FIQH DAN KARAKTERISTIKNYA
Dr. La Jamaa, MHI
A. PENGERTIAN FIQH DAN KAITANNYA DENGAN SYARI’AH
Secara etimologis (bahasa), FIQH berasal dari akar kata kerja (fi’il)
faqaha (فقه )-yafqahu
(يفقه)-
fiqhan (فقها), yang berarti “pemahaman yang mendalam
yang membutuhkan pengerahan potensi akal. Makna ini
didasarkan kepada hadis Nabi saw:
مَن يرد الله
به خيرا يفقهه فى الد ين
‘Barangsiapa dikehendaki
Allah menjadi baik, niscaya Allah akan (memberikan) pemahaman dalam agama.” (HR Muslim)
Sedangkan
secara terminologis Fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang
mencakup seluruh ajaran Islam, baik akidah, akhlak maupun amaliah (ibadah),
sama dengan syari’iah islamiyyah. Namun
dalam perkembangan selanjutnya fiqh dikhususkan kepada hukum amaliah saja.
Secara istilah syara, seperti yang dikemukakan
oleh imam Syafi’i, al-fiqh huwa al-‘ilmu bil ahkaamis syar’iyyah
al-‘amaliyyah al-muktasab min adillatiha at-tafshiliyyah:
FIQH adalah “ilmu yang
membahas hukum-hukum syara yang berkaitan dengan amalan praktis yang diperoleh
dari (meneliti) dalil-dalil syara yang terperinci.”
Sedangkan menurut Abd. Wahab
Khallaf, FIQH adalah “ilmu pengetahuan yang membahas hukum-hukum syara yang
berkaitan dengan amal perbuatan manusia mukallaf yang digali dan dirumuskan
dari dalil-dalil yang terperinci (al-Qur’an dan hadis).”
Yang dimaksud
dengan al-‘ilmu (pengetahuan/mengetahui) dalam definisi di atas adalah
semua jenis pengetahuan, baik yang mencapai tahap keyakinan maupun yang hanya
sebatas dugaan kuat (zhan). Sebab hukum-hukum amalan praktis terkadang
disimpulkan dari dalil-dalil yang sangat kuat (qath’i) dan terkadang
disimpulkan dari dalil-dalil yang zhanni.
Yang
dimaksudkan dengan al-ahkam (jamak dari al-hukm atau hukum)
adalah semua tuntutan Allah Pembuat aturan Syara atau perintah dan larangan
Allah (khitābullah) yang berkaitan dengan perilaku manusia mukallaf, baik
dalam bentuk keputusan final, pilihan (takhyîr) maupun dalam bentuk
penetapan satu hubungan (seperti hubungan sebab akibat, dll).
Yang
dimaksudkan dengan khitābullah, adalah dampak yang wujud dari khitab tersebut,
seperti kewajiban shalat muncul dari satu perintah Allah, keharaman membunuh
muncul dari satu larangan Allah, begitu juga dengan dibolehkannya makan dan
disyaratkannya wudhu sebelum melakukan shalat.
Jadi yang
hendak diketahui dalam ilmu fiqh adalah masalah-masalah hukum bukannya zat,
sifat ataupun pekerjaan itu sendiri. Karena itu menurut imam al-Haramain, fiqh
merupakan hukum syara dengan jalan ijtihad.
Begitu juga menurut al-Amidi, bahwa yang dimaksud pengetahuan hukum
dalam fiqh adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar dan istidlal).
Pengetahuan hukum yang diperoleh tidak melalui ijtihad, tetapi bersifat
dharuri, seperti salat 5 waktu wajib, zina haram, serta masalah-masalah qath’i
lainnya tidak termasuk fiqh, sebab diketahui tanpa melalui penalaran. Jadi fiqh
bersifat ijtihadi atau bersifat zhanni.
Ilmu fiqh
adalah ilmu yang membahas dan menguraikan norma-norma dasar dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian
ada hubungan antara syariah dengan fiqh, yang dapat dibedakan namun tak dapat
dipisahkan. Dalam kepustakaan hukum Islam, syariat Islam diterjemahkan dengan Islamic
law, sedangkan fiqh Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurisprudence.
Perbedaan
antara fiqh dengan syariat:
1) Syariah
diturunkan oleh Allah, kebenarannya bersifat mutlak, sedangkan fiqh merup-akan
hasil pikiran fuqaha terhadap syariat dan kebenarannya bersifat relatif
2)
Syariah adalah satu sedangkan fiqh beragam, seperti adanya aliran-aliran hukum
yang biasa disebut mazhab
3)
Syariah bersifat tetap (tidak berubah) sedangkan fiqh mengalami perubahan
seiring dengan tuntutan ruang dan waktu, situasi dan kondisi
4)
Syariah mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, yang menurut para ahli
dimasukkan di dalamnya akidah dan akhlak, sedangkan ruang lingkup fiqh terbatas
pada hukum yang mengatur perbuatan manusia yang biasa disebut sebagai perbuatan
hukum.
Keberadaan ilmu Fiqh pada hakekatnya bertolak dari pemikiran bahwa kajian
tentang pengetahuan agama Islam pada dasarnya membicarakan 2 hal pokok, yaitu:
1)
Pengetahuan tentang apa yang harus diyakini umat Islam dalam kehidupannya, yang
akhirnya berkembang menjadi ilmu akidah.
2)
Pengetahuan tentang apa yang harus diamalkan umat Islam dalam kehidupannya,
yang akhirnya berkembang menjadi ilmu syari’ah.
Dari Ilmu
Syari’ah muncul pembahasan mengenai materi perangkat ketentuan hukum yang harus
diamalkan/dilakukan seorang muslim dalam usaha mencari kebahagiaan hidup di
dunia di akherat.
Namun
ketentuan syari’ah Allah itu terbatas pada firman Allah dan penjelasannya yang
diwahyukan melalui lisan Nabi saw. Karena semua tindakan manusia harus tunduk
kepada kehendak Allah dan Rasul-Nya, padahal kehendak Allah dan Rasul-Nya itu
sebagian tertulis dalam Khitab-Nya (berupa perintah dan larangan) yang disebut
SYARIAH, sedangkan sebagian besar lainnya tersimpan di balik/ di luar yang
tertulis tadi.
Untuk
mengetahui keseluruhan apa yang dikehendaki Allah tentang tingkah laku manusia
itu, harus ada pemahaman mendalam tentang SYARI’AH, sehingga secara amaliah
Syari’ah itu dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi bagaimana pun.
Hasil
pemahaman itu dituangkan dalam bentuk ketentuan yang terinci serta diramu dan
diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap Syari’ah. itulah FIQH. FIQH
merupakan manifestasi dari upaya merespon kehendak Allah dalam wahyu.
Menurut imam
Abu Hanifah, fiqh diartikan dengan “mengetahui hak dan kewajiban diri.”
B. URGENSI FIQH
Menurut
Wahbah Zuhailli, ilmu fiqh mampu memenuhi tuntutan manusia dengan selalu
memberikan jawaban baik yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan, maupun
sistem yang mengatur kehidupan mereka. Hukum-hukum al-Quran dan hadis terkumpul
dan mengkristal dalam fiqh sehingga tujuan utama dari agama Islam inheren dalam
fiqh. Agama Islam yang membawa sekumpulan dasar-dasar akidah yang sahih, cara
ibadah yang benar, dan aturan muamalah yang betul mempunyai tujuan
penyempurnaan agar hubungan dan perilaku social dalam masyarakat menjadi baik.
Fiqh
merupakan sisi praktikal dari syariah. Syariah sangat luas. Syariah merupakan
sekumpulan hukum yang ditetapkan Allah untuk mengatur hamba-hamba-Nya. Hukum
tsb ada yang ditetapkan Allah melalui al-Qur’an dan sunnah. Dari sisi lain,
hukum-hukum tsb ada yang mengatur tata cara berkeyakinan dan ada yang mengatur
tata cara amal-amal praktis. Yang pertama dikaji dalam ilmu kalam/ilmu tauhid,
sedangkan yang kedua dibahas dalam ilmu fiqh.
C. KEISTIMEWAAN FIQH
1) Fiqh berasaskan kepada Wahyu
Allah
Berbeda dengan hukum-hukum
positif yang ada, materi-materi fiqh bersumber dari wahyu Allah yang berada
dalam a-Qur’an dan sunnah. Dalam menyimpulkan hukum syara (ber-istinbat),
setiap mujtahid harus mengacu kepada nash-nash yang berada dalam kedua sumber
tersebut, menjadikan semangat syariat sebagai petunjuk, memperhatikan
tujuan-tujuan umum syariat dan berpegang kepada kaidah serta dasar-dasar umum
hukum Islam.
2) Pembahasan Fiqh komprehensif
mencakup segala aspek kehidupan
Bila dibandingkan dengan
hukum-hukum positif yang ada, fiqh Islam memiliki keunggulan dalam hal objek
pembahasannya. Fiqh mengatur 3 hubungan utama manusia, yaitu hubungannya dengan
Sang Pencipta, hubungannya dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan
masyarakat. Hukum-hukum fiqh adalah untuk kemaslahatan di dunia dan akherat.
Hukum-hukumnya mengandung masalah akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah,
sehingga ketika mengamalkannya, hati manusia terasa hidup, merasa melaksanakan
suatu kewajiban dan merasa diawasi oleh Allah dalam segala kondisi.
3) Fiqh sangat kental dengan
karakter keagamaan (hukum halal dan haram)
Dalam fiqh setiap pekerjaan yang termasuk kategori
muamalat pasti dihubungkan dengan konsep halal dan haram. Atas dasar itu,
hukum-hukum muamalat dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok: (1) hukum
dunia- hukum peradilan, menilai hubungan manusia dengan manusia dan (2) hukum
ukhrawi, hukum agama: keputusan hukum yang didasarkan kepada kondisi yang
sebenarnya, walaupun kondisi itu tidak diketahui oleh orang lain. Hukum ini
digunakan untuk menilai hubungan manusia dengan Allah (ibadah).
Hal itu berimplikasi pada kasus
talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya dengan tidak sengaja dan tidak
berniat mentalak istrinya, maka talaknya jatuh berdasarkan hukuman hakim,
tetapi tidak jatuh dari segi agama.
Jika membebaskan hutang orang
yang berhutang tanpa diketahui orang yang berhutang, kemudian orang itu
menuntut di pengadilan agar yang berhutang membayar hutangnya, maka hukuman
pengadilan adalah orang itu berhak mendapatkan utang tsb. Sedangkan hukuman
fatwa, dia tak berhak mendapatkannya. Sebab dia telah membebaskan hutang itu.
4) Fiqh mempunyai hubungan yang
erat dengan akhlak
Hukum fiqh terpengaruh dengan
prinsip-prinsip akhlak. Fiqh menekankan keutamaan, idealism, dan akhlak yang
mulia. Keterpengaruhan fiqh dengan unsur agama dan akhlak menjadikan fiqh lebih
dihormati dan ditaati.
5) Balasan di dunia dan akherat
bagi yang tak patuh
6) Fiqh mempunyai ciri sosial
kemasyarakatan
7) Fiqh sesuai untuk diterapkan
pada masa apa pun
8) Tujuan pelaksanaan fiqh
Tujuan pelaksanaan fiqh ialah
untuk memberikan kemanfaatan yang sempurna, baik pada tataran individu maupun
tataran resmi dengan cara merealisasikan undang-undang di setiap negara Islam
berdasarkan fiqh.
Disarikan dari berbagai sumber; buku dan kitab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar