IBADAH
Dr. La Jamaa, MHI
A. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI
IBADAH
Ibadah
berasal dari akar kata عبد --- يعبد --- عبا د ة yang berarti “doa, mengabdi,
tunduk atau patuh kepada Allah.”
Secara
istilah, ibadah adalah “segala aktivitas yang dilakukan dengan tujuan/motivasi
(niat) untuk memperoleh redha Allah (pahala).” Atau “segala kepatuan yang
dilakukan untuk mencapai rida Allah dengan mengharapkan pahala-Nya di akherat.”
Ibadah dapat
dibagi berdasarkan klasifikasinya:
1. Berdasarkan tata cara
pelaksanaannya, ibadah terbagi dua macam:
a. Ibadah Mahdah (ibadah khusus),
yaitu ibadah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur secara jelas dan rinci
(khusus) oleh syara, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nikah, dsb.
Ibadah mahdah disebut juga ibadah ritual
karena harus dilakukan sesuai dengan ritual (tata upacara) yang telah
ditentukan dan orientasi utamanya untuk menjalin hubungan dengan Allah.
b. Ibadah ghairu mahdah (ibadah
umum/universal), yaitu ibadah yang tata cara pe-laksanaannya tidak diatur
secara jelas dan rinci oleh syara, seperti menuntut ilmu, bekerja mencari
nafkah, menutup aurat, dsb.
Disebut ibadah umum/universal karena
eksistensinya sebagai ibadah bersifat universal (umum) tetapi tata cara
pelaksanaannya diserahkan kepada adat istiadat (hasil kreasi, inovasi) manusia.
Misalnya menutup aurat (kewajiban
memakai jilbab) termasuk ibadah ghairu mahdah karena yang dijelaskan
al-Qur’an dan hadis hanya ketentuan wajib menutup aurat tetapi ketentuan
mengenai mode, kualitas kain dan sebagainya diserahkan kepada hasil kreasi
manusia. Dalam hal ini yang terpenting jilbab tersebut memenuhi syarat pakaian
yang menutup aurat yakni tidak ketat, tidak transparan serta tidak
memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya (tidak merangsang).
Menuntut ilmu juga adalah ibadah umum
karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam al-Qur’an dan hadis namun
tata caranya tidak ditentukan secara khusus oleh syara. Demikian pula bekerja
mencari nafkah.
2. Berdasarkan manfaatnya,
ibadah terbagi dua macam:
a. Ibadah Syakhsiyah (ibadah
individual), yaitu ibadah yang berupa hubungan individu dengan Tuhannya serta
manfaat (pahala)nya hanya diperoleh/dinikmati individu yang bersangkutan,
seperti shalat, puasa, haji, dsb. Jadi, manfaatnya hanya bersifat pribadi.
b. Ibadah ijtima’iyah (ibadah
sosial), yaitu ibadah yang berupa hubungan antar sesama manusia serta dapat
dirasakan manfaatnya oleh orang lain, seperti zakat, sedekah, infaq, berkurban,
menuntut ilmu, bekerja mencari nafkah, dsb.
Disebut ibadah sosial karena dalam
pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut selain
menjalin komunikasi dan hubungan dengan Allah juga dapat terjalin
hubungan harmonis dengan sesama manusia (penerima zakat, sedekah, infaq, hewan
kurban, murid yang menerima ilmu, orang lain dapat memenuhi nafkahnya) dsb.
Memberi zakat, sedekah, infaq disebut
ibadah sosial sebab diperintahkan Allah dan Rasul-Nya dan manfaatnya dapat
dirasakan oleh orang yang menerima zakat, sedekah dan infaq tersebut. Demikian
juga menuntut ilmu adalah ibadah sosial dan manfaatnya dapat dirasakan oleh
banyak orang jika ilmunya diajarkan kepada orang lain.
Untuk menentukan suatu aktivitas sebagai ibadah ditentukan oleh caranya
dan niatnya harus benar.
* Ibadah = caranya benar (+) x niatnya benar (+) = + (pahala/diredai Allah).
Misalnya: shalat dilakukan sesuai syarat dan rukunnya serta niatnya
karena Allah, akan menghasilkan pahala di sisi Allah.
* Bukan ibadah = caranya benar (+) x niatnya salah (-) = - (dosa/dimurkai Allah).
Misalnya: shalat dilakukan sesuai syarat dan rukunnya tapi niatnya
karena riya.
Menikah memenuhi
syarat dan rukunnya tetapi niatnya untuk menyakiti istri/suami.
* Bukan Ibadah = caranya salah (-) x niatnya benar (+) = - (dosa/dimurkai Allah).
Misalnya: mencuri dengan niat untuk menolong orang miskin dengan
uang curian itu.
Memberi jawaban ujian
kepada teman dengan niat menolong sesama teman.
* Bukan Ibadah = caranya salah (-) x niatnya salah (-) = + (dosa/dimurkai Allah).
Misalnya: berzina (hubungan yang salah) dan niatnya bukan untuk
hamil, biasanya mudah hamil (+).
B. DASAR HUKUM IBADAH
1. QS al-Dzariyat: 56
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi (beribadah) kepadaKu.”
2.
QS al-Baqarah: 21
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
C. PRINSIP IBADAH
1.
Ada perintah
Mengingat ibadah itu adlah hak
Allah, maka kaidah yang berlaku dalam ibadah (mahdah), adalah
الآصل
فى العبا دة البطلا ن حتى يقوم د ليل على الآمر
‘Prinsip dasar ibadah adalah
terlarang (tidak boleh dilakukan) kecuali ada perintah.’
2. Tidak
mempersulit sesuai ayat 185 QS al-Baqarah yuridullahu bi kumul yusra wala
yuridu bi kumul ‘usra (Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu).
3.
Meringankan beban sesuai ayat 286 QS al-Baqarah
la yukallifullahu nafsan illa mus’aha (Allah tidak membebani
seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya).
4. Beribadah
hanya kepada Allah, sesuai ayat 5 QS al-Fatihah iyyaka na’budu wa iyyaka
nasta’in (‘hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami mohon
pertolongan’).
5. Ibadah
kepada Allah tanpa perantara sejalan dengan prinsip tauhid dan ikhlas. Hal ini
dimaksudkan agar ibadah seseorang dapat dilakukan secara khusyu’ sesuai QS
al-Bayyinah: 5
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm
‘Tidaklah mereka disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus…’
6.
Ikhlas dalam beribadah sesuai QS al-Bayyinah: 5 di atas.
7.
Keseimbangan antara rohani dan jasmani sesuai QS al-Qashash: 77
Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari
(kenikmatan) dunia…’
Disarikan dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar