PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN HUMANIS
DR. LA JAMAA, MHI
Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beradab. Karena itu seorang pendidik dituntut untuk mengedepankan pendekatan humanis dalam mendidik peserta didiknya. Pendekatan kekerasan fisik dan psikis meskipun dianggap sukses, namun menyisahkan preseden buruk dari aspek kemanusiaan. Salah satu di antaranya adalah munculnya perasaan dendam dengan menggunakan pendekatan kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya dengan orang lain termasuk kepada anak didiknya.
Pengalaman dirinya mengalami tindak kekerasan fisik dan psikis dari guru atau dosennya tanpa disadari telah membekas dalam ingatannya sehingga sadar atau tidak sadar akan digunakan dalam interaksinya dengan orang lain. Memang hal itu tidak berlaku umum namun demikian banyak terjadi dalam kehidupan kita.
Salah satu solusinya adalah pendidikan dengan pendekatan humanis dengan berusaha memahami peserta didik serta berempati terhadap kesulitan belajar mereka. Hal itu bukan berarti mengampangkan masalah, namun mencarikan solusi yang tepat dan benar terhadap permasalahan yang dihadapi peserta didik, termasuk sikap peserta didik yang terkesan melanggar aturan akademik, misalnya siswa atau mahasiswa tidak disiplin masuk kelas, kurang fokus mengikuti proses pembelajaran, tidak menyelesaikan tugas pekerjaan rumah, tugas makalah pribadi atau kelompok, dsb. Dalam kaitan itu pendidik tidak cukup memberikan solusi melalui pemberian punishment/hukuman untuk menyadarkan peserta didiknya. Akan tetapi pendidik perlu juga menggunakan pendekatan lain yang lebih humanis dengan menyelidiki faktor penyebab sikap peserta didik yang tidak taat aturan tersebut.
Pemberian hukuman fisik kepada peserta didik memang dianggap sebagai salah satu solusi dalam mendidik sikap peserta didik yang tidak disiplin namun perlu juga digunakan pendekatan empati kepada peserta didik. Karena bisa jadi sikap tidak disiplin itu justru disebabkan oleh kondisi ekonomi peserta didik yang bersangkutan. Misalnya dalam sebuah kisah seorang siswa selalu datang terlambat masuk kelas sehingga mendapat hukuman dipukul telapak tangannya oleh gurunya. Namun pada suatu hari tanpa disengaja sang guru melihat si siswa membawa koran ke beberapa rumah pelanggan di pagi hari. Pekerjaannya itu menyebabkan dia selalu terlambat masuk sekolah. Sang guru baru sadar bahwa siswanya itu selalu terlambat datang ke sekolah bukan karena kemalasan semata, namun disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarganya yang memaksa dirinya harus bekerja mencari nafkah. Di akhir cerita sang guru merubah sikapnya terhadap siswanya itu, merubah sanksi fisik dengan empati. Empati terhadap kegigihan si siswa dalam berjuang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk biaya sekolahnya.
Dalam dunia pendidikan tinggi banyak mahasiswa yang harus berjuang kuliah sambil bekerja banting tulang justru sangat rajin mengikuti perkuliahan sehingga mencapai prestasi akademik yang sangat memuaskan bahkan ada sebagian di antara mereka yang sukses sebagai lulusan terbaik di antara para wisudawan seangkatannya.
Pemberian hukuman fisik kepada peserta didik memang dianggap sebagai salah satu solusi dalam mendidik sikap peserta didik yang tidak disiplin namun perlu juga digunakan pendekatan empati kepada peserta didik. Karena bisa jadi sikap tidak disiplin itu justru disebabkan oleh kondisi ekonomi peserta didik yang bersangkutan. Misalnya dalam sebuah kisah seorang siswa selalu datang terlambat masuk kelas sehingga mendapat hukuman dipukul telapak tangannya oleh gurunya. Namun pada suatu hari tanpa disengaja sang guru melihat si siswa membawa koran ke beberapa rumah pelanggan di pagi hari. Pekerjaannya itu menyebabkan dia selalu terlambat masuk sekolah. Sang guru baru sadar bahwa siswanya itu selalu terlambat datang ke sekolah bukan karena kemalasan semata, namun disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarganya yang memaksa dirinya harus bekerja mencari nafkah. Di akhir cerita sang guru merubah sikapnya terhadap siswanya itu, merubah sanksi fisik dengan empati. Empati terhadap kegigihan si siswa dalam berjuang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk biaya sekolahnya.
Dalam dunia pendidikan tinggi banyak mahasiswa yang harus berjuang kuliah sambil bekerja banting tulang justru sangat rajin mengikuti perkuliahan sehingga mencapai prestasi akademik yang sangat memuaskan bahkan ada sebagian di antara mereka yang sukses sebagai lulusan terbaik di antara para wisudawan seangkatannya.