Hukum Islam Kontemporer
BAYI TABUNG DAN RAHIM RENTAL
Dr. La Jamaa, MHI
A.
Pendahuluan
Perkawinan merupakan institusi yang
melegalkan hubungan biologis antara seorang laki-laki dengan seorang wanita.
Perkawinan dilembagakan untuk memberikan kebahagiaan kepada pasangan suami
isteri. Sumber kebahagiaan itu ternyata tidak semata-mata diperoleh dari
materi, namun ada sumber kebahagiaan lain yang selalu didambakan pasangan suami isteri, yaitu anak.
Keberadaan anak dalam sebuah rumah tangga
menjadi idaman sehingga tanpa kehadirannya akan menyebabkan kehidupan rumah
tangga terasa “kurang.” Perasaan “kurang” karena belum memiliki anak mungkin
tidak dapat diganti dengan harta yang berlimpah sekalipun.
Pasangan suami isteri yang belum memperoleh
anak bahkan gagal memiliki anak itu disebabkan oleh berbagai faktor. Bisa jadi
isteri yang lemah kandungannya atau mandul. Bisa juga disebabkan suami yang
mandul (spermanya tidak mampu membuahi ovum isterinya). Jadi, idealnya proses
pembuahan antara spermatozoa suami dengan ovum isterinya terjadi secara alamiah
melalui hubungan seksual (biologis). Namun karena adanya kendala-kendala
reproduksi tersebut, maka pembuahan gagal terjadi.
Kondisi tersebut akan menjadi problematika
yang sulit dipecahkan jika kehamilan hanya mengandalkan proses pembuahan secara
alamiah. Atas dasar itu maka teknologi kedokteran telah berhasil menemukan
solusi dalam mengangani problema kegagalan memperoleh anak melalui pembuahan
secara alamiah. Melalui teknologi kedokteran seorang wanita (isteri) dapat
hamil melalui proses bayi tabung atau inseminasi buatan.
Keberaadaan teknologi bayi tabung pada satu
sisi memberikan kemaslahatan kepada suami isteri yang sulit mendapatkan anak
melalui proses reproduksi alamiah, namun di sisi lain muncul masalah baru,
yaitu bagaimana legalitas hukum dari bayi tabung itu? Hal ini penting
dipertimbangkan karena anak yang lahir akan memiliki hak dan kewajiban hukum
secara perdata dengan orang yang melahirkannya. Di samping itu bagaimana kalau
kandungan isteri ternyata lemah, tidak bisa menerima transfer embrio yang
terjadi melalui proses bayi tabung, apakah bisa digunakan rahim rental (rahim
sewaan)? Lalu bagaimana pula hubungan anak dengan ibu yang mengandungnya
melalui rahim sewaan itu? Beberapa permasalahan tersebut akan dibahas dalam
tulisan ini.
B. Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau inseminasi buatan merupakan
terjemahan dari artificial insemination. Artificial berarti “buatan atau
tiruan,” sedangkan insemination berasal dari bahasa Latin,
inseminatus yang berarti “pemasukan atau penyampaian.” Menurut makna kamus,
artificial insemination berarti “pembuahan buatan.”1
Inseminasi buatan dalam bahasa Arab disebut talqin al-şina’i seperti
tercantum dalam kitab al-Fatawa karya Mahmud Syaltut.2
Secara terminologis, inseminasi buatan adalah
suatu upaya pembuahan rahim (uterus) hewan atau manusia untuk mendapatkan
keturunan tanpa melalui proses kopulasi alamiah. Inseminasi buatan pada hewan
dilakukan dengan cara mengambil sperma (spermatozoa) pejantan dan diinjeksikan
ke dalam rahim hewan betina sejenis. Inseminasi buatan pada manusia dilakukan
dengan cara mengambil sperma laki-laki
dan diinjeksikan ke dalam vagina atau rahim wanita, baik wanita itu isteri
pemilik sperma maupun bukan.3
Dengan demikian yang dimaksud dengan
inseminasi buatan pada manusia adalah pembuahan (penghamilan) buatan yang
dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alamiah, melainkan dengan
cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam vagina atau rahim wanita tersebut
melalui bantuan dokter.
Dengan kata lain, inseminasi buatan pada
manusia adalah proses pembuahan (penghamilan) buatan di luar rahim wanita dan
atau tanpa melalui hubungan biologis yang alamiah. Sedangkan yang dimaksud
dengan bayi tabung (tets tube baby), adalah bayi yang diperoleh
(dilahirkan) melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga
terjadinya embrio (zygota) tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan teknologi
kedokteran.4 Hal ini terjadi baik
pada hewan maupun pada manusia. Berikut ini akan dibahas tentang bayi tabung
pada manusia.
C. Proses Reproduksi Bayi Tabung
Realitas menunjukkan bahwa tidak semua
pasangan suami isteri memperoleh anak melalui proses reproduksi alamiah,
padahal mereka sangat mendambakannya. Dalam rangka mendapatkan keturunan bagi
suami isteri yang sulit mendapatkan keturunan melalui cara alamiah, para ahli
medis menawarkan cara lain, yaitu bayi tabung atau inseminasi buatan.
Menurut penulis Ensiklopedi Hukum Islam,
jilid 3 bahwa inseminasi buatan pada manusia agak berbeda dengan bayi tabung.
Inseminasi buatan pada manusia dilakukan sama dengan cara inseminasi buatan
pada hewan, yaitu dengan mengambil sperma laki-laki, kemudian diinjeksikan ke
dalam vagina atau rahim wanita. Upaya ini dilakukan karena beberapa sebab, di
antaranya karena terjadinya penyumbatan saluran telur sehingga sperma sulit
mencapai dan menyatu dengan sel telur (ovum). Sedangkan bayi tabung diproses
dengan cara mengambil sperma laki-laki dan ovum wanita, kemudian mempertemukan
sperma dengan ovum dan memprosesnya dalam tabung (di luar rahim). Setelah
terjadi pembuahan (embiro), lalu embrio itu dimasukkan ke dalam rahim wanita
kembali.5 Namun kebanyakan pakar memandang bayi
tabung sama dengan inseminasi buatan.
Dengan demikian proses pembuahan- dengan
metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, merupakan
upaya medis untuk memungkinkan bertemunya sel sperma dengan sel telur (ovum)
isteri. Dalam proses bayi tabung tersebut, sel sperma akan membuahi sel telur
bukan pada tempatnya yang alami (rahim), tetapi pembuahan terjadi di dalam
tabung. Setelah sel telur dibuahi oleh sel sperma, lalu embrio yang terbentuk
ditransfer ke dalam rahim isteri dengan metode tertentu sehingga terjadi
kehamilan secara alami di dalam rahim.
Pada dasarnya pembuahan yang alam terjadi
dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual). Tetapi jika
pembuahan yang alami itu sulit terjadi, misalnya karena rusak atau tertutupnya
saluran kandung telur (tuba falopi) yang membawa sel telur ke rahim,
serta tidak dapat diatasi dengan cara membuka (mengobati)nya. Atau karena sel
sperma suami lemah atau tidak dapat menjangkau rahim isteri untuk bertemu
dengan sel telur serta tidak dapat diatasi dengan memperkuat sel sperma
tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu
dengan sel telur. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan cara medis agar
pembuahan antara sel sperma dengan sel telur dapat terjadi di luar rahim.
Sperma tersebut diperiksa terlebih dahulu
apakah mengandung benih yang memenuhi persyaratan medis/tidak. Begitu juga dengan
sel telur, dokter berusaha menentukan
dengan tepat saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur) dan
memeriksa apakah ada sel telur yang masak/tidak pada saat ovulasi itu. Bila ada
sel telur yang benar-benar masak, maka sel telur itu dihisap dengan sejenis
jarum suntik melalui sayatan pada perut. Sel telur lalu diletakkan dalam suatu
tabung kimia dan agar sel telur tetap dalam keadaan hidup, sel telur itu
disimpan di laboratorium yang diberi suhu menyamai panas badan seorang wanita.6 Jadi, proses bayi tabung membutuhkan
kecermatan dan kehati-hatian dari segi medis.
Dari segi teknik, bayi tabung terbagi atas
dua macam, yaitu:
1. Fertilazation in
Vitro (FIV), yaitu dengan cara mengambil sperma suami dan
ovum isteri, kemudian diproses dalam vitro (tabung) dan setelah terjadi
pembuahan lalu ditransfer ke dalam rahim isteri sendiri. Ovum diambil dari
kandung telut isteri (dihisap dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada
perut) tepat pada saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur).
Sperma diambil dari ejakuasi seorang suami
setelah diketahui bahwa sperma tersebut memenuhi syarat medis. Sel telur dan
sperma itu kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang telah diberi suhu menyamai
panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin itu bercampur sehingga terjadilah
fertilisasi (pembuahan) yang menghasilkan zygota yang kemudian berkembang
menjadi morulla (embrio) dan selanjutnya ditransfer (dimasukkan) ke dalam rahim
isteri. Sehingga akhirnya isteri hamil.
2. Gamet Intra Felopian
Tuba (GIFT), dengan cara mengambil sel sperma suami lalu
disuntikkan ke dalam vagina atau uterus isterinya. Atau dengan cara mengambil
sel sperma dan ovum isteri. Setelah dicampur terjadilah pembuahan, maka segera
ditanam di saluran telur (tuba felopi).7
Teknik kedua ini lebih alamiah daripada
teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba felopi setelah
terjadi ejakuasi (pancaran mani/sperma) melalui hubungan seksual. Dalam hal ini
hasil fertilisasi (pembuahan) antara sperma dan ovum di luar rahim langsung
dimasukkan ke dalam saluran telur isteri yang memang merupakan tempat alami
sperma membuahi ovum setelah terjadinya ejakuasi dalam hubungan seksual.
D. Aspek Hukum Bayi Tabung
Persoalan bayi tabung atau inseminasi buatan
pada manusia merupakan persoalan baru yang muncul di zaman modern, sehingga
menjadi maslah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam
buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung/inseminasi buatan pada
manusia di kalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu kepada
pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami isteri.
Di samping itu harus dikaji secara
multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif
jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi- khususnya genetika, dan
embriologi- serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan
kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada
3 macam, yaitu:
1. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel
sperma dan ovum suami isteri sendiri serta tidak ditransfer ke dalam rahim
wanita lain- walau isterinya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami yang
berpoligami) baik dengan teknik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah,
asalkan kondisi suami isteri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung
(inseminasi buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan
alami, suami isteri itu sulit memperoleh anak.8
Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Di samping
itu salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan
keturunan yang sah serta bersih nasabnya atau anak saleh. Apalagi anak saleh
merupakan investasi tak ternilai harganya bagi kedua orang tua sehingga
pengorbanan mereka dibalas dengan balasan pahala yang bersifat kontinyuitas meski
keduanya telah meninggal dunia. Karena itu bayi tabung merupakan suatu hajat
(kebutuhan yang sangat penting) bagi suami isteri yang gagal memperoleh anak
secara almi. Dalam hal ini kaidah fiqh menentukan bahwa:
الحجة تنز يل منزلة
الضرورة و الضرورة تبيح المحظورات
‘Hajat (kebutuhan yang sangat
penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency)
padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.’9
2. Bayi tabung yang dilakukan dengan
menggunakan sperma dan atau ovum dari donor, haram hukumnya10 karena hukumnya sama dengan zina,
sehingga anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan
nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)nya. Termasuk juga haram
sistem bayi tabung yang menggunakan sperma mantan suami yang telah meninggal
dunia, sebab antara keduanya tidak terikat perkawinan lagi sejak suami
meninggal dunia.
3. Haram hukumnya bayi tabung yang
diperoleh dengan sperma dan ovum dari suami isteri yang terikat perkawinan yang
sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer ke dalam
rahim wanita lain atau buka ibu genetik (bukan isteri atau isteri lain bagi
suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi tabung yang
menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi
darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau yang bernuansa zina. Zina tetap
haram walau darurat sekalipun.
Keharaman penggunaan sperma, atau ovum donor
atau rahim rental tersebut dapat terjadi pada salah satu kemungkinan berikut
ini:
a. Bayi tabung yang menggunakan sperma
suami, untuk membuahi ovum wanita lain (donor) kemudian embrionya yang terjadi
dalam proses bayi tabung ditransfer ke dalam rahim istri sendiri. Keharamannya
terjadi, karena dalam bayi tabung model itu suami telah berzina dengan wanita
yang bukan istrinya melalui jarum suntik. Istri juga telah melakukan hubungan
sejenis (lesbian) karena embrio yang ditanam dan dikembangkan dalam rahimnya
bukan hasil pembuahan sperma suami dengan ovumnya sendiri namun itu pembuahan
sperma suaminya dengan ovum wanita lain. Sperma suami + ovum donor -- embrio ke
rahim istri= haram, bukan anak sah.
b. Bayi tabung yang menggunakan sperma
laki-laki lain (donor), untuk membuahi ovum istri kemudian embrio yang terjadi
dalam proses bayi tabung ditransfer ke dalam rahim istri sendiri. Keharamannya
terjadi, karena dalam bayi tabung model itu istri telah berzina dengan laki-laki
yang bukan suaminya melalui jarum suntik. Sperma donor+ovum istri --- rahim istri = haram, bukan anak sah.
c. Bayi tabung yang menggunakan sperma
suami, untuk membuahi ovum istri kemudian embrionya yang terjadi dalam proses
bayi tabung ditransfer ke dalam rahim wanita lain (rahim rental). Keharamannya
terjadi, karena dalam bayi tabung model itu suami telah berzina dengan wanita
yang disewa rahimnya (bukan istrinya) melalui jarum suntik. Istri juga telah
melakukan hubungan sejenis (lesbian) karena ovum yang telah dibuahi sperma
suaminya ditanam dan dikembangkan ke dalam rahim wanita lain. Sperma suami + ovum
istri ---- rahim rental = rahim, bukan anak sah.
d. Bayi tabung yang menggunakan sperma
suami, untuk membuahi ovum wanita lain (donor) kemudian embrionya yang terjadi
dalam proses bayi tabung ditransfer ke dalam rahim wanita lain (rahim rental).
Keharamannya terjadi, karena dalam bayi tabung model itu suami telah berzina
dengan dua orang wanita yakni pemilik ovum donor dan wanita yang disewa
rahimnya (bukan istrinya) melalui jarum suntik. Kedua wanita (pemilik ovum
donor) dan wanita pemilik rahim rental) itu juga telah melakukan hubungan
sejenis (lesbian) melalui jarum suntik. Sperma suami + ovum donor ---- rahim rental = haram, bukan anak sah.
e. Bayi tabung yang menggunakan sperma
laki-laki lain (donor), untuk membuahi ovum istri kemudian embrio yang terjadi
dalam proses bayi tabung ditransfer ke dalam rahim wanita lain (rahim rental).
Keharamannya terjadi, karena dalam bayi tabung model itu istri telah berzina
dengan laki-laki yang bukan suaminya, dan istri juga telah melakukan hubungan
sejenis (lesbian) dengan pemilik wanita ovum melalui jarum suntik. Sperma donor
+ ovum istri --- rahim
rental = haram, bukan anak.
f. Bayi tabung yang menggunakan sperma
laki-laki lain (donor), untuk membuahi ovum wanita lain (donor) kemudian embrio
yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer ke dalam rahim wanita lain
(rahim rental). Keharamannya terjadi, karena dalam bayi tabung model itu laki-laki
pemilik sperma donor telah berzina dengan wanita pemilik ovum donor sekaligus
dengan wanita pemilik rahim rental. Demikian juga wanita pemilik ovum donor
telah melakukan hubungan sejenis (lesbian) dengan pemilik wanita pemilik rahim
rental melalui jarum suntik. Sperma donor + ovum donor ---- rahim rental = haram, bukan anak sah.
Dalam kaitan ini Yusuf Qardawi mengemukakan
bahwa keharaman bayi tabung dengan menggunakan sperma yang berasal dari
laki-laki lain baik diketahui maupun tidak, atau sel telur yang berasal dari
wanita lain, karena akan menimbulkan problem tentang siapa sebenarnya ibu dari
bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karakteristik
keturunan, ataukah wanita yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil
dan melahirkannya? Begitu pula jika wanita yang mengandungnya adalah isteri
lain dari suaminya sendiri, haram karena dengan cara ini tidak diketahui
siapa sebenarnya dari kedua isteri itu yang menjadi ibu dari bayi yang akan
dilahirkan nanti. Juga kepada siapa nasab (keturunan) sang bayi disandarkan,
apakah kepada pemilik sel telur atau si pemilik rahim?
Dalam kasus ini para ahli fiqh berbeda
pendapat. Pendapat pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu
adalah si pemilik sel telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa ibunya adalah
wanita yang mengandung dan melahirkannya.11
Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-Mujadilah: 2
إِنْ
أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ
‘...Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita
yang melahirkan mereka...’12
Sedangkan pendapat pertama di atas selaras
dengan genetika, bahwa anak akan mewarisi karakter (sifat-sifat) dari wanita
pemilik sel telur dan laki-laki pemilik sel sperma. Karena dalam sel telur dan
sperma itu terdapat kromosom dan di dalam kromosom itulah terdapat gen. Gen
inilah yang memberikan sifat menurun (hereditas) kepada anak. Namun janin tidak
memperoleh kontak batin dengan ibu genetiknya karena berada dan berkembang
dalam rahim rental. Sehingga dalam perkembangan kehidupan anak dikuatirkan akan
menimbulkan problem bagi anak, terutama dari sisi karakter anak.
Menurut M. Syuhudi Ismail, sewa rahim sebagai
salah satu bentuk rekayasa genetika adalah haram hukumnya. Alasannya,
pada zaman jahiliah telah dikenal empat jenis perkawinan dan hanya satu yang
sesuai dengan perkawinan menurut Islam. Jenis perkawinan lain adalah perkawinan bibit unggul, poliandri sampai 9
orang suami, dan perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini sejumlah
wanita). Perkawinan bibit unggul memiliki persamaan dengan perkawinan bibit
unggul yang terjadi pada zaman modern ini melalui jasa bank sperma.
Perbedaannya, perkawinan bibit unggul pada zaman jahilah berjalan secara
alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.
Di samping itu, praktek sewa rahim
bertentangan dengan tujuan perkawinan. Karena salah satu tujuan perkawinan
adalah untuk mendapatkan keturunan dengan jalan halal dan terhindar dari perbuatan
yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa rahim akan melahirkan banyak masalah
bagi anak yang lahir, pemilik bibit, pemilik rahim dan sebagainya.13 Baik tidaknya karakter anak ikut
dipengaruhi oleh proses reproduksi yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.
Menurut Umar Shihab, keharaman sewa rahim
disebabkan oleh (1) akan menambah masalah lain yang akan muncul, seperti
definisi anak yang akan berbeda dengan anak yang lahir dari bibit dan rahim
yang sama; dan siapakah ibu yang sebenarnya, apakah ibu genetisnya atau ibu
yang mengandungnya; (2) dapat diqiyaskan
dengan jual beli yang diharamkan, jual beli yang mengandung najis (darah).14
Sewa rahim dapat disamakan dengan jual beli
dari segi syarat dan rukunnya. Salah satu syaratnya adalah barangnya harus
halal. Barang najis dilarang untuk diperjualbelikan dan salah satu barang najis
yang diperjualbelikan adalah darah. Memang sperma dan ovum tidak termasuk
najis, namun antara keduanya kelak berubah menjadi segumpal darah yang melekat
pada dinding rahim yang berarti kelak menjadi najis. Dalam hal ini juga
terdapat hubungan timbal balik, sebab pemilik rahim (ibu penghamil) dibayar
sesuai dengan perjanjian dengan pemilik ovum (ibu genetis), yang berarti hukum
keduanya adalah sama. Selain itu, praktek sewa menyewa rahim tidak dapat
digolongkan dalam keadaan darurat, melainkan termasuk kebutuhan (hajat).
Maksudnya, sewa rahim tidak dapat dibenarkan. Jika seseorang ingin punya anak
maka harus berusaha sedemikian rupa dengan cara yang dibenarkan agama.15
Karena
seseorang yang tidak punya anak, tak akan terancam salah satu dari lima
kebutuhan pokoknya. Tidak punya anak memang identik dengan terputusnya nasab,
namun jika nasab tersambung dengan cara yang mengarah kepada zina justru
mengancam eksistensi nasab itu sendiri.
Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan
menggunakan sperma dan atau ovum dari donor atau ditransfer ke dalam rahim
wanita lain, adalah:
a. Firman Allah dalam QS. Al-Isra: 70 وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ
‘Sesungguhnya Kami telah memuliakan
manusia...’17
Dalam hal ini bayi tabung dengan menggunakan
sperma dan atau ovum dari donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia
sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal Tuhan sendiri berkenan
memuliakan manusia.
b. Hadis Nabi saw:
لا يحل لإمرئ يؤمن با لله و اليوم الآخر ان يسقي ماءه زرع غيره(رواه أبو داود عن رويفع بن ثابت)
‘Tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)nya ke dalam tanaman
(vagina isteri) orang lain.’ (HR Abu
Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit)18
Hadis ini tidak saja mengandung arti
penyiraman sperma ke dalam vagina seorang wanita melalui hubungan seksual,
melainkan juga mengandung pengertian memasukkan sperma donor melalui proses
bayi tabung, yaitu percampuran sperma dan ovum di luar rahim, yang tidak diikat
perkawinan yang sah.
Padahal hubungan biologis antara suami
isteri, di samping untuk menikmati karunia Allah dalam menyalurkan nafsu
seksual, terutama dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan
diredai Allah. Karena itu sperma seorang suami hanya boleh ditumpahkan di
tempat yang telah dihalalkan Allah, yaitu isteri sendiri. Dengan demikian bayi
tabung dengan cara mencampurkan sperma dan ovum donor dari orang lain identik
dengan prostitusi terselubung yang dilarang syariat Islam.
c. Kaidah fiqh: د رء المفا سد مقد م على جلب المصا لح
Menolak kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan.’19
Menolak kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan.’19
Dalam hal ini maslahah bayi tabung dengan
menggunakan donor adalah membantu
pasangan suami isteri dalam
mendapatkan anak, yang secara alamiah kesulitan memperoleh anak, karena adanya
hambatan alami menghalangi bertemunya
sel sperma dengan sel telur (misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau
ejakulasi (pancaran sperma)nya terlalu lemah.
Namun demikian mafsadah (bahaya) bayi tabung
dengan donor jauh lebih besar dari manfaatnya, antara lain:
1) Percampuran nasab, padahal Islam sangat
memelihara kesucian, kehormatan dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya
dengan kemahraman (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) serta
kewarisan;
2) Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum
alam;
3) Statusnya sama dengan zina, karena
percampuran sperma dan ovum tanpa perkawinan yang sah;
4) Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber
konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor akan
berbeda sifat-sifat fisik, dan karakter/mental dengan ibu bapaknya;
5) Anak yang dilahirkan melalui bayi tabung
yang percampuran nasabnya terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek
daripada anak adopsi yang umumnya diketahui asal/nasabnya;
6) Bayi tabaung dengan menggunakan rahim
rental (sewaan) akan lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin
hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami). Sehingga akan
menimbulkan masalah di kemudian hari.20
Inseminasi
Buatan pada Hewan
Tujuan yang hendak dicapai dalam inseminasi buatan terhadap
hewan adalah untuk menghasilkan hewan yang sehat dan penuh gizi yang dibutuhkan
dalam kehidupan manusia. Di samping itu dengan tumbuh berkembangnya hewan
ternak yang sehat dan berdaging gemuk, akan dihasilkan keuntungan di bidang
ekonomi, baik bagi peternak maupun devisa negara.
Inseminasi buatan pada hewan yang berkembang
di berbagai belahan dunia saat ini adalah perkawinan silang antara jenis hewan dari
suatu negara/daerah dan hewan di negara/daerah lain. Di Indonesia misalnya,
sperma sapi dari Selandia baru yang dikenal baik dan bertubuh besar
diinjeksikan ke dalam vagina atau rahim sapi betina Indonesia. Dalam penelitian
para ahli hewan, ternyata cara ini memberikan keuntungan yang berlipat ganda
bagi para peternak dan negara. Dengan demikian, inseminasi buatan terhadap
hewan memberikan dampak positif bagi perekonomian pribadi dan negara serta
dapat menunjang kesehatan masyarakat.21
Permasalahan inseminasi buatan pada hewan ini
merupakan masalah kontemporer karena tidak pernah dibahas dalam buku-buku
klasik. Memang ada hadis Nabi saw yang menyatakan, bahwa “Rasulullah saw
melarang mengambil upah dari sapi pejantan.”(HR Bukhari,Abu Daud dari Ibn Umar).
Terhadap hadis ini, jumhur ulama fiqh memahaminya sebagai larangan
memperjualbelikan sperma pejantan. Jumhur ulama fiqh mengemukakan bahwa dalam
hadis lain Rasulullah saw melarang menjual sperma hewan pejantan (HR. Muslim).
Di samping itu jumhur ulama fiqh mengajukan alasan, bahwa memperjualbelikan
sperma hewan pejantan termasuk memperjualbelikan harta yang dianggap tidak
bernilai oleh syara, karena
tidak jelas kuantitas
barang yang dijual, dan tidak bisa dilakukan serah terima barang yang
diperjualbelikan. Karena itu menurut mereka, tidak boleh memperjualbelikan
sperma hewan pejantan, dan tidak boleh mengambil upah dari kopulasi yang
dilakukan hewan pejantan seseorang kepada hewan betina orang lain.
Sebagian ulama lain, di antaranya imam
Syafi’i dan imam Malik, membolehkan pemilik hewan pejantan mengambil upah dari
kopulasi yang dilakukan hewan pejantan itu dari pemilik sapi betina yang
dikopulasikan hewan pejantan, dengan syarat ditentukan lama kopulasinya. Alasan
yang digunakan, ialah mengqiyaskannya dengan penyerbukan tetumbuhan yang banyak
dilakukan di zaman Rasulullah saw. Sedangkan pendapat moderat dikemukakan Ibn
Hajar dan Nuruddin Itr, bahwa jika kopulasi telah terjadi, lalu pemilik hewan
betina secara sukarela memberikan sebuah hadiah, tanpa disyaratkan sebelumnya,
maka hukumnya boleh saja.22
Sedangkan menurut Mahmud Syaltut, bahwa pada
dasarnya ulama membolehkan inseminasi buatan pada hewan, jika dilakukan dengan
sukarela, baik sukarela dalam artian gratis maupun sukarela dengan pemberian hadiah
oleh pemilik hewan betina kepada pemilik hewan pejantan setelah kopulasi
terjadi, dengan syarat hadiah itu tidak ditentukan sebelum kopulasi. Pendapat
ini sejalan dengan kaidah fiqh bahwa al-aslu fi al-asya-u al-ibahah hatta
yaquma al-dalil ‘ala al-tahrim (pada dasarnya segala sesuatu boleh
dilakukan hingga ada dalil yang melarangnya). Namun demikian Wahbah al-Zuhaili
mengingatkan agar peternak harus pula mempertimbangkan keberadaan hewan yang
mempunyai hawa nafsu, sperti halnya manusia. Bila seekor hewan hanya
dikembangbiakan melalui inseminasi buatan, tanpa melalui hubungan seksual bisa
memutuskan sama sekali gairah seksual hewan yang menjadi fitrahnya.23 Dengan demikian dapat dikemukakan,
bahwa:
1. Hewan
yang haram dimakan, haram dilakukan inseminasi buatan;
2. Hewan yang halal dimakan, boleh dilakukan inseminasi buatan.
Dasar hukum dibolehkannya inseminasi buatan
pada hewan yang halal dimakan, antara lain:
a. Berdasarkan qiyas dimana Nabi saw
membolehkan inseminasi buatan pada tumbuhan dengan sabda: ‘Lakukanlah pembuahan
buatan. Kalian lebuh tahu tentang urusan duniamu.’24
Dalam kaitan ini hewan memiliki kesamaan
dengan tumbuhan, yaitu sama-sama diciptakan Tuhan untuk kesejahteraan manusia.
b. Kaidah fiqh bahwa:
الآ صل فى الآشياء الإ باحة حتى يقو م الد
ليل على التحر يم
‘Pada dasarnya segala sesuatu
itu boleh, sehingga ada dalil yang konkrit melarangnya.’25
Dalam kaitan ini tidak ada ayat dan hadis
yang secara tekstual melarang inseminasi buatan pada hewan. Karena itu
berdasarkan kaedah fiqh di atas boleh melakukan inseminasi buatan pada hewan,
apalagi dari sisi maslahah al-mursalah, insiminasi buatan pada hewan
yang halal dimakan dapat memberikan kemaslahatan bagi publik berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan terhadap daging, telur, susu dan berbagai hal yang berasal
dari hewan.
Rangkuman
1. Bayi tabung halal hukumnya jika
dilakukan terhadap pasangan suami isteri, yaitu sel sperma dan ovum dari suami
isteri sendiri dan embrionya ditransfer ke dalam rahim isteri (pemilik ovum)
sendiri.
2. Bayi tabung haram hukumnya jika
menggunakan:
a. Sel sperma donor, dengan ovum istri
sendiri dan embrionya ditransfer ke rahim istri sendiri.
b. Sel
sperma suami, dengan ovum donor dan embrionya ditransfer ke rahim istri
sendiri.
c. Sel
sperma donor, dengan ovum donor dan embrionya ditransfer ke rahim istri
sendiri.
d. Sel
sperma suami dengan ovum istri pertama dan embrionya ditransfer ke rahim istri
kedua.
e. Sel
sperma suami dengan ovum istri dan embrionya ditransfer ke rahim rental.
f. Sel
sperma donor, dengan ovum istri dan embrionya ditrasfer ke rahim rental.
g. Sel
sperma suami dengan ovum donor dan embrionya ditransfer ke rahim rental.
h. Sel
sperma donor dengan ovum dan embrionya ditransfer ke rahim rental.
i. Sel sperma mantan suami yang disimpan di bank
sperma dengan ovum mantan istri yang dilakukan setelah suami meninggal atau
bercerai hidup dan embrionya ditransfer ke rahim mantan istri sendiri.
3. Bayi tabung dengan menggunakan bantuan
donor lebih banyak mudarat/kerugiannya daripada maslahat/manfaatnya.
4. Melakukan inseminasi buatan terhadap
hewan adalah halal jika dilakukan terhadap hewan yang halal dimakan, sebaliknya
menjadi haram jika dilakukan terhadap hewan yang haram dimakan.
KEPUSTAKAAN
Ahmad,
Arifuddin. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi Refleksi Pemikiran Pembaruan
Prof. Dr. Muhammad Syuhudi Ismail. Cet. I; Jakarta:
Renaisan, 2005.
Dahlan, Abdul Azis, et al. (ed.). Ensiklopedi Hukum Islam,
Jilid 3. Cet. VI; Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2003.
Departemen Agama R.I, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: CV Indah
Press, 2002.
Hasan, M. Ali. Masail
Fiqhiyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam. Cet. IV; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Mugniyah, Muhammad Jawad. Al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Khamsah. Diterjemahkan oleh
Masykur AB, dkk dengan judul Fiqih Lima Mazhab. Cet.
XII; Jakarta: Lentera, 2005.
Musbikin, Imam. Qawa’id al-Fiqhiyah. Cet. I; Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001.
Qardawi, Yusuf. Hady
al-Islam Fatawi Mu’asirah. Diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattami, dkk. Fatwa-Fatwa
Kontemporer, Jilid 3. Cet. I; Jakarta: Gema Insani
Press, 2002.
al-Tirmizi.
al-Jami’al-Sahih, Juz III. Bayrut:
Dar al-Fikr, [t.th.].
Syaltut, Mahmud. Al-Fatawa. Cet. III; Kairo: Dar al-Qalam,
[t.th.].
Zuhdi, Masjfuk. Masail
Fiqhiyah. Cet. X; Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997.
1M. Ali
Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam (Cet. IV; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 70.
3Abdul Azis Dahlan, et
al. (ed.),
Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3 (Cet. VI; Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2003), h. 727.
5Abdul Azis Dahlan,
et al. (ed.), op.cit., h. 728-729.
6Lihat M. Ali Hasan,
op.cit., h. 71.
7Lihat Masjfuk Zuhdi,
Masail Fiqhiyah (Cet. X; Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997), h. 20. Lihat
pula Abdul Azis Dahlan, et al. (ed.), op.cit., h. 729-730.
8Masjfuk Zuhdi,
op.cit., h. 21. Lihat pula Mahmud Syaltut, op.cit., h. 327-328.
9Masjfuk Zuhdi,
op.cit., h. 21-22.
10Lihat ibid., h. 20. Lihat pula Mahmud Syaltut,
op.cit.,h. 328-329. Lihat pula Muhammad Jawad Mugniyah, Al-Fiqh ‘Ala
Mazahib al-Khamsah, diterjemahkan oleh Masykur AB, dkk dengan judul Fiqih
Lima Mazhab (Cet. XII; Jakarta: Lentera, 2005), h. 411.
11Lihat Yusuf Qardawi, Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah,
diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattami, dkk., Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3
(Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 659-660.
12Departemen Agama R.I, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta:
CV Indah Press, 2002), h. 908.
13 Lihat Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis
Nabi Refleksi Pemikiran Pembaruan Prof.Dr. Muhammad Syuhudi Ismail (Cet. I;
Jakarta: Renaisan, 2005), h. 247-248.
17Departemen Agama R.I, op.cit.,
h.
18Abu Daud,Sunan Abud Daud,
Jilid I (Bayrut: Dar al-Fikr, 1990), h. 478.
24Masjfuk Zuhdi, op.cit., h.
25Imam Musbikin, op.cit., h.
58.
Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman seharga 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/ bookprice_offer/show?token= 58128ac02eb5828663bd59fe736ca2 a9941d106a&auth_token= d3d3LmxhcC1wdWJsaXNoaW5nLmNvbT oyZWQxNTcyMDM5M2YwMDMzYzhkYjE2 MjFiYmJjYjQ3Zg==&locale=gb
Catatan Tambahan:
Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman seharga 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama:umiati ekram
BalasHapusNpm:201315323
Prodi:biologi
Semester/kelas:4/45{sore}
assalamuallaikum warahmatullah,,
saya sangat sepakat dengan materi yang telah bapak sampaikan diatas karena,dengan materi ini kami dapat memahami dan mengetahui hubungan antara ilmu matematika dan ilmu islam.
wassalamuallaikum warahmatullah,,
Nama:Nur.H.A.L.Sallatalohy
BalasHapusNim:0140101040
Jur/Smster:Hukum Ekonomi Syariah/IV
Kls:B
Assalamualaikum
mengenai masalah bayi tabung,bagaimanan jika suami dan istri telah bersepkat untuk melakukan prosesnya,setelah melakukan proses tersebut dan usia kandungan si ibu menginjak 5 bulan,ternyata si ibu divonis mengalami kanker rahim.. lantas bagaimana pandangan bapak terhadap masalah seperti ini
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNama : Nurul Aniza
BalasHapusNim : 0140103001
jur : Perbandingan mazhab dan hukum
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
pertanyaan saya mengenai dokternya, apakah boleh bagi seorang dokter (laki-laki) yang melakukan pemindahan atau transfer sperma suami ke rahim isteri ?
Jika terpaksa dilakukan (darurat) tidak ada dokter perempuan, maka boleh. Karena dianalogikan dengan pengobatan.
BalasHapus