Jihad Versus Teroris
A. Latar Belakang
Jihad sering disalahpahami oleh sebagian kalangan umat
Islam yang hanya dibatasi dengan perang fisik. Sehingga pembahasan jihad dalam
kitab-kitab fiqh klasik cenderung dihubungkan dengan perang1
dan bahkan jika menyebutkan term jihad makan sebagian umat Islam akan terbawa
pikirannya kepada perang.
Pemaknaan
yang cenderung sempit ini tanpa disadari telah mengabaikan makna jihad yang
diajarkan dalam Islam dalam al-Qur’an dan hadis. M. Quraish Shihab sendiri
mengakui hal itu, bahwa ada kesalahpahaman tentang pengertian jihad. Ini
mungkin disebabkan oleh seringkalinya kata itu baru terucapkan pada saat
perjuangan fisik sehingga diidentikkan dengan perlawanan bersenjata.
Kesalahpahaman itu disuburkan juga oleh terjemahan yang keliru terhadap
ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang jihad dengan anfus, dan harta
benda. Kata anfus seringkali diterjemahkan dengan jiwa. Hal itu ada juga
dalam Terjemahan al-Qur’an oleh Departemen Agama RI.
Padahal dalam al-Qur’an, banyak arti kata anfus, antara lain “nyawa,” “hati,” “jenis” dan
“totalitas manusia” yang memadukan jiwa dan raganya.2
Dengan demikian, kata anfus dalam konteks jihad dipahami dalam arti
totalitas manusia, baik jiwa, raga, pikiran, perasaan dan apa saja yang
berkaitan dengan manusia.
Karena itu jihad walaupun dimaknai perang, namun
dalam konteks kekinian perlu dimaknai secara kontekstual kepada perang melawan
kemiskinan, perang melawan kebodohan dan perang melawan keterbelakangan yang
dialami umat Islam saat ini. Sehingga saat ini dibutuhkan jihad kerja dan jihad
intelektual.
Perang
melawan kemiskinan haruslah dimaknai dengan usaha melawan kemiskinan itu secara
sungguh-sungguh baik terhadap kemiskinan individual maupun kemiskinan secara
kolektif (sosial), serta menghilangkan penyebab kemiskinan baik yang berbentuk
kemiskinan secara struktural maupun kemiskinan secara fungsional. Dalam kaitan
ini etos kerja dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup setiap individu dan
masyarakat harus lebih diintensifkan disertai dengan perubahan paradigma
berpikir masyarakat muslim dalam bekerja. Bekerja mencari nafkah haruslah lebih
dimaknai sebagai bagian dari jihad serta bernilai ibadah yang tidak kalah
pentingnya dibandingkan dengan ibadah lainnya. Jelasnya, setiap karya, karsa
dan inovasi yang produktif merupakan bagian dari amal ibadah yang bukan saja
bermanfaat bagi diri sendiri namun juga dapat bermanfaat untuk keluarga dan
masyarakat serta peningkatan harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan.
Demikian
pula perang melawan kebodohan, masyarakat Islam harus diarahkan kepada
paradigma berpikir dalam menuntut ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi
sehingga umat Islam dapat bersaing dengan umat lain. Bahkan jika dicermati
secara komprehensif, jihad fisik dalam arti perang hanya akan dapat dilakukan
dengan sukses jika didukung oleh kemampuan peralatan, finansial (diperoleh
melalui jihad bekerja) dan strategi perang (diperoleh melalui jihad
pendidikan).
Sedangkan dari kalangan non muslim memandang
jihad dalam bentuk perang itu sebagai terorisme. Hal ini semakin mencuat pasca
peristiwa 11 September 2001, pengeboman gedung World Trade Center (WTC)
Menhattan New York dan gedung Pentagon di Washington DC.
Gedung WTC merupakan simbol supremasi ekonomi Amerika Serikat, sedangkan
Pentagon merupakan ikon kekuatan militer Amerika Serikat. Menurut presiden
Amerika Serikat saat itu George W Bush, bahwa pihak yang bertanggungjawab
terhadap pengeboman tersebut adalah organisasi radikal muslim, al-Qaeda yang
dipimpin oleh Osama bin Laden.3 Hal itu
pada satu sisi citra Islam dan umat Islam tercoreng karena dianggap sebagai
terorisme dan seakan-akan Islam mengajarkan terorisme. Bahkan akan lebih ironis
jika Islam dipandang sebagai ajaran terorisme. Walaupun di sisi lain ideologi
Islam muncul sebagai kekuatan baru yang dapat mengimbangi kekuatan barat yang
kapitalis materialis dan kekuatan komunis.
Di
samping itu ajaran Islam umat Islam disudutkan oleh musuh-musuh Islam dengan
munculnya trend bom bunuh diri yang diklaim sebagai bagian dari jihad sekaligus
usaha meraih mati syahid dengan mengorbankan dirinya untuk membela Islam dan
umat Islam dari penindasan bangsa Barat (musuh umat Islam) itu.
Permasalahannya,
adalah apakah bom bunuh diri dapat dianggap sebagai salah satu metode jihad dan
apakah pelakunya dianggap mati syahid menurut hukum Islam? Pertanyaan ini
menarik diajukan mengingat dalam beberapa peristiwa bom bunuh diri yang terjadi
di Indonesia
akhir-akhir ini telah menimbulkan korban nyawa dari kalangan umat Islam
sendiri. Padahal membunuh sesama muslim secara sengaja adalah haram hukumnya.
Bagaimana pula aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pejuang Palestina
terhadap warga negara Israel,
apakah termasuk jihad yang diajarkan dalam Islam atau bukan. Beberapa
permasalahan tersebut menarik untuk dibahas dalam tulisan ini.
B. Pengertian Jihad dan Terorisme
1. Pengertian Jihad
Menurut Ibn Faris dalam bukunya Mu’jam al-Maqayis
al-Lugah, bahwa semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d pada awalnya
mengandung arti “kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya.”4 Jihad merupakan bentuk masdar
(kata benda) yang berasal dari kata kerja جهد – يجهد
- جهدا - atau - جهدا
atau جها دا Lafal al-jahd, berarti al-masyaqqah
(kesulitan) sedangkan al-juhd berarti al-thāqah (kemampuan,
atau kekuatan). Ibn Arafah membedakannya arti kedua lafal itu, yaitu al-jahd
diartikan badzlu al-wus’i (mencurahkan segala kekuatan, kemampuan),
sedangkan al-juhd diartikan al-mubālaghah wa al-ghāyah (berlebihan
dan tujuan). Sedangkan menurut al-Laits, lafal al-jahd dan al-juhd
memiliki arti yang sama, yakni ma jāhada al-insān min maradin wa amrin
syāqin (segala sesuatu yang diusahakan seseorang dari penderitaan dan
kesulitan).5 Begitu pula Louis Ma’luf
mengartikan lafal al-jahd dan al-juhd itu dengan “mencurahkan
segala kemampuan dalam menghadapi kesulitan.”6
Dari uraian di atas dari kata juhd, jihad
berarti kemampuan. Karena jihad menuntut kemampuan dan harus dilakukan sebesar
kemampuan seseorang. Dari kata juhd tersusun ungkapan jahida bi
al-rajul, yang artinya ‘seseorang sedang menjalani atau mengalami ujian.”
Jadi, kata jihad di sini mengandung makna ujian dan cobaan, karena jihad
merupakan ujian dan cobaan terhadap kualitas seseorang. Jihad berarti kemampuan
yang menuntut seorang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi
mencapai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan, karena itu seorang
mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi memberi semua yang dimilikinya.
Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang
dimilikinya habis.7
Tegasnya, kualitas seseorang sangat ditentukan
kualitas ujian yang berhasil dia jalani dan cobaan yang sukses dilewatinya.
Semakin berat ujian dan cobaan yang mampu dia lewati akan semakin tinggi
kualitasnya. Kesuksesannya dalam menjalani ujian dan cobaan itu sangat ditentukan
pula oleh kemampuan yang dimilikinya, baik kemampuan fisik, intelektual, maupun
rohani. Mustahil seseorang berhasil melewati ujian dan cobaan tanpa dibekali
kemampuan tersebut.
Para nabi dan rasul Allah mampu melaksanakan misi kenabian
dan kerasulan yang diembannya karena sebelumnya mereka telah berhasil melewati
ujian dan cobaan sejak kecil. Karena ujian dan cobaan yang akan mereka hadapi
saat menjadi nabi dan rasul sangat berat pula. Sebagai penghargaan atas
kesuksesan mereka melaksanakan tugas kenabian dan kerasulan yang berat itu,
Allah mengangkat derajat mereka menjadi manusia mulia dan ditempatkan di surga
yang mulia pula.
Jadi, secara etimologi, jihad berarti kesungguhan
dalam mencurahkan segala kemampuan, baik kemampuan fisik, intelektual, dan
rohani untuk mencapai suatu tujuan yang memerlukan kesungguhan, dan keseriusan,
serta kesabaran dan ketabahan. Jihad berada dalam semua aktivitas amal
kebaikan, amal ibadah minimal jihad melawan hawa nafsu yang mendorong manusia
kepada kemungkaran. Dalam konteks ini, jihad merupakan cara yang ditetapkan
Allah untuk menguji manusia, sehingga jihad berkaitan erat dengan kesabaran,
seperti QS Ali Imran (3): 142
‘Apakah kamu mengira, bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar.’8
‘Apakah kamu mengira, bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar.’8
Menurut Quraish Shihab, sekitar 40 kali kata jihad
disebutkan dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuknya. Maknya bermuara pada
“mencurahkan seluruh kemampuan,” atau menanggung pengorbanan.” Selaras dengan
makna itu, mujahid, adalah orang yang mencurahkan seluruh kemampuannya
dan berkorban dengan nyawa atau tenaga, pikiran, emosi, dan apa saja yang
berkaitan dengan diri manusia. Sedangkan jihad, ialah cara untuk mencapai
tujuan. Jihad tidak dapat dilaksanakan tanpa modal, sebab itu jihad disesuaikan
dengan modal yang dimiliki dan tujuan yang mau dicapai. Sebelum tujuannya tercapai
dan selama masih ada modal di tangan, selama itu pula jihad dituntut. Jihad
adalah titik tolak seluruh upaya, karenanya ia adalah puncak segala aktivitas.
Ia berawal dari upaya mewujudkan jati diri dan itu berawal dari kesadaran, dan
kesadaran harus berdasarkan pengetahuan dan tanpa paksaan. Itulah sebabnya
seorang mujahid bersedia berkoban9 tanpa
pamrih kecuali mengharapkan reda Allah.
Secara terminologi, jihad memiliki makna makro
dan mikro. Pengertian secara makro mencakup makna yang luas yang tidak semata-mata
diartikan perang dengan perjuangan fisik, tetapi juga mencakup non fisik
misalnya perang melawan hawa nafsu. Secara mikro, jihad diartikan dengan
“peperangan” saja.
Al-Raghib al-Asfahani, mengartikan jihad secara makro
adalah “berjuang melawan musuh yang dengan terang-terangan menyerang, berjuang
menghadapi setan; serta berjuang melawan hawa nafsu. Perjuangan tersebut bisa
dilakukan dengan tangan (kekuasaan) dan lisan.10
Begitu
pula menurut Kamil Salamah, jihad tidak hanya bermakna perang fisik, melainkan
juga mengandung arti membelanjakan harta dan segala upaya yang dilakukan dalam
rangka melestarikan dan memajukan agama Allah; berjuang mengendalikan nafsu dan
godaan setan.11 Dengan demikian makna jihad menurut Kamil Salamah hampir sama dengan arti
jihad menurut al-Asfahani, yakni jihad mencakup perjuangan fisik dan perjuangan
non fisik baik dengan harta, tenaga, akal maupun perjuangan rohani.
Jadi, jihad menurut syariat Islam bisa dimaknai perang
dan jihad non perang (damai). Jelasnya,
sekalipun dalam menghadapi musuh, tidak harus dengan cara perang atau
kekerasan, tetapi harus dengan aksi-aksi damai tanpa kekerasan. Dengan demikian
jihad secara terminologi, adalah “kesungguhan dalam mengarahkan segala
kemampuan baik dalam peperangan, perkataan maupun dalam melakukan segala
sesuatu yang disanggupi.”12
Menurut Khaled Abou el-Fadl, jihad dalam al-Qur’an
adalah “segala komitmen yang berimplikasi pada perjuangan mendapatkan ilmu
pengetahuan, konsern terhadap manusia yang lemah (termasuk manusia yang sakit
dan miskin), membela kebenaran dan keadilan.” Jadi jihad tidak hanya diartikan
perang suci (holy war), sebab “perang suci” dalam bahasa Arab disebut
dengan al-harb al-muqaddasah. Al-Qur’an menggunakan istilah al-qitāl untuk
makna berperang. Islam tidak merekomendasikan perang sebagai solusi dari suatu
konflik termasuk dengan kelompok non muslim yang tidak mau tunduk pada
supremasi politik negara Islam, tetapi melalui fase-fase alternatif yakni
menjadi muslim, membayar pajak (jizyah), dan terakhir adalah resolusi
perang. Al-Qur’an juga menggarisbawahi bahwa dalam proses negosiasi dan
resolusi itu mengutamakan perdamaian (peace) dengan cara memaafkan dan
dilakukan dengan lemah lembut, bukan dengan kekerasan.13
Walaupun makna jihad dalam Al-Qur’an dan hadis
memiliki makna bervariasi, namun dalam tradisi fiqh (hukum Islam) terjadi
ortodoksi dan penyempitan makna jihad dalam arti perang. Pada umumnya bahkan
hampir semua kitab fiqh yang membahas tentang jihad akan berkisar pada kajian
perang dan harta rampasan perang (al-harb wa al-ghanimah). Sedangkan
arti lain dari jihad seperti perjuangan intelektual, dalam tradisi fiqh dikenal
dengan istilah ijtihad (“kesungguhan mengerahkan kemampuan daya nalar).
Ulama klasik telah melakukan polarisasi makna dan
pembakuan istilah mengenai jihad, misalnya jihad spiritual dalam tradisi sufi
dinamai mujāhadah dan jihad nalar dalam tradisi intelektual disebut ijtihad
serta jihad dalam bentuk fisik menghadapi musuh (olah fisik) diartikan
sebagai jihad. Pengkaplingan makna jihad seperti ini dapat menimbulkan
kekeliruan umat khususnya umat Islam dalam memahami doktrin jihad karena ketika
term jihad disebut, maka yang muncul dalam pikiran seseorang adalah pedang,
senjata dan pembunuhan, sehingga makna jihad yang lain telah dinafikan
(dikesampingkan). Bahkan muncul tudingan sebagian orientalis bahwa Nabi
Muhammad saw menyebarkan ajaran Islam dengan pedang atau pemaksaan melalui
peperangan. Hal ini tampak dalam makna jihad secara khusus.
Jihad secara khusus menurut ulama fiqh klasik diartikan
sebagai peperangan melawan non muslim yang memusuhi Islam, seperti pendapat
mazhab Hanafiah, bahwa jihad adalah “ajakan kepada seseorang atau umat non
muslim untuk memeluk agama Islam, dan jika mereka menolak ajakan itu maka harus
diperangi dengan mengorbankan harta dan jiwa.”14
Hal ini mirip dengan definisi jihad secara khusus menurut Departemen Agama RI,
bahwa jihad dapat berarti: “a) berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi
orang Islam, b) memerangi hawa nafsu, c) mendermakan harta benda untuk kebaikan
Islam dan umat Islam; dan d) memberantas yang batil dan menegakkan kebenaran.15
Definisi agak berbeda berasal dari Sa’id Ramadan
al-Buti, bahwa jihad secara khusus adalah berdakwah mengajak kaum muslimin
ataupun musyrik Mekkah kepada jalan Allah, dan menghilangkan taklid buta yang
melanda umat manusia; keteguhan hati Nabi dan sahabatnya dalam mempertahankan
kebenaran, sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan penyiksaan,
kesabaran dan ketekunan memahami al-Qur’an dan menerapkan hukum-hukum Islam
tanpa memperdulikan bahaya dan ancaman akibat diterapkannya hukum-hukum
tersebut.16
Sedangkan makna jihad secara umum berarti perjuangan
antara lain perjuangan mengatasi kesulitan dan kerumitan untuk menjalani
kehidupan yang baik; berjuang melawan hawa nafsu di dalam diri sendiri dalam
rangka mencapai keutamaan hidup dan akhlak mulia, dan melakukan upaya-upaya
yang sungguh-sungguh untuk berbuat kebajikan dan membantu memperbaiki
masyarakat.17
Dengan demikian jihad menurut Islam tidak hanya terbatas
pada perang namun mencakup semua aktivitas kebajikan yang membutuhkan
perjuangan dan kesungguhan, serta pengorbanan baik tenaga, materi, pikiran dan
perasaan untuk diwujudkan dalam realitas.
B.
KLASIFIKASI JIHAD
1. Berdasarkan Sasaran Jihad
Berdasarkan sasarannya, jihad memiliki beberapa
sasaran/cakupan, antara lain:
a.
Menurut Salih ibn Abdullah al-Fauzan, jihad memiliki 5 sasaran, yaitu:
1) Jihad
melawan hawa nafsu; meliputi pengendalian diri dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Jihad melawan hawa nafsu
merupakan perjuangan yang amat berat (jihad akbar). Meskipun jihad ini
berat dilakukan, akan tetapi sangat diperlukan adanya sepanjang hayat, sebab
jika seseorang tidak sanggup mengendalikan hawa nafsunya, maka sulit diharapkan
untuk dapat berjihad menghadapi orang lain dan segala macam rintangan hidup.
Jadi, jihad melawan hawa nafsu merupakan kunci dari segala macam bentuk jihad
lainnya.
2) Jihad
melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia. Setan mempunyai komitmen
untuk selalu menggoda dan memalingkan manusia agar berbuat keji dan segala yang
dilarang Allah serta menjauhi dan membangkang terhadap perintah-perintah-Nya.
Setan berjanji akan menghampiri manusia dari berbagai penjuru untuk dapat
mensukseskan konsep tipu daya muslihatnya. Manusia yang tidak sanggup
menghadapi serangan setan akan berubah menjadi setan dalam bentuk manusia.
3) Jihad
menghadapi orang-orang yang senang berbuat maksiat (orang-orang yang durhaka)
dan orang-orang yang menyimpang dari kalangan mukimin. Metode jihad yang
digunakan dalam menghadapi orang-orang seperti itu adalah amar ma’ruf nahi
munkar. Penggunaan metode ini membutuhkan ketabahan dan kesabaran serta
hendaklah disesuaikan dengan kemampuan orang yang berjihad (mujahid) dan
kondisi obyek dakwah, agar supaya aplikasi jihad dapat berlangsung dan berdaya
guna.
4) Jihad
melawan orang-orang munafik, yaitu mereka yang berpura-pura masuk Islam dan
beriman tetapi hatinya sebenarnya masih mengingkari keesaan Allah dan kerasulan
Muhammad saw. Perjuangan menghadapi orang-orang munafik tidak mudah karena
mereka memiliki kemampuan retorika dalam melakukan provokasi dan menyebar
fitnah di kalangan orang-orang beriman. Perilaku munafik itu sangat berbahaya
sehingga diperlukan keteguhan jihad menghadapi mereka agar tidak terjadi
malapetaka di kalangan orang-orang mukmin.
5) Jihad melawan orang-orang kafir. Model
jihad yang digunakan adalah metode perang. Ketika Nabi saw bersama-sama
orang-orang Islam di Mekkah belum ada perintah jihad dalam arti perang, sebab
saat itu jumlah mereka masih sedikit dan lemah (berlaku selama kurang lebih 13
tahun). Perintah melawan orang-orang kaifr baru turun berhijrah di Madinah, dan
kuantitas umat Islam meningkat dan kekuatan mereka bertambah.
Cakupan
jihad di atas dapat disederhanakan menjadi 2 bagian, yakni (1) jihad secara
fisik dan (2) jihad secara non fisik (jihad dengan hati). Jihad secara fisik
dapat diterapkan ketika menghadapi para pelaku kemaksiatan, orang-orang munafik
dan orang kafir. Dalam jihad fisik juga seharusnya diterapkan jihad non fisik
(jihad dengan hati) dalam bentuk kesabaran menghadapi mereka. Demikian halnya
dalam melaksanakan jihad melawan nafsu dan setan tentu hanya dapat digunakan
jihad secara non fisik.21
b.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, jihad memiliki 4 cakupan:
1) Jihad melawan hawa nafsu, yakni bentuk
jihad yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas intelektual baik untuk
pendalaman ilmu pengetahuan umum dan ilmu keagamaan dalam rangka mencari dan
mempresentasikan kebenaran agama. Jihad melawan hawa nafsu juga dalam kaitannya
dengan pengamalan dan penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh serta
mensosialisasikannya (men-dakwahkannya) kepada orang lain. Ketabahan dan
kesabaran dalam menuntut ilmu pengetahuan, mengamalkan dan mensosialisasikannya
dikategorikan pula sebagai jihad melawan hawa nafsu.
2) Jihad melawan setan meliputi segala bentuk
upaya untuk menolak berbagai bentuk godaan dan tantangan yang mencoba
mengarahkan manusia pada hal-hal yang berkaitan dengan syubhat dan keraguan
dalam keyakinan keberagamaan, serta godaan hawa nafsu yang membahayakan manusia
selain keimanan.
3) Jihad
melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik
4) Jihad
melawan kezaliman dan bid’ah.
Adapun
jihad melawan orang kafir, munafik, kezaliman dan bid’ah dapat dilakukan
melalui tiga tahapan, yakni dengan tangan (kekuasaan), lisan dan hati. Jihad
dengan hati (doa) dapat dilakukan setiap orang kapan dan dimanapun berada.
Tetapi jihad semacam ini menunjukkan lemahnya iman orang itu.22
Jihad di
atas dapat dikelompok dalam 2 jenis: jihad melawan nafsu dan setan merupakan
jihad non fisik, sedangkan jihad melawan orang kafir, maunafik, kezaliman dan
bid’ah melalui jihad fisik dan non fisik.
2. Berdasarkan metodenya, klasifikasi
jihad antara lain:
a. Menurut Imam Malik, jihad ada 4 macam metode: jihad
(perjuangan) dapat dilakukan dengan hati, lisan dan tangan (kekuasaan), dan
pedang (perang).
1) Jihad
(perjuangan) dengan hati dipergunakan dalam rangka menghadapi godaan dan rayuan
setan dan kehendak hawa nafsu.
2) Jihad
dengan lisan diterapkan untuk menghadapi orang-orang munafik dalam bentuk amar
ma’ruf nahi munkar.
3) Jihad
dengan kekuasaan (tangan) diterapkan untuk memberantas atau mencegah
orang-orang melakukan kemaksiatan dan meninggalkan kewajibannya,misalnya
penegakan hukum terhadap pelaku zina dan pemimun minuman keras.
4) Jihad
melalui penggunaan pedang (perang) dalam menghadapi orang-orang musyrik dan
kafir.23
Sejalan dengan pengertian jihad menurut ulama klasik
itu, sebagian ulama kontemporer seperti Wahbah al-Zuhaili mengartikan jihad
sebagai suatu bentuk pengarahan kemampuan dan kekuatan dalam memerangi dan
melawan orang-orang kafir dengan jiwa, harta dan lidah. Jihad dengan lidah
adalah dakwah mengajak orang-orang kafir masuk Islam atau paling tidak tunduk
pada syariat Islam tanpa harus menganut agama Islam (ahlul zimmih).
Dari uraian di atas cakupan jihad sebenarnya sangat
luas, dan dapat direalisasikan dalam bentuk damai dan perang, sesuai ungkapan
dalam hadis Nabi saw “kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih
besar24
رجعنا من الجها
د الاصغر الى الجها د الاكبر
Jihad yang lebih besar (al-jihad al-akbar) ini
lebih sulit dan merupakan perjuangan yang amat penting melawan hawa nafsu pribadi,
sikap mementingkan diri sendiri, ketamakan, iri hati, dengki, hasad, dan
kejahatan. Jihad ini dianggap jihad yang lebih besar karena membutuhkan
perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan manusia sepanjang hidupnya.
Perjuangan melawan hawa nafsu dan godaan setan berlangsung terus menerus dan
dihadapi secara individual. Hal itu berbeda halnya dengan perjuangan fisik
(perang). Walaupun perang mengorban nyawa dan harta namun hanya berlangsung
dalam jangka waktu yang terbatas dan dilakukan secara kolektif.
Terhadap hadis di atas Yusuf Qardawi memberikan
komentar bahwa matn hadis ini tidak boleh dipahami secara implisit (tekstual),
yang terkesan merendahkan nilai jihad di jalan Allah, meremehkan kedudukan dan
keutamaannya dalam Islam, serta urgensinya dalam mempertahankan eksistensi umat
Islam dan simbol-simbol sakralnya dari serangan musuh Islam. Namun harus dipahami secara eksplisit bahwa
betapa pentingnya memberi perhatian pada jihad terhadap jiwa (nafs)
sendiri, melatihnya, berusaha mengekang keinginannya dengan ketakwaan serta
melawan dorongan hawa nafsu, sehingga jiwa itu berpindah dari kondisinya
sebagai jiwa ammarah bi al-suu menjadi jiwa al-nafsul lawwamah
dan meningkat menjadi jiwa yang tenang al-nafs al-mutma’inah). Hal itu
membutuhkan jihad yang panjang, mendalam dan banyak halangannya, namun hasilnya
penuh keberkahan dan kebaikan. Tidak diragukan bahwa akhir dari perjalanan yang
melelahkan ini adalah petunjuk ke jalan Allah,25
sesuai firman Allah dalam QS. al-Ankabut: 69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
‘Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.’
Hal itu
didukung oleh hadis Nabi saw:
‘Seorang
mujahid adalah orang yang memerangi hawa nafsunya.’ (HR Turmizi dari Fadlalah
bin ‘Ubaid)
Tegasnya,
perjuangan memerangi hawa nafsu tidak kalahnya pentingnya dibandingkan dengan
jihad melawan musuh Islam yang zahir yang dilawan dengan kekuatan dan
pengorbanan nyawa dan harta. Bahkan dalam pelaksanaan jihad fisik sebenarnya
pengaruh hawa nafsu ikut andil dan menentukan, yakni melawan rasa takut baik
ketakutan terhadap kematian maupun ketakutan kekurangan atau kehilangan harta
benda. Dengan demikian perjuangan melawan hawa nafsu secara kontinyu merupakan
bagian dari jihad.
Berdasarkan uraian di atas, secara sederhana jihad
terbagi 2 dimensi yakni:
(1) Jihad internal (al-jihad al-akbar)
merupakan perjuangan mengendalikan diri dari sifat-sifat negatif dan perjuangan
meningkatkan kualitas intelektualitas dan integritas kepribadian individu dan
masyarakat. Di antara jihad dalam dimensi ini adalah perjuangan secara sungguh-sungguh
seorang pelajar atau mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. Dia harus berjuang
melawan rasa malas selama studi, berjuang untuk membayar biaya studi dan
memanfaatkan waktunya secara baik. Begitu pula kerja keras ayah mencari rezki
untuk menafkahi keluarga (anak istrinya), perjuangan seorang wanita yang
berperan ganda sebagai ibu dan ayah bagi anak-anaknya; perjuangan setiap muslim
untuk mewujudkan kehidupan Islami berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadis; serta
kritik konstruktif terhadap penguasa yang memperlakukan rakyatnya dengan
semena-mena.
Perjuangan
dan pengorbanan seorang pelajar atau mahasiswa dapat menghindarkannya dari musuh
kebodohan sehingga dapat menjalani kehidupan di dunia dengan baik serta
mempersiapkan kehidupan akheratnya dengan baik pula. Dengan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya dia dapat memberikan kemaslahatan baik untuk dirinya maupun
masyarakat, sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna. Keberadaannya dapat
memberikan solusi dan bukan menjadi sumber masalah bagi masyarakat, dapat
memberikan cahaya kalbu dan pikir bagi orang yang membutuhkan pencerahan akal
pikiran dan hatinya, bukan menjadi sumber kesesatan bagi orang lain. Bisa
memberikan kesejukan dan bukan menjadi sumber keresahan bagi masyarakat.
Begitu
pula perjuangan dan pengorbanan para guru dan dosen tanpa kenal lelah dalam
jangka waktu yang cukup lama dalam usaha mengantarkan anak didiknya meraih masa
depannya. Perjuangan dan pengorban mereka terkadang dilupakan oleh masyarakat
dan anak didiknya sendiri, namun Tuhan memberikan penghargaan dengan pahala
yang tetap mengalir meskipun yang bersangkutan telah tiada.
Perjuangan dan pengorbanan ayah atau ibu
dapat melindungi dirinya dan keluarganya dari kelaparan atau kemiskinan, karena
kemiskinan dapat menjerumuskan seseorang kepada kekufuran (kadal faqru an
yakunal kufra). Perjuangannya dapat mengantarkan anak-anaknya menjadi
manusia yang taat kepada Allah dan berbakti kepada orang tua, serta
kemaslahatan agama dan umat manusia. Allah memberikan penghargaan yang besar
dan mulia terhadap pengorbanan orang tua itu dengan memberikan pahala yang
berkelanjutan walaupun mereka telah meninggal dunia melalui doa anak yang
berhasil dididiknya menjadi anak saleh.
(2) Jihad eksternal (al-jihad al-asghar)
meliputi perjuangan dengan fisik di medan
pertempuran sesuai dengan etika perang dalam Islam. Perjuangan fisik di medan jihad terkadang
menyebabkan kematian (pengorbanan nyawa) yang mendapat anugerah kemuliaan di
sisi Allah berupa syahid. Balasan bagi seseorang yang mati syahid adalah surga.
C.
REINTERPRETASI CAKUPAN JIHAD DAN URGENSI JIHAD DALAM KONTEKS
KEKINIAN
Di era
globalisasi dan transformasi nilai seperti ini, jihad perlu dikembangkan secara
proporsional sehingga klaim bahwa “jihad selalu identik dengan perang dan Islam
melegalkan perang” dapat dieliminasi. Klaim itu sangat tidak rasional dan tidak
memiliki justifikasi legal formal dalam Islam, sebab Islam merupakan agama yang
menjunjung tinggi aspek kemanusiaan (humanis), toleran dan mengutamakan
perdamaian dan kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Sesuai uraian di atas jihad memiliki 2 dimensi:
perjuangan bersifat internal (al-jihad al-akbar) dan perjuangan yang
bersifat eksternal (al-jihad al-asghar). Perjuangan secara internal
artinya seorang muslim berjuang dan berusaha untuk meningkatkan kemapanan dan
kesejahteraan yang bersifat individual, sedangkan perjuangan yang bersifat
eksternal yakni perjuangan yang bersifat komunal dan inilah yang biasa diistilahkan
dengan “perang.”
Kedua model perjuangan ini memiliki tujuan yang sama
yakni dalam rangka meninggikan agama Allah dan mencari keridaan-Nya. Dalam melaksanakan
kedua perjuangan tersebut dibutuhkan suatu modal dasar berupa kesabaran dan
komitmen yang tinggi. Dengan demikian, jihad mana yang paling urgen (penting)
dalam kehidupan manusia pada era modern?
Secara umum, jihad internal itu yang paling signifikan
sebab jihad semacam ini jangkauannya luas, sedangkan jihad dalam makna perang
kemungkinan terjadi hanya sekali-kali pada saat daerah/negara dalam kondisi
terancam.
Jihad yang bermakna “perang” pada awal perkembangan
Islam sebagai pondasi dalam melaksanakan dan mempertahankan jihad non perang
dan jihad inilah yang perlu diperhatikan umat Islam sebagai bentuk apresiasi
atas perjuangan pejuang Islam dahulu. Di antara agenda jihad sekarang, adalah
pemberantasan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan yang banyak melanda
dunia Islam.
Salah satu upaya jihad sebagai bentuk pemberdayaan
komunitas muslim itu adalah melalui peningkatan pendidikan dan memperkenalkan
berbagai pendekatan dalam mengkaji Islam dan atau memberi kesempatan
pengembangan potensi manusia manusia di bidang ekonomi, politik, astronomi dan
pengetahuan lainnya. Ide pengapdosian ilmu pengetahuan dari non muslim oleh
sebagian kelompok ekstrim muslim dilarang terutama ilmu pengetahuan yang
bernuansa Islam di beberapa universitas negara Barat dengan alasan akan
mengacaukan pemahaman keagamaan mereka.
Namun demikian, belajar dari non muslim bisa saja
dilakukan sebab akan berimplikasi melahirkan generasi muslim yang open-minded,
tidak eksklusif dan mampu bersaing secara terbuka dengan kelompok manapun di
luar Islam. Selain itu, mereka tidak bisa dijadikan sebagai antek-antek non
muslim dan menjadi muslim yang mandiri. Contohnya, keberanian presiden Iran
yang menentang kebijakan Amerika dan sekutunya tentang pengembangan tenaga
nuklir yang bertujuan untuk sumber tenaga listrik dan pemanfaatan lainnya.
Bentuk jihad lainnya adalah penegakan keadilan dan
kebersamaan termasuk dengan kelompok non muslim. Islam mengajarkan untuk tetap
berlaku adil dan memaafkan sekalipun itu telah mengkhianati umat Islam (QS
al-Maidah: 2, dan 8).
Tegasnya, pemaknaan jihad di era kontemporer lebih
difokuskan pada makna non fisik yakni perjuangan untuk meningkatkan intelektual,
integritas dan kesejahteraan manusia baik secara individual maupun kolektif.
Namun pada kondisi tertentu makna jihad bisa saja dimakna peperangan di medan
pertempuran tetapi tetap harus sesuai dengan etika perang, yakni menyampaikan
dakwah (pemberitahuan) tentang Islam sebelum peperangan, larangan
berbantah-bantahan, larangan mengarahkan senjata ke perkampungan muslim dan
larangan untuk membunuh anak-anak, perempuan, orang tua jompo dan pendeta
kecuali mereka yang memiliki andil dalam peperangan itu.
D.
HUKUM ISLAM TENTANG JIHAD
Pakar hukum Islam secara umum berasumsi bahwa jihad
dalam Islam itu terbatas pada makna yang sempit yakni terbatas pada peperangan
fisik. Namun demikian sebenarnya jihad bukan semata-mata berarti berjuang di medan peperangan melainkan
dapat bermakna setiap usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang dalam
rangka meraih keridaan Allah.
Term جاهد dalam QS
al-Ankabut (29): 6 dan lafal جاهدوا dalam QS al-Ankabut (29): 69 oleh Abdullah Yusuf Ali diartikan
sebagai “usaha yang sungguh-sungguh mencari keridaan Allah. Barangsiapa
berusaha dengan sungguh-sungguh mencarinya, maka ia akan mendapat petunjuk dan
rahmat Allah swt.
Sedangkan kata جاهد
dalam dalam QS al-Ankabut: 6 diartikan sebagai usaha, bahwa setiap usaha
manusia mencari kebaikan akan menguntungkan dirinya sendiri, sebaliknya tanpa
usaha yang sungguh-sungguh dan menyerah kepada nafsu yang selalu mendorong
berbuat kejahatan akan berbahaya terhadap dirinya sendiri.
Jihad yang dimaksud dalam ayat di atas bukan dalam
pengertian mengangkat senjata karena ayat ini termasuk Makkiyah sedangkan
perintah perang disyariatkan pada periode Madaniyah. Menurut al-Biqa’i, kata
jihad dalam ayat ini berarti “mujahadah,” yakni upaya sungguh-sungguh
melawan dorongan hawa nafsu, karena itu tidak disebut obyeknya dan karena itu
pula maka yang disebut meraih manfaatnya adalah kata nafsu, sebab ia
selalu mendorong kepada kejahatan.
Begitu pula pendapat Wahbah al-Zuhaili, makna jihad
dalam ayat ini ialah barangsiapa yang bersungguh-sungguh melawan pengaruh hawa
nafsunya dengan melaksanakan segenap perintah Allah dan menghindari segala
larangan-Nya, maka hasil mujahadah-nya akan ia rasakan, demikian pula
manfaat dari perbuatannya akan kembali kepadanya, dan ia akan nikmati sendiri,
bukan orang lain.
Mengenai hukum jihad fisik dalam arti perang adalah
jika umat Islam diserang tiba-tiba oleh musuh, maka umat Islam secara individu
berkewajiban untuk mempertahankan wilayah dan identitas umat Islam sesuai
dengan kemampuan mereka. Namun hukum berjihad (memerangi musuh) menjadi fardu
kifayah (kewajiban kolektif) jika peperangan itu dilakukan berdasarkan
perencanaan dan strategi yang matang.
Jihad non fisik diwajibkan kepada setiap individu (fardu
‘ain) jika berkaitan dengan hal-hal sbb: (1) bertujuan untuk mempertahankan
dan atau meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan; (2) menyangkut persoalan pendidikan; (3)
perekonomian dan kesejahteraan.
Bahkan mencari solusi untuk meningkatkan kualitas
individu dan komunitas sebagai jihad jauh lebih penting daripada pemaknaan
jihad dalam arti perang/perlawnan fisik. Karena keimanan yang kokoh bahwa Allah
penguasa dan pemberi rezeki dan kasih sayang misalnya merupakan sentral
keyakinan dalam menjalankan lini kehidupan manusia sehingga apapun yang
dilakukannya selalu optimis, toleran dan bersifat kasih sayang terhadap yang
lainnya termasuk pada binatang dan lingkungan sekitarnya.
Peningkatan ilmu pengetahuan (pendidikan) juga
merupakan unsur penting karena dengan ilmu pengetahuan manusia dapat tetap
eksis dan mamu meningkatkan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan. Orang yang
berkualifikasi pendidikan rendah misalnya sangat sulit untuk bersaing
(berkompetisi) baik dalam taraf kualitas intelektualnya maupun untuk hal-hal
yang berkaitan dengan ekonomi dan kesejahteraan. Dalam penyelesaian konflik
Palestina – Israel,
orang Islam yang memiliki ilmu pengetahuan (politik Islam) berbeda menyikapinya
dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan politik Islam. Manusia yang
berilmu cenderung memberikan alternatif dan memikirkan kemungkinan melakukan
diplomasi, negosiasi dan berbagai manuver politis yang selalu mengarahkan pada
perdamaian.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki pengetahuan
hanya bisa berargumentasi melawannya dengan kekerasan ke perkampungan Israel,
bahkan bentuk perlawanan itu diarahkan di luar teritorial daerah konflik
seperti pengeboman di Bali dan sejumlah tempat di Jakarta sebagai ungkapan
pembalasan terhadap penderitaan dan peperangan di Palestina. Hal ini
mengindikasikan pentingnya peningkatan pemahaman atau pendidikan sehingga
manusia selalu melihat persoalan dengan bijaksana dan penuh pertimbangan.
Jadi, jihad non fisik dalam rangka meningkatkan
keimanan dan ketakwaan, pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan sebagai aplikasi
bentuk jihad adalah wajib hukumnya baik pada tataran personal maupun
kolektif. Begitu pula jihad dalam arti perang juga wajib, meskipun ini sangat
terbatas pada konteks kekinian.
Sebaliknya, penyalahgunaan konsep jihad dengan
melakukan tindakan destruktif, pembunuhan, perampokan, pembajakan dan
pengintimidasian sebagai bagian dari tindakan terorisme hukumnya haram.
Karena beberapa pertimbangan: (1) terorisme bertentangan dengan nas-nas yang
melarang berbuat kerusakan dan menghancurkan sesuatu di bumi (QS. al-Baqarah:
11) dan larangan mengandung hukum haram; (2) terorisme bertentangan dengan
prinsip al-daruriyat al-khamsah yang menegaskan bahwa umat Islam wajib
melindungi 5 kebutuhan manusia yakni keselamatan agama, jiwa, keturunan, harta
dan akal; (3) terorisme bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan,
permusyawaratan dan keadilan dalam Islam (QS al-Baqarah: 177, 188,236-241).
Hal yang sama aksi bom bunuh diri sebagai bagian dari
aksi terorisme adalah haram hukumnya, sebab Allah melarang manusia mencelakakan
dirinya sendiri (wala tulqû bi aydikum ilat tahlukah). Sedangkan aksi bom bunuh diri yang
dilakukan pejuang Palestina dengan sasaran militer Israel adalah termasuk jihad
sehingga hukumnya adalah boleh.
TERORISME DAN BOM BUNUH DIRI
E.
Pengertian Terorisme
Wacana tentang terorisme telah muncul sejak ribuan
tahun silam dan menjadi legenda dunia, namun sampai kini belum ada satu
kesepakatan mengenai makna terorisme, karena adanya perbedaan persepsi, visi
dan kepentingan dalam memandang masalah terorisme ini. Bahkan PBB pun tidak
berhasil merumuskan satu definisi yang bisa diterima oleh semua anggota PBB.
Menurut al-Juhani, tidak adanya rumusan terorisme
dapat dapat disepakati oleh bangsa-bangsa di dunia disebabkan antara lain
banyaknya pendapat mereka dalam membicarakan masalah ini. Selain itu, perbedaan
cara pandang mereka dalam menyikapi suatu tindakn teror, sebagian mereka
menganggapnya benar-benar sebuah tindakan teror, sedang yang lain justru
melihatnya sebagai suatu tindakan yang dapat dibenarkan (justifiable),
yakni tidak dikategorikan sebagai tindakan terorisme. Selanjutnya, juga
disebabkan adanya istilah-istilah lain yang memiliki makna yang sangat dekat
dengan istilah terorisme misalnya istilah kekerasan politik dan kejahatan
terorganisasi. Persoalan yang turut menyebabkan perbedaan pemahaman tentang
terorism adalah perbedaan motivasi, tempat waktu dan budaya.18
Terlepas dari kesulitan tersebut, terdapat sejumlah
definisi terorisme. Secara etimologis, terorisme memiliki beberapa makna,
yakni:
a) Attitude d’intimidation (sikap
menakut-nakuti).
b) Use of violence and intimidation, especially for
political purposes (penggunaan kekerasan dan intimidasi terutama untuk
tujuan-tujuan politik).
c) Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan
dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktek-praktek tindakan
teror.
d) Sikap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan
dan keputusasaan (fear and dispear).19
Sedangkan pengertian terorisme secara istilah
dikemukakan para pakar sbb:
a. Menurut Thornton: Terrorism is a symbolic act
designed to influence political behaviour by axtra normal means, entailing the
use of threat or force
(Terorisme
adalah penggunaan teror sebagai tindakan simbolik yang dirancang untuk
mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ektra normal
khususnya penggunaan ancaman atau kekerasan).
Azyumardi Azra
mengomentari pengertian ini dengan membedakan dua kategori penggunaan teror
yakni enforcement terror sebagai alat penguasa untuk menindas
pihak-pihak yang beroposisi dengannya. Penggunaan teror yang lain adalah agitational
terror sebagai upaya merongrong kewibawaan pemerintah yang berkuasa.
b. Menurut Peter Soderberg: Terorisme adalah upaya
menempuh cara-cara kekerasan untuk suatu target-target politis, dilakukan
pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Metode kekerasan bertujuan sebagai
ungkapan kemarahan atau penentangan secara politis terhadap pemerintah resmi
disebabkan negara tidak memenuhi tuntutan mereka.
Peter
Soderberg menjelaskan aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok oposisi
untuk menekan pemerintah agar tujuan mereka inginkan dapat terwujud. Namun jika
pertentangan itu terjadi antara dua kubu meskipun non militer, maka ia tidak
lagi menyebutnya sebagai tindakan teror melainkan sebuah peperangan.
Pemikiran
Peter Soderberg mirip dengan Thornton,
hanya saja sifatnya terbatas pada tindakan kekerasan yang ditujukan untuk
mengganggu kebijakan pemerintah secara politis. Adapun tindak kekerasan yang
dimaksud mencakup semua bentuk kekerasan baik yang dilakukan seseorang atau
beberapa orang dan berdampak pada pihak lain baik secara kejiwaan, maupun fisik
misalnya intimidasi, menakut-nakuti, penindasan, pembungkaman lembaga pers,
pengancaman, dan pembunuhan dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme.
c. Menurut Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah al-Azghar
al-Syarif (Organisasi Pembahasan Fiqh dan Ilmiah Al-Azhar): Terorisme
adalah tindakan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan masyarakat,
kepentingan umum, kebebasan dan kemanusiaan serta merusak harta dan kehormatan
karena ingin berbuat kerusakan di muka bumi.
d. Menurut Federal Bureau of Investigation (FBI
atau Biro Penyelidikan Federal): Terrorism is the unlawful use of force or
violence against persons or property to intimidate or coerce a government, the
civilian population, or any segment, in furtherance of political or social
aobjectives
(Terorisme
adalah tindakan kekerasan yang melanggar hukum dilakukan terhadap orang atau
properti untuk mengintimidasi pemerintah, penduduk sipil atau segmen lainnya
dalam rangka mencapai tujuan politik dan sosial).
e. Menurut pasal 6 Perpu Nomor 1 Tahun 2002, terorisme
adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis, atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas
internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun.20
Jadi, pengertian terorisme secara operasional adalah
setiap tindakan atau ancaman yang dapat mengganggu keamanan orang banyak baik
jiwa, harta maupun kemerdekaannya yang dilakukan oleh perorangan, kelompok
maupun negara.
1Lihat Moh. Guntur Ramli dan A. Fawad Sjadzili, Dari Jihad Menuju
Ijtihad (Cet. I; Jakarta:
LSIP, 2004), h. 3. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam karya Abu Hasan
al-Mawardi, Kitab al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayyat wa al-Diniyyah (Beirut: Dar al-Fikr,
[t.th.]).
2M. Quraish Shihab, Lentera Hati (XVIII; Bandung: Mizan,
1999), h. 106.
3Lihat Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum
Islam (Cet. I; Balitbang dan Diklat
Depag RI, 2009), h. 1.
4 Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Uma (Cet. XII; Bandung:
Mizan, 2001), h. 501.
5Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim ibn Manzur al-Afriqi
al-Misri, Lisan al-‘Arab, Juz I (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), h.
521.
6Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam (Beirut: Dar
al-Masyriq, 1986), 106.
7M. Quraish Shihab, op.cit., h. 501-502.
8Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV Indah Press,
2002), h. 85.
9M. Quraish Shihab, Lentera Hati, h. 107-108.
10al-Ragib al-Asfahani, al-Mufradat fi Garib al-Qur’an, h. 100
dalam Kasjim Salenda, op.cit., h. 132.
11Kamil Salamah al-Daqs, al-Jihad fi Sabilillah (Cet. II;
Beirut: Muassasat ‘Ulum al-Qur’an, 1988), h. 10.
12 Ibn Manzur, op.cit., h. 521.
13Khaled Abou El-Fadl, The Great Theft: Wrestling Islam from the
Extremists (New York:
Harper San Fransisco, 2005), h. 221-225, dalam Kasjim Salenda, op.cit.,
h. 24.
14Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz VIII
(Cet. IV; Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h. 5846.
15Departemen Agama RI, op.cit., h. 85.
16Muhammad Sa’id Ramadan al-Buti, al-Jihad fi al-islam kaifa
Nafhamuhu wa Kaifa Numarisuhu? (Beirut: Dar al-Fikr al-Ma’asir, 1993), h.
3-4.
17Lihat Kasjim Salenda, op.cit., h. 139-140.
22 Ibid., h. 135-136.
24Matn hadis ini masih diperselisihkan oleh para ulama hadis.
25Lihat
Yusuf Qardawi, Hady al-Islami Fatawi Mu’asirah, diterjemahkan oleh Abdul
Hayyie al-Kattani, dkk., Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 (Cet. I; Jakarta: Gema Insani
Press, 2002), h. 123-124.
26al-Turmizi dalam CD hadis Sunan al-Turmizi, kitab Fada-il jihad
‘an Rasulillah, hadis nomor 1546.
18Lihat Ali Faiz al-Juhani, al-Fahm al-Mafrud li al-Irhab al-Marfud
(Cet. I; Riyad: [t.tp], 2001), h. 14 dalam ibid., h. 77.
20Ibid., h. 80-82.
Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli di toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman seharga 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/ bookprice_offer/show?token= 58128ac02eb5828663bd59fe736ca2 a9941d106a&auth_token= d3d3LmxhcC1wdWJsaXNoaW5nLmNvbT oyZWQxNTcyMDM5M2YwMDMzYzhkYjE2 MjFiYmJjYjQ3Zg==&locale=gb
Catatan Tambahan:
Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli di toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman seharga 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/
Bissmillah..
BalasHapusAssalamualaikum wr..wb..
Dari posting yang saya baca di atas sangat menarik sekali materi yang pak sampaikan sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan dari saya yaitu :
1.Sebenarnya yang menjadi terorisme islam atau aliran-aliran di samping islam ??
2.Bagaimana kita harus menanggapi pernyataan non muslim terhadap kita tentang islam adalah teroris ??
3.Bagaimana tanggapan pak terhadap bom bunuh diri pada 12 oktber 2002 lalu tepatnya 1 tahun 1 bulan 1 hari setelah kejadian WTC 1 september 2001, apakah ada kaitannya ?? dan apakah itu termasuk dalam konteks jihad juga ??
4.Dan yang terakhir bagaimana saran pak kepada pemerintah agar idonesia tidak ada lagi teroris dan bom bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini ??
Sekian pertanyaan saya bila ada kekeliruan mohon dimaafkan
Wassalamualaikum….
Asalamualaikum wr, wb.
BalasHapusDari penjelasan materi yg saya baca diatas, sangatlah menarik sekali dan
Sekaligus menambah wawasan bagi kita pembaca, karena selama ini yg saya tahu tentang jihad itu adalah sekelompok orang yg berperang untuk membela agama islam, dan setelah pak jelaskan secara singkat di ruangan kuliah, dan setelah saya membaca isi dari materi diatas, baru saya mulai memahami bahwa jihad itu banyak klasifikasinya, dan hampir setiap hari terjadi di kehidupan kita sendiri.
Mungkin itu saja komentar singkat dari saya.
Wasaiamualaikum wr..wb..
Assalamualaikum wr, wb
BalasHapusDari tulisan bapak yang say abaca, maka saya dapat memahami bahwasanya antara Jihad dan Teroris sangatlah berbeda jauh dari yang dipahami oleh orang-orang yang memahami Jihad sama dengan teroris, saya beranggapan bahwa yang mereka pahami hanya sebatas dari mendengar isu tentang Jidah di dalam islam secara kontekstual saja. Oleh karenanya seringkali mereka menuduh jihad sama dengan teroris.
Sebagaimana yang bapak tuliskan, bahwa jihad tidak hanya mengenai perang fisik saja, akan tetapi yang sesungguhnya jihad bias saya contohkan saat ini saya sebagai mahasiswa dalam menimbah ilmu di jalan Allah adalah termasuk jihad, menuliskan hal-hal yang baik untuk manfaat kepada orang lain juga jihad.
Dan teroris sebagaimana yang telah dituliskan di atas bahwa, Secara etimologis, yakni: asikap menakut-nakuti). penggunaan kekerasan dan intimidasi terutama untuk tujuan-tujuan politik. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktek-praktek tindakan teror. Sikap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan. Maka sudah pati berbeda antara jihad dan terorisme.
Saya sarankan kepada teman-teman yang telah membaca tulisan ini agar dapat menyampaikannya kepada orang lain yang mungkin belum memahami perbedaan antara jihad dan terorisme itu sendiri. Wallahu ‘alam,,,
Wassalamu’alaikum,,,, wr wb
assalam,,, MERDEKA
BalasHapusNAMA SAYA SUKMAN AMIR
saya fikir dari uraian di atas telah jelas perbedaan antara jihad dan teroris karena jihad adalah perbuatan membela dan jalan terahir bagi kaum muslimin....
menurut saya lewat desertasi bapak di atas ada perbedaan besar antara jihad karena kepentingan sosial politik dan jihad karena akidah,harta,keluarga terzalimi lalu mereka bangkit dan melawan,,,
menurut saya bom bunuh diri boleh boleh saja asalkan dalam situasi perang tapi kalau semisalkan kita tidak berada dalam situasi tersebut jika terdapat jalan lain selain itu maka kita boleh dan harus memilih jalan itu,,saya ingin kita kembali mengenang peristiwa bom bali saya kira ini adalah perbuatan makar karena manusia yang tidak berdosa juga ikut terseret oleh kematian dan alam akan rusak akibat ulah seseorang yang tidak menghargai perbedaan,, jika teroris itu benar dan bom bunuh diri itu boleh maka hancurlah eskalasi peradaban manusia di era modern seperti ini... untuk kita tentu memahami bahwa kalau jihad adalah curahan kekuatan untuk membela,, baik membela hawa nafsu maupun membela keluarga agama,
untuk teroris ini adalah keinginan untuk berkuasa dan menghancurkan orang atau tempat apapun yang menghalangi pergerakan kaum teroris ini,,,,
jadi teroris itu pergerakanya melalui tindakan makar untuk suatu perubahan,, dan melakukan apa saja demi terwujudnya orientasi politik atau kepentingan teroris tersebut...tapi yang menjadi kebingungan di kalangan iumat muslim saat ini,, tentang siapakah sebenarnya teroris,,? apakah orang islam yang mempertahankan negaranya karena di ambil hasil buminya,, ataukah orang yang bernafsu menghegemoni bangsa lain,,,
lalu ketika anak bangsa timur tengah melakukan pemboman terhadap gedung putih(AMERIKA) karena membela negerinya yang tengah di ambil minyak buminya ataukah orang yang berusaha menjajah bangsa lain karena keserakahan menguasai bumi orang lain,, lalu orang yang melakukan bom bunuh diri dianggap teroris padahal dia tengah membela negaranya karena ekonominya di rampas..mereka (AMERIKA) menuduh islam teroris padahal mereka yang teroris...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalamualaikum.wr.wb . . .
BalasHapusMuhammad Zaid Ulath [ JS A ]
Dari penjelasan diatas , saya ingin membuat ringkasan dan mungkin sedikit tambahan agar lebih menambah pengetahuan teman-teman dan juga masyarakat awam yg mungkin sedikit belum mengerti tentang perbedaan atau kaitan
jihad dan terorisme.
Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta dan juga merugikan kesejahteraan masyarakat.
Terorisme ini merupakan salah satu bentuk kejahatan yang diorganisir dengan baik yang bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang tidak membeda-bedakan sasaran.
Sedangkan jihad itu adalah segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya, dan segala upaya yang sungguh-sungguh untuk menjaga dan meninggikan agama Allah.
perbedaannya jihad dan terorisme, kalau Terorisme ini bersifat merusak dan anarkis. Dan tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan atau menghancurkan pihak lain, dan yang dilakukan dengan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
Sedangkan jihad itu bersifat melakukan perbaikan sekalipun dilakukan dengan cara peperangan. Jihad itu bertujuan untuk menegakkan agama Allah dan atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi. Jihad dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh dan sudah jelas.
Hukum melakukan teror itu adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan atau kelompok, maupun negara.
Allah Swt berfirman ”Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya...”, (QS. Al Maidah [05]: 32)
Rasulullah Saw juga bersabda: ”Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti orang muslim lainnya” (HR. Abu Dawud)
Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib, berdasarkan firman Allah Swt: ”dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfal [08]: 60)
”Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". (Al Hajj [22]: 39-40)
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka berkata: Tiada Tuhan selain Allah.”
Dalam hadits lain, Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Anas, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Jihad berlaku sejak Allah mengutusku sampai umat terakhirku memerangi Dajjal. Dia tidak dibatalkan oleh kelaliman orang yang lalim, dan tidak pula oleh penyelewengan orang yang menyeleweng.”
Mungkin dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa tidak ada kaitan antara perilaku/aktivitas terorisme dengan jihad. Terorisme bukanlah jihad, jihad juga bukan terorisme.
.......
??. Malah, kalau jika kita mau jujur, kalau dilihat dari makna dan praktiknya maka tindakan Israel saat menyerbu Palestina adalah tindakan terorisme yang sesungguhnya. Demikian pula juga tindakan Amerika Serikat dibawah pimpinan Bush yang dilanjutkan oleh Barack Obama dalam menghancurkan Afghanistan dan Irak adalah tindakan terorisme. Menurut saya sejatinya Israel dan AS lah terorisme sejati, bukan umat Islam.
Mungkin itu saja sedikit penjelasan saya, mudah-mudahan bisa menjadi ilmu dan menambah pengetahuan kita semua . . .
Kalau ada salah kata atau kekurangan mohon di benarkan, manusia ada kelebihan dan kekurangan dan tak luput dari kesalahan.
Wallahu a’lam bi shawab . . .
Trimkasih.
ASSALAMUALAIKUM WR. WB
BalasHapusNAMA : SUPRAPTO RATAU
KLS : HPI/A/ V
Dari penjelasan di atas mengenai jihad lebih saya fahami yaitu tujuan jihad adalah untuk menguji kesabaran
Untuk penjelasan mengenai jihad sesuai di paparkan diatas bahwa jihad itu terbagi atas dua yaitu jihad secara fisik dan jihad tidak secara fisik
Jihad secara fisik yang saya pahami yaitu orang yang berjuang dengan dengan sekeras tenaga, mengorbankan jiwa, harta, jati diri
Jihad tidak secara fisik
1. Jihad melawan hawa nafsu
2. Jihad melawan syaitan
3. Jihad dalam ilmu pendidikan
4. Jihad di bidang ekonomi dll
Sehingga saya menganalisa bahwa ternyata untuk mencari syurga Allah SWT. Banyak jalan untuk menggapainya salah satu contoh, saya sebagai mahasiswa menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh bahwa itu juga termasuk jihad.
Sedangkan terorismen dan bom bunuh diri itu merupakan suatu perbuatan yang sangat keji. Dan dimana kita ketahui bahwa terorisme adala sebuah aliran atau gerakan untuk mencari kepentingan pribadi terutama tujuan polotik dan gerakannya juga membuat kita merasa ketakutan karena yang mereka lakukan dengan cara bom bunuh diri.
Jadi jika dikaitkan bahwa terorisme dan bom bunuh diri itu di katakan sebagai jihad maka itu sebuah pemaknaan yang salah, dan kita sebagai mahasiswa yang mempunyai intelektual kita jangan terpropoganda oleh hal-hal seperti ini.
ASSALAMUALAIKUM
BalasHapusNAMA : ARMIN PULU
Dari pemaparan penjelan di atas sungguh sangat menarik sekali karena jihad dan teroris yang di maknai bahwa teroris dan bom bunuh diri itu merupakan suatu tindaka jihad sesuai dengan penafsiran mereka.
Sederhana dari saya bahwa kita sebagai mahasiswa harus lebih memahami dan membedakan jihad yang sesungguhnya dan mana jihad yang tidak sesungguhnya seperti isi materi diatas bahwa jihad terbagi atas dua. Dan lebih kita ketahui teroris merupakan suatu tindakan criminal berat, karena membunuh orang dengan kejam sepeti yang pernah terjadi dan telah kita ketahui bersama.
Itulah penjekasan singkat dari saya mengenai jihad versus teroris dan bom bunuh diri.
Terimah kasih
Assalamualaikum Wr. Wb
BalasHapusNama : Ida Apriani
Kelas : Js – B
Dari penjelasan materi yang pak paparkan di atas , sangatlah menarik dan menambah wawasan bagi saya maupun pembaca yang lain, karena penjelasan tentang jihad yang saya tahu yaitu seseorang atau sekolompok orang berperang untuk membela agama islam di jalan Allah SWT, tetapi dari penjelasan di atas ternyata jihad bukan Cuma itu, tetapi jihad juga sebagai berikut :
1. Jihad melawan hawa nafsu
2. Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia
3. Jihad menghadapi orang –orang yang senang berbuat maksiat
Sekian komentar saya bila ada kekeliruan, saya mohon maaf
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Assalamualaikum Wr. Wb
BalasHapusNama : M. Nur Ulfah Suneth
Kelas : Js – B
Dari penjelasan materi yang saya baca di atas, sangatlah bagus, menarik dan lebih menambah wawasan bagi pembaca, penjelasan tentang jihad yang saya tahu yaitu seseorang atau sekolompok orang berperang untuk membela agama islam di jalan Allah SWT, tetapi dari penjelasan di atas ternyata jihad bukan Cuma itu, tetapi jihad juga sebagai berikut :
1. Jihad melawan hawa nafsu
2. Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia
3. Jihad menghadapi orang –orang yang senang berbuat maksiat
4. Jihad melawan orang – orang munafik
5. Jihad melawan orang – orang kafir
Dan dari penjelasan di atas saya juga dapat lebih mengetahui tentang terorisme, yang secara etimologis, terorisme memiliki beberapa makna, yakni :
1. Sikap menakut – nakuti
2. Penggunaan kekerasan dan intimidasi terutama untuk tujuan – tujuan politik
3. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik)
4. Sikap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan.
Sekian komentar saya bila ada kekeliruan, saya mohon maaf
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Nama: sabar toda besan
BalasHapusJurusan :HPI (b)/ V
Assalamualaikum,,
Dari penjelasan di atas sangat menarik sekali apa yang pak paparkan sehingga menambah pengetahuan saya bahwa ternyata bom bunuh dan terorisme itu berbeda selain itu ada juga klasifikasi jihad sebagai berikut :
1. Jihad melawan hawa nafsu
2. Jihad melawan setan yang merupakan musuh bagi umat manusia
3. Jihad menghadapi orang –orang yang senang berbuat maksiat
4. Jihad melawan orang – orang munafik
5. Jihad melawan orang – orang kafir
SAHRIYANI RUMAHULIS
BalasHapusHPI / B
SMSTER : V (LIMA)
Assalamualikum…wr…wb.
Dalam pembahasan atau uraian di atas sangat menarik buat saya, karena pembahasan tersebut membicarakan atau mengkaji tentang jihat. Dan kita sebagai umut islam harus tau bahwa jihat merupakan peran untuk melawan musuh dan peran melawan
-hawanapsu
-kemiskinan dan
-Kebodohan
Jihay merupakan amal ibadah sehingga jihat menuntut kemampuan seseorang. jadi,kita sebagai umut islam harus bertekat melawan ujian atau cobaan yang di berikan oleh allah kepada kita, karena jihat merupakan suatu ujian atau cobaan kualitas terhadap kita sebagai umat isla, karena jihad menghadapi orang orang yang senang berbuat maksiat, dan orang orang yang durhaka ,namun demikian jihat bukan semata mata berarti berjuang di bidang perang, namun melainkan usaha yang sunguh sunguh dilakukan oleh seseorang dalam rangkah merai keridaan Allah,
Itu saja sedikit penjelasan dari saya tengang jihat, kekurangan dan lebihnya saya mohon maaf
Wasalamualaikum……., wr..,wb