SHALAT
A. PENGERTIAN SHALAT
Secara
etimologis, shalat berarti doa atau doa meminta kebaikan, yaitu permohonan
keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian hidup di dunia dan akherat kepada
Allah, seperti yang diisyaratkan dalam QS al-Taubah: 103
‘Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.’
Kata ash-shalah, dalam
ayat di atas bermakna doa, atau permohonan.
Permohonan dalam shalat tidaklah sama dengan
permohonan di luar shalat sebab di dalam shalat telah diatur dengan tata cara
yang baku yang tidak boleh dikurangi ataupun ditambah.
Secara
terminologis, shalat ialah ibadah yang terdiri dari rangkaian perkataan dan
perbuatan tertentu yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan
salam beserta mengerjakan syarat dan rukunnya dengan niat untuk mendapatkan
keredaan Allah.
B. SYARAT SAH SHALAT
1. Mengetahui
masuknya waktu shalat (berdasarkan persangkaan yang kuat), berdasarkan firman
Allah dalam:
a. QS al-Nisa: 103
‘Sesungguhnya shalat itu
suatu kewajiban bagi orang-orang beriman yang telah ditentukan waktunya.’
b. QS. Hud: 114
‘Dirikanlah shalat pada
dua penghujung siang dan pada sebagian dari waktu malam. Sesungguhnya kebaikan
itu menghapus kejahatan, demikian itu merupakan peringatan bagi orang-orang
yang mau ingat.’
Keterangan:
Menurut al-Hasan, shalat
pada dua penghujung siang itu adalah shalat subuh dan ashar, sedangkan shalat
pada sebagian dari waktu malam, ialah dua shalat yang berdekatan, yaitu shalat
magrib dan isya.
c. QS al-Isra: 78
‘Dirikanlah shalat pada waktu
tergelincir matahari sampai mulai gelap malam, begitupun shalat fajar, karena
sesungguhnya shalat fajar itu ada yang menyaksikannya.’
Maksud dari ‘shalat pada
waktu tergelincir matahari’: shalat zuhur. Sedangkan yang dimaksud ‘sampai
mulai gelap malam’: shalat asar, magrib dan isya.
2. Suci dari
hadas kecil (dengan wudu) dan hadas besar (dengan mandi junub) berdasarkan
firman Allah dalam QS al-Maidah: 6
‘Hai orang-orang beriman
jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai ke
siku, dan sapulah kepalamu lalu basuh kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika
kamu dalam keadaan junub, maka hendaklah kamu bersuci.’
Juga hadis Nabi saw:
(رواه
الجماعة) صلاة بغير طهور الله لا يقبل
‘Allah tidak akan menerima shalat tanpa
bersuci’ (HR Jamaah ahli hadis)
3. Suci
badan, pakaian dan tempat shalat dari najis yang kelihatan, bila itu mungkin,
sesuai firman Allah dalam QS al-Mudatssir: 4
‘Dan pakaianmu hendaklah engkau
bersihkan.’
4. Menutup aurat, sesuai firman
Allah dalam QS al-A’raf: 31
‘Hai manusia pakailah perhiasan (pakaian)mu setiap kamu ke masjid.’
5. Menghadap kiblat, sesuai firman Allah dalam QS
al-Baqarah: 144
فول وجهك شطر المسجد الحرام وحيث ما كنتم فولوا
وجوهكم شطره
‘Maka hadapkanlah wajahmu
ke arah masjidil haram dan di manapun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke
arahnya.’
C. RUKUN SHALAT
1. Niat
mendirikan shalat karena Allah sesuai hadis segala perbuatan dibalas sesuai
niatnya ( انما
الأعمال بالنيات )
2.
Berdiri jika mampu, sesuai QS al-Baqarah: 238
فانتين وقموا لله (berdirilah untuk Allah dalam (shalatmu)
dengan khusyu)
3.
Takbiratul ihram
4.
Membaca surat al-Fatihah, sesuai hadis لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (tidak sah salat bagi orang yang salat tanpa membaca surat
al-Fatihah)
5.
Ruku’ secara thuma’ninah
6. I’tidal
(bangkit dari ruku’) secara tuma’ninah
7.
Sujud secara tuma’ninah
8.
Duduk antara dua sujud secara tuma’ninah
9.
Duduk Tahiyatul akhir
10.
Membaca doa tasyahhud akhir
11.
Membaca salawat Nabi
12.
Memberi salam ke sebelah kanan
13.
Tertib
Keterangan:
Perbedaan
antara syarat sah shalat dengan rukun shalat:
* Syarat sah
shalat bukan bagian dari perbuatan shalat, sehingga boleh dilakukan sebelum
shalat sedangkan rukun shalat adalah bagian dari perbuatan shalat itu sendiri.
Karena itu tidak boleh dilakukan sebelum perbuatan shalat, meskipun dengan
tenggang waktu yang relatif singkat.
*
Karena itu menurut sebagian ulama, niat shalat harus dikerjakan bersamaan
dengan membaca takbiratul ihram sebab niat merupakan bagian dari rukun shalat.
D. AKIBAT
HUKUM MENINGGALKAN SHALAT
1.
Meninggalkan shalat dengan menolak dan menentang wajibnya shalat menyebabkan
kafir dan keluar dari agama Islam (kafir i’tikad) berdasarkan ijma kaum
muslimin.
2.
Meninggalkan shalat karena lalai, alpa tanpa uzur syar’i namun masih mengakui
wajibnya shalat menyebabkan kufur ni’mat atau fasik dan tidak kafir.
Berdasarkan hadis Nabi saw:
a. العهد الذى بيننا و بينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر
‘Janji yang terikat erat
antara kita dengan mereka (non muslim) adalah shalat. Maka barangsiapa yang
meninggalkan shalat, berarti dia telah kafir.’ (HR Ahmad)
b.
بين الرجل و بين الكفرترك الصلاة
‘Batas antara seseorang dengan kekafiran
adalah shalat.’
E. BEBERAPA PERILAKU SALAH DALAM SHALAT
1. HAL-HAL YANG DILARANG SEBELUM SHALAT
a. Menahan lapar
Untuk tercapainya target shalat (khusyuk),
selain dilarang makan dan minum juga dilarang menahan lapar, sesuai hadis Nabi
saw
لا صلاة بحضرة
الطعام ولا وهو يدافعه الآخبثان
‘Tidak ada salat bagi
orang yang telah dihidangkan makanan dan tidak ada shalat pula bagi orang yang
kebelet ke WC (buang air seni/air besar).’ (HR Muslim)
b. Menahan Buang air
Selain berdasarkan hadis di atas, juga
didasarkan pada hadis Nabi saw
اذا اقيمت الصلاة
ووجد أحد كم الخلاء فليبدأ به قبل صلا ته
‘Jika shalat telah qamat,
padahal di antaramu ada yang menahan buar air, maka buang airlah dahulu sebelum
kamu shalat.’ (HR Bukhari dan Muslim)
c. Menahan kantuk
Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw
اذا نعس
أحد كم فلير قد حتى يذهب عنه النوم فا نه اذا صلى و هو ناعس لعله يذهب يستغفرفيسب
نفسه
‘Jika seseorang mengantuk, hendaklah ia tidur
hingga hilang rasa kantuknya. Sebab jika ia meneruskan shalatnya, yang
seharusnya memohon ampun kepada Allah, tetapi ia justru memaki-maki dirinya
sendiri.’
2. HAL-HAL YANG DILARANG DALAM SHALAT
a. Berkata-kata/berbicara
Didasarkan pada hadis Nabi saw
كنا
نتكلم فى الصلاة يكلم الرجل منا صاحبه وهو الى جنبه فى الصلاة حتى نزلت: و قموا
الله قانتين فأ مرنا بالسكوت و نهينا عن الكلام
‘Dalam suatu (kesempatan) shalat
kami berbicara. Masing-masing berbicara dengan teman di sampingnya, sehingga
turun ayat: wa qumu lillahi qa-nitin (dan lakukanlah shalat dengan
khusyu karena Allah), maka kamipun diperintahkan diam dan dilarang
berkata-kata/berbicara (oleh Nabi saw).’
b. Banyak gerak tanpa ada
keperluan penting/mendesak
c. Meludah
d.
Menguap karena menguap itu godaan setan. Jika menguap hendaklah ditutup
mulutnya dengan tangan
e.
Memejamkan mata
f.
Mencuri dalam shalat (tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya)
g.
Bersikap seperti unta ketika hendak sujud/bangkit dari sujud (mendahulukan
tangan dari lutut ketika hendak sujud dan mendahulukan pantat dari badan ketika
bangkit dari sujud)
h.
Bersikap tergesa-gesa
i.
Mendahului imam
j.
Memain-mainkan baju/garuk badan tanpa keperluan.
F. HIKMAH SHALAT
1. Shalat
merupakan rukun Islam yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat,
sehingga menjadi pembeda antara orang beriman dengan yang tak beriman sesuai
hadis Nabi saw: “Yang membedakan antara seseorang yang beriman dengan
kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
Juga hadis Nabi saw: as-shalatu ‘imadud
din fa man aqamaha faqad aqamad din wa man hadamaha faqad hadamad din (shalat
itu tiang agama. Barangsiapa mendirikan shalat, maka sungguh dia telah
menegakkan agama dan barangsiapa yang melalaikan shalat, maka sungguh dia telah
meruntuhkan agamanya).
2. Shalat
disyariatkan sebagai salah satu cara umat manusia untuk mensyukuri nikmat Allah
yang tak terhingga ini.
3. Faedah
keagamaan shalat di antaranya membangun hubungan yang baik antara manusia
dengan Allah. Dalam shalat kenikmatan munajat kepada sang pencipta akan terasa,
pengabdian kepada Allah dapat diekspresikan, disertai penyerahan segala urusan
kepada-Nya. Dengan mendirikan shalat, seseorang akan mendapat keamanan,
kedamaian dan keselamatan dari Allah. Shalat akan mengantarkan seseorang menuju
kesuksesan, kemenangan dan pengampunan dari segala kesalahan dari Allah sesuai
firman Allah dalam QS al-Mu’minun: 1-2
قد أفلح الموءمنون الذين هم فى صلاتهم خاسعون
‘Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.’
4. Faedah sosial kemasyarakatan dari shalat,
di antaranya: anggota masyarakat yang rajin mendirikan shalat akan memiliki
jiwa solidaritas yang kuat dan persatuan dalam masyarakat serta kesatuan
pikiran.
G. KEUTAMAAN SHALAT
1. Berdasarkan rukun-rukunnya,
shalat memiliki dimensi:
a. Dimensi afektif, shalat menimbulkan perasaan-perasaan dan daya emosi yang khas dan
kuat yang diperoleh dari rukun qalbiyah shalat berupa niat dan
kekhusyu’an.
b. Dimensi kognitif, shalat menimbulkan
efek pengenalan, pikiran dan daya cipta yang luar biasa yang diperoleh dari
rukun qauliyah shalat (mengucapkan takbir, membaca surat al-Fatihah, tasbih ruku dan sujud, doa
antara dua sujud, tasyahhud, salawat Nabi serta salam).
c.
Dimensi psikomotorik, shalat menimbulkan kemauan, gerak dan daya karsa yang
mantap yang diperoleh dari rukun fi’liyah shalat (berdiri, ruku, dan
sujud serta duduk dalam shalat).
2.
Berdasarkan motivasi, shalat mempunyai dua dimensi:
a. Dimensi intrinsik: kepribadian yang
dibentuk/didorong oleh kewajiban mendirikan shalat sendiri tanpa dikaitkan
dengan kebutuhan pribadi. Inisiatif mendirikan shalat didasarkan atas kewajiban
melaksanakan ajaran agama, baik kewajiban itu relevan atau tidak dengan
kebutuhannya. Dimensi ini terbentuk dari pelaksanaan shalat wajib (shalat 5
waktu) dan shalat rawatib.
b. Dimensi ekstrinsik: kepribadian yang
dibentuk/didorong oleh kebutuhan orang yang shalat. Seseorang yang mempunyai
kebutuhan terhadap sesuatu, maka kebutuhan tersebut akan merangsangnya untuk
melaksanakan shalat. Hal ini diperoleh dari pelaksanaan shalat sunat.
Shalat sunat juga mempunyai makna
perluasan diri yang berfungsi menyempurna-kan shalat wajib. Menurut Alport,
bahwa kepribadian yang matang adalah kepribadian yang memiliki perluasan diri.
Artinya, hidup ini tidak hanya terikat secara sempit pada sekumpulan
aktivitas-aktivitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan dan kewajiban pokok.
Shalat wajib lima waktu merupakan kewajiban dan kebutuhan
pokok, sedangkan shalat sunat merupakan perluasan/penyempurnaannya.
3.
Berdasarkan pelaksanaannya, shalat mempunyai 4 dimensi:
a. Shalat harian seperti shalat wajib 5
waktu, cara kerjanya bersifat harian dan rutinitas dalam meraih program kerja
jangka pendek. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi hajat hidup sehari-hari baik
untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan shalat sendirian, maupun untuk
kebutuhan keluarga kecil/besar melalui shalat berjamaah.
b. Shalat mingguan (shalat jumat), cara
kerjanya bersifat mingguan dalam meraih program kerja jangka menengah. Hal ini
membutuhkan konsolidasi antar anggota masyarakat di suatu perkampungan minimal
berjumlah 40 orang. Karenanya diperlukan pencerahan diri terlebih dahulu
melalui pembinaan semacam doktrin (khutbah) untuk menyamakan persepsi yang
beraneka ragam.
c. Shalat tahunan (idul fitri dan idul
adha), cara kerjanya bersifat tahunan dalam meraih program kerja jangka
panjang. Hal ini membutuhkan penggalangan massa
sebanyak-banyaknya, tanpa membedakan jenis kelamin dan perbedaan usia, sehingga
dianjurkan dilaksanakan di lapangan/alun-alun, agar massa lebih banyak berdiskusi dalam menyusun
program jangka panjang.
d. Shalat seumur hidup sekali, yaitu shalat
sunat tasbih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar