USAHA MANUSIA DAN REZEKI ALLAH
Dr. La Jamaa, MHI
Pada hakekatnya Allah telah menyiapkan rezeki untuk semua hamba-Nya termasuk manusia, sesuai isyarat al-Qur'an bahwa wa ma min dabbatin fil ardli illa 'alallahi rizquha. Namun demikian ayat ini mengisyaratkan pula bahwa rezeki Allah untuk makhluk-Nya itu akan diberikan kepada dabbah, binatang melata. Ciri utama binatang melata adalah bergerak. Dengan demikian rezeki yang disiapkan Allah tersebut berbandingan lurus dengan kualitas dan kuantitas usaha manusia dalam menjemputnya rezekinya masing-masing.
Usaha manusia dapat berupa usaha atau kerja fisik (olah otot), olah nalar dan olah batin. Bahkan idealnya usaha menjemput rezeki tersebut merupakan gabungan antara olah otot, olah pikir, dan olah batin. Karena itu Allah tidak akan memberikan rezeki-Nya kepada siapa pun yang berusaha sesuai sunnatullah secara maksimal tanpa memandang ketaatannya kepada Allah. Sehingga tidak mengherankan banyak orang yg tidak taat namun mereka kaya harta lantaran rajin bekerja. Sebaliknya, ada orang yang rajin beribadah tapi miskin, bisa jadi usahanya kurang maksimal sesuai sunnatullah. sebab salah satu ciri sunnatullah adalah bersifat objektif dan konstant. Objektivitas sunnatullah merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah. Sebab itu pula, bisa jadi ada orang yang tidak perlu bekerja (olah otot, olah nalar) secara maksimal namun dia bisa memperoleh rezeki Allah melalui olah batin seperti yang dinikmati oleh para wali (kekasih) Allah. Keistimewaan wali Allah sebenarnya diperoleh juga melalui usaha maksimal yakni olah batin. Jadi perbedaannya dengan manusia kebanyakan adalah bentuk usahanya. Manusia kebanyakan melalui usaha olah otot, dan olah nalar sedangkan wali melalui olah batin. Namun memiliki kesamaaan yakni kesungguhan dalam berusaha, baik dalam olah otot, olah nalar maupun olah batin.
Dengan demikian kerja keras dalam bidang
apapun sesuai dengan keterampilan tiap-tiap orang adalah kunci sukses dalam
hidup ini. Islam sangat mencela orang yang bersifat malas dan masa bodoh. Khalifah
Umar pernah menegur seorang sahabat yang selalu berdoa namun tidak mau bekerja,
bahwa “janganlah seorang dari kalian duduk dan malas mencari rezeki padahal dia
mengetahui langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.”
Begitu pula sayidina Ali
pernah menegaskan “Tuhan tidak akan pernah menurunkan Tangan bantuan-Nya kepada
kami sebelum Dia melihat kami bersusah payah dalam mujahadah (berjuang).” Makna
mujahada di sini bukan hanya kerja-kerja fisik, tetapi juga kerja spiritual dan
intelektual. Karenanya, pengertian doapun bukan hanya olah batin, melainkan
juga olah otot dan olah nalar. Jelasnya, doa adalah gabungan antara ikhtiar,
usaha dan tawakal seorang hamba dalam memaknai titian takdirnya. Sebab, setiap
kerja yang baik akan selalu menjadi doa yang tulus, dan setiap doa yang tulus
akan selalu menjadi kerja yang baik bagi manusia.
Meskipun bekerja mencari
harta sangat penting dalam ajaran Islam, namun demikian umat Islam tidak boleh
menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya. Islam
merupakan agama yang sarat dengan nilai etika dan norma atau akhlak, sehingga
dalam bekerja pun, umat Islam harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai etika
dan moral. Etika kerja Islami adalah mencari harta dilakukan dengan cara-cara
yang benar, tanpa melanggar ketentuan syariat, dan diniatkan untuk meraih
kebajikan serta dimanfaatkan untuk kebaikan pula.
Kerja yang Islami adalah
bekerja untuk mencari rezeki yang halal dan diinfakkan pada jalan yang halal
pula sehingga harta tersebut dapat menjadi wasilah untuk meraih kebahagian
hidup dunia dan akherat. Sebaliknya, kerja tidak Islami, adalah bekerja mencari
rezeki dengan cara yang melanggar ketentuan syariat (cara-cara yang haram) dan
biasanya dihambur-hamburkan untuk kegiatan yang haram pula. Dalam realitas
kehidupan banyak orang kaya dari uang panas biasanya digunakan untuk judi,
mabuk-mabukan dan kemaksiatan lainnya. Sehingga orang tersebut sepintas tampak
hidup bahagia, namun yang bersangkutan justru merasa hidup menderita, dan
pelariannya bukan beribadah dan berzikir mengingat Allah, namun lari kepada
miras dan narkoba. Harta yang diperoleh dengan cara-cara yang haram akan
menjadi sumber penderitaan di dunia dan akherat.
Sebagai tuntunan dalam
bekerja mencari rezeki, Nabi saw memberikan arahan dalam sebuah sabdanya:
“sesungguhnya Jibril meniupkan ke dalam hatiku bahwanya jiwa itu tidaklah mati
hingga dilengkapi rezekinya. Maka, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan
berlaku baiklah dalam mencari rezeki. Janganlah karena keterlambatan rezeki itu
menjadikan kalian mencarinya dengan melakukan maksiat kepada Allah. Sesungguhnya
tidak akan dicapai apa yang terdapat di sisi Allah, melainkan taat kepada-Nya
(HR Hakim).
Untuk kondisi saat ini
pedagang yang menghalalkan cara akan menimbun barang untuk dijual pada saat
harga barang naik seiring dengan rencana kenaikan harga BBM. Bahkan meskipun
kenaikan harga BBM masih ditunda, namun para pedagang sudah ramai-ramai
menaikkan harga barang dagangannya. Menaikan harga barang dagangan sebenarnya
adalah wajar sesuai mekanisme pasar, namun menjadi tidak wajar bagi pedagang
yang menimbun barang untuk dijual pada saat harga barang naik, yang dikenal
dengan ihtikar dalam Islam. Tindakan menimbun barang yang menjadi
kebutuhan pokok masyarakat seperti sembako, dan BBM merupakan perbuatan haram
karena sangat merugikan masyarakat. Penimbunan barang untuk mendapatkan
keuntungan besar sama artinya bersenang-senang di atas penderitaan orang
banyak.
Dalam setiap kerja
disyaratkan (1) kita tidak merugikan orang lain, (2) saling meredlai, saling
memberi manfaat, (3) dilakukan bukan secara haram, (4) tidak mengandung unsur
penipuan, (5) saling meningkatkan kesejahteraan, dan (6) tidak merusak
lingkungan kerja serta tidak maksiat kepada Allah.
Di samping itu etos kerja
Islami juga tidak terlepas dari 3 hal, yaitu niat, cara dan tujuan. Dalam Islam
kita dianjurkan untuk mengerjakan sesuatu dengan niat untuk mendapatkan redla
Allah. Dengan niat seperti itu, berarti kita telah memberi makna yang lebih
tinggi dan mendalam kepada pekerjaan kita. Suatu pekerjaan yang dilakukan tanpa
tujuan luhur, untuk memperoleh redla Allah bagaikan bayang-bayang yang hampa
tanpa wujud, tidak punya nilai substansial apa-apa. Firman Allah dalam QS
an-Nur: 39
وَالَّذِينَ كَفَرُوا
أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا
جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
‘Orang-orang kafir itu,
amal perbuatannya bagaikan fatamorgana di lembah padang pasir. Orang yang kehausan mengiranya
air, namun ketika didatangi, ia tidak mendapatkannya sebagai sesuatu apapun.’
Dengan niat yang
ditujukan kepada Allah, kita tidak akan melakukan pekerjaan kita secara
asal-asalan, namun dilakukan secara sungguh-sungguh dan teliti karena kita
bertanggungjawab kepada-Nya. Dengan demikian etos kerja mengandung makna ganda,
yakni sebagai sarana ibadah kepada Allah dan sarana untuk memenuhi kebutuhan
hidup di dunia. Dalam kaitan ini etos kerja merupakan manifestasi keyakinan
seorang muslim bahwa kerja memiliki kaitan dengan tujuan hidup yaitu memperoleh
keredhaan Allah. Dengan kata, etos kerja dalam islam adalah cara pandang yang
diyakini seorang muslim bahwa bekerja bukan hanya memuliakan dirinya sendiri,
atau mewujudkan kemanusiaannya, melainkan sebagai manifestasi amal saleh (karya
produktif) yang karenanya memiliki nilai ibadah yang sangat luhur.
Penghargaan hasil kerja
dalam Islam, kurang lebih setara dengan iman, bahkan bekerja dapat dijadikan
jaminan atas ampunan dosa seperti sabda Nabi saw:
“Barangsiapa yang di
waktu sorenya merasakan kelelahan karena
bekerja, bekerja dengan tangannya sendiri maka di sorenya itulah diampuni
dosa-dosanya.”
Bahkan bekerja mencari nafkah itu baik untuk keperluan diri sendiri maupun untuk keluarga dinilai setara dengan jihad. Bukankah bekerja mencari nafkah merupakan usaha memerangi kemiskinan, sehingga sangat wajar jika diposisikan setara dengan jihad. Karena itu dalam bekerja, seorang muslim dianjurkan untuk diniatkan untuk mencari reda Allah. Sehingga cucuran keringat dan kelelahan yang dialaminya tak sia-sia. Namun justru dicatat sebagai kerja ibadah di sisi Allah Yang Mahakaya dan Mahapemberi rezeki.
Tulisannya bagus Pak...
BalasHapussakali2 nulis tetang hiru pikuk mahasiswa IAIN Ambon donk pak... :)
Trim kasih Adam atas atensinya. Kalau sy menulis tentang aktivitas mahasiswa kuatir nanti disalahpahami oleh mahasiswa.
BalasHapusTetapi sy memang ada rencana untuk memuat tulisan untuk memotivasi para mahasiswa dlm kegiatan akademik melalui keikutsertaan mereka dalam organisasi mahasiswa baik organisasi intra maupun ekstra. Sebab tdk dpt dipungkiri bhwa para aktivis mahasiswa di masa lalu tampil sebagai pemimpin di masa kini.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussangat bermanfaat sekali ... kolaborasi antara niat,usaha,doa dan jaminan Allah mnjadikn amalan ibadah setiap hari.
BalasHapussama seperti yg disampaikan oleh ust. salim,lc
"rizki itu jaminan Allah,rizki itu mendatangi kita lebih besar dari pada usaha kita mendatangi rizki tersebut"
terima kasih pak ..sya semakin faham arti usaha dan doa..