan cara bom bunuh diri.
    Jadi jika dikaitkan bahwa terorisme dan bom bunuh diri itu di katakan sebagai jihad maka itu sebuah pemaknaan yang salah, dan kita sebagai mahasiswa yang mempunyai intelektual kita jangan terpropoganda oleh hal-hal seperti ini.

    BalasHapus
  8. ASSALAMUALAIKUM
    NAMA : ARMIN PULU

    Dari pemaparan penjelan di atas sungguh sangat menarik sekali karena jihad dan teroris yang di maknai bahwa teroris dan bom bunuh diri itu merupakan suatu tindaka jihad sesuai dengan penafsiran mereka.
    Sederhana dari saya bahwa kita sebagai mahasiswa harus lebih memahami dan membedakan jihad yang sesungguhnya dan mana jihad yang tidak sesungguhnya seperti isi materi diatas bahwa jihad terbagi atas dua. Dan lebih kita ketahui teroris merupakan suatu tindakan criminal berat, karena membunuh orang dengan kejam sepeti yang pernah terjadi dan telah kita ketahui bersama.
    Itulah penjekasan singkat dari saya mengenai jihad versus teroris dan bom bunuh diri.
    Terimah kasih

    BalasHapus
  9. Assalamualaikum Wr. Wb
    Nama : Ida Apriani
    Kelas : Js – B

    Dari penjelasan materi yang pak paparkan di atas , sangatlah menarik dan menambah wawasan bagi saya maupun pembaca yang lain, karena penjelasan tentang jihad yang saya tahu yaitu seseorang atau sekolompok orang berperang untuk membela agama islam di jalan Allah SWT, tetapi dari penjelasan di atas ternyata jihad bukan Cuma itu, tetapi jihad juga sebagai berikut :

    1. Jihad melawan hawa nafsu
    2. Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia
    3. Jihad menghadapi orang –orang yang senang berbuat maksiat
    Sekian komentar saya bila ada kekeliruan, saya mohon maaf

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    BalasHapus
  10. Assalamualaikum Wr. Wb
    Nama : M. Nur Ulfah Suneth
    Kelas : Js – B
    Dari penjelasan materi yang saya baca di atas, sangatlah bagus, menarik dan lebih menambah wawasan bagi pembaca, penjelasan tentang jihad yang saya tahu yaitu seseorang atau sekolompok orang berperang untuk membela agama islam di jalan Allah SWT, tetapi dari penjelasan di atas ternyata jihad bukan Cuma itu, tetapi jihad juga sebagai berikut :
    1. Jihad melawan hawa nafsu
    2. Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia
    3. Jihad menghadapi orang –orang yang senang berbuat maksiat
    4. Jihad melawan orang – orang munafik
    5. Jihad melawan orang – orang kafir
    Dan dari penjelasan di atas saya juga dapat lebih mengetahui tentang terorisme, yang secara etimologis, terorisme memiliki beberapa makna, yakni :
    1. Sikap menakut – nakuti
    2. Penggunaan kekerasan dan intimidasi terutama untuk tujuan – tujuan politik
    3. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik)
    4. Sikap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan.
    Sekian komentar saya bila ada kekeliruan, saya mohon maaf
    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    BalasHapus
  11. Nama: sabar toda besan
    Jurusan :HPI (b)/ V

    Assalamualaikum,,

    Dari penjelasan di atas sangat menarik sekali apa yang pak paparkan sehingga menambah pengetahuan saya bahwa ternyata bom bunuh dan terorisme itu berbeda selain itu ada juga klasifikasi jihad sebagai berikut :
    1. Jihad melawan hawa nafsu
    2. Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia
    3. Jihad menghadapi orang –orang yang senang berbuat maksiat
    4. Jihad melawan orang – orang munafik
    5. Jihad melawan orang – orang kafir

    BalasHapus
  12. SAHRIYANI RUMAHULIS
    HPI / B
    SMSTER : V (LIMA)

    Assalamualikum…wr…wb.
    Dalam pembahasan atau uraian di atas sangat menarik buat saya, karena pembahasan tersebut membicarakan atau mengkaji tentang jihat. Dan kita sebagai umut islam harus tau bahwa jihat merupakan peran untuk melawan musuh dan peran melawan
    -hawanapsu
    -kemiskinan dan
    -Kebodohan
    Jihay merupakan amal ibadah sehingga jihat menuntut kemampuan seseorang. jadi,kita sebagai umut islam harus bertekat melawan ujian atau cobaan yang di berikan oleh allah kepada kita, karena jihat merupakan suatu ujian atau cobaan kualitas terhadap kita sebagai umat isla, karena jihad menghadapi orang orang yang senang berbuat maksiat, dan orang orang yang durhaka ,namun demikian jihat bukan semata mata berarti berjuang di bidang perang, namun melainkan usaha yang sunguh sunguh dilakukan oleh seseorang dalam rangkah merai keridaan Allah,
    Itu saja sedikit penjelasan dari saya tengang jihat, kekurangan dan lebihnya saya mohon maaf

    Wasalamualaikum……., wr..,wb

    BalasHapus