Hukum Islam Kontemporer
OPERASI SELAPUT DARA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
Dr. La Jamaa, MHI
A. Pendahuluan
Salah satu bagian operasi plastik pada era modern ini adalah operasi
selaput dara.1
Operasi selaput dara pada era ini telah menjadi problem dalam manusia
modern.Operasi selaput dara erat kaitannya dengan keperawanan wanita.
Keperawanan adalah selaput tipis yang ada dalam kemaluan wanita, yang disebut
juga kegadisan. Perawan adalah wanita yang belum pecah selaput daranya dan
belum disentuh laki-laki. Sedangkan laki-laki disebut perjaka jika ia belum
pernah menggauli wanita.
Keperawanan
sama dengan anggota tubuh lainnya, bisa tertimpa kerusakan, baik keseluruhan
atau sebagian darinya dikarenakan oleh kecelakaan yang disengaja ataupun tidak
disengaja atau karena perbuatan manusia dan perbuatan itu sendiri bisa jadi
merupakan maksiat atau bukan maksiat.
Beberapa adat istiadat dan
kebiasaan sosial telah memberikan perhatian yang besar terhadap masalah
keperawanan ini dan dijadikannya sebagai pertanda keterjagaan kehormatan
sekaligus moralitas seorang wanita. Sebaliknya hilang atau sobeknya selaput
dara sebelum nikah dijadikan sebagai pertanda rusaknya kehormatan dan moralitas
seorang wanita (diindikasikan yang bersangkutan telah berzina). Hal ini mengakibatkan terjadinya reaksi, baik
suami, keluarga si gadis maupun masyarakat. Bahkan dapat berkembang menjadi
penyebab hancurnya rumah tangga.
Namun demikian bagaimana jika hilangnya atau sobeknya
selaput dara itu memang bukan karena zina, misalnya kerja fisik yang berat,
terjatuh atau sebab-sebab lain. Bukankah dalam kasus seperti ini dilakukan
operasi selaput dara dapat memberikan solusi terhadap problem yang
bersangkutan. Karena operasi selaput dara dalam kasus tersebut pada hakekatnya
bertujuan untuk memperbaiki dan mengembalikan selaput dara (keperawanan) pada
tempat semula sebelum sobek atau pada tempat yang dekat dengannya.2 Kemudian apakah operasi selaput dara
dapat digunakan untuk mengembalikan keperawanan seorang gadis yang menjadi
korban pemerkosaan?
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa pada satu
sisi operasi selaput dara dapat menjadi solusi bagi wanita yang hilang selaput
daranya akibat kecelakaan atau olahraga berat karena akan menimbulkan fitnah
(dituduh telah berzina) jika tidak dibantu melalui operasi selaput dara.
Maksudnya bahwa jika tidak dilakukan operasi selaput dara justru akan
melahirkan fitnah yang pada gilirannya akan menimbulkan akibat yang fatal, baik
hukuman psikologis (tersiksa batinya karena dituduh telah berzina) padahal
sebenarnya tidak demikian maupun
munculnya konflik suami isteri yang bisa jadi berakhir dengan perceraian. Padahal perceraian merupakan
perbuatan halal yang dibenci Allah. Sehingga hal-hal yang menyebabkan
perceraian harus dihindari semaksimal mungkin.
Namun di sisi lain, operasi selaput dara dapat
disalahgunakan untuk penipuan (seolah-olah si wanita yang telah menjalani
operasi selaput dara masih gadis/perawan, padahal yang bersangkutan telah
pernah berzina). Di samping itu dapat mendorong perbuatan maksiat (perzinahan)
lantaran wanita yang melakukannya tidak harus takut kepada suatu sanksi
psikologis dari masyarakat karena keperawanannya dapat dikembalikan lewat
operasi selaput dara. Padahal segala hal yang mengantarkan kepada perzinahan
adalah dosa, sehingga harus dihindari.
Bertolak dari uraian di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk membahasnya dalam tulisan ini dengan permasalahan pokok, yaitu bagaimana operasi selaput dara ditinjau dari
hukum Islam? Pokok permasalahan tersebut dibagi dalam dua sub masalah,
yaitu: a. Bagaimana faktor penyebab hilangnya selaput dara? b. Bagaimana dampak dilakukannya operasi
selaput dara?
B. Pengertian Selaput Dara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
yang mengartikan selaput dara sebagai “lipatan selaput yang sebagian
menutup vagina seorang gadis.”3 Dalam
perkembangannya, kata ini digunakan juga sebagai istilah ilmu dalam berbagai
disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran dan lain-lain.
Dalam dunia kedokteran, selaput dara dikenal dengan
istilah hymen.4 Hymen merupakan lapisan
tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang
supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya pada mulut vagina,
dengan bentuk yang berbeda. Ada yang seperti bulan sabit, konsistensi, ada yang
kaku dan ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat
dilalui satu jari.5
Selaput dara adalah kulit tipis yang terletak di pintu
vagina dengan berbagai bentuk ukuran. Ia dapat tertutup sama sekali, berlubang
sebesar kepala peniti, dapat lebih besar, berbentuk bulat atau bulan sabit atau
bergigi.6
Pada coitus malam pertama hymen ini akan koyak dan pada
kelahiran anak, koyakannya akan bertambah dan sesudah beberapa kelahiran, maka
akan tinggal sisa-sisanya saja. Terkoyak atau tidaknya hymen ini tergantung
pula dari tebal dan kekenyalannya (keempukannya). Bahkan dapat terjadi bahwa
hymen akan tetap utuh walaupun sudah lama kawin.7
C. Pentingnya Menjaga Keperawanan
Keberadaan selaput dara ternyata
mendapat perhatian serius dalam tata pergaulan masyarakat manusia dari masa ke
masa dari berbagai belahan dunia. Adat istiadat dan kebiasaan sosial, telah
memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah selaput dara atau
keperawanan. Keperawanan merupakan tanda bukti atas kesucian seorang gadis dan
sobeknya selaput dara sebelum menikah menjadi tanda atas rusaknya wanita
tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya reaksi dari para suami,
keluarga si gadis dan masyakarat.
Biasanya masalah keperawanan ini dapat membawa rumah
tangga sampai pada tingkat perceraian, jika tidak diselesaikan secara arif dan
bijaksana. Begitu sensitifnya masalahnya ini, sehingga keperawanan bagi seorang
gadis harus dijaga dengan baik. Apalagi bagi seorang wanita yang memasuki usia
remaja dimana ia telah memasuki suatu dunia yang berbeda dengan masa
kanak-kanaknya.
Wanita yang memasuki usia remaja disebut dengan gadis. Gadis merupakan nama
bagi satu golongan dari jenis perempuan yang masih bersih rahimnya seperti
kertas putih yang belum tertulis dan kena noda. Ia menjadi sebagai bunga bagi
alam manusia, kecantikan dan kehalusannya menyebabkan dirinya disukai mereka.
Kehormatannya sangat berharga, lebih berharga dari segala
barang yang berharga. Dihargai oleh manusia yang berkesopanan, oleh sebab itu,
dia dijaga dengan sebaik-baiknya dan dipelihara dengan serapi-rapinya.8 Menjadi satu kehormatan besar bagi
siapa yang mendapati kehormatannya dengan jalan terhormat, dan menjadi suatu
kerendahan besar bagi siapa yang mengambilnya dengan jalan yang tidak halal.
Karena begitu berharganya kehormatan gadis, maka ia wajib
memelihara jasmaninya. Kewajiban terhadap jasmani, bukanlah perkara kecil,
karena mengenai kesehatan badan. Yang
mana kalau salah menjaga dan memeliharanya, tentu akan merusakan rohaninya.
D. Faktor Penyebab Pecahnya Selaput Dara
1. Penyebab yang dianggap tidak
maksiat (Penyebab Alami)
Penyebab pecahnya selaput dara sebab bukan hal yang
maksiat yakni kecelakaan yang menimpanya yang menyebabkan pecahnya selaput
dara, misalnya, karena jatuh dan tabrakan, membawa beban berat, perawan tua,
mengeluarkan darah haid terlalu banyak, kesalahan dalam sebagian operasi di
tempat selaput dara dan sebagainya.9 Bahkan ada sebagian gadis-gadis yang karena
sebab penyakit tertentu seperti keputihan misalnya membersihkan kotoran
tersebut dengan menusukkan jari-jarinya ke dalam vagina, hal ini dapat
menyebabkan pecahnya selaput dara.10
Kadang-kadang pula kerusakan selaput
dara yang terjadi pada seorang gadis kecil, walaupun ia telah balig dan pandai
yang disebabkan karena sesuatu yang tidak dikehendakinya. Seperti diperkosa
pada waktu sedang tidur atau ketika ia masih kecil ditipu untuk melakukan zina
dan sebagainya. Begitu hilangnya selaput
dara akibat pemerkosaan, sebab dalam kasus ini pihak wanita merupakan korban
pemerkosaan yang tidak menginginkan terjadinya pemerkosaan itu, maka hilangnya
selaput dara dalam hal ini bukan maksiat baginya.
2. Sobeknya Selaput Dara Karena Zina
Robeknya selaput dara terjadi karena perbuatan zina, karena
itu penting bagi seorang gadis untuk tidak melakukan perbuatan zina. Dengan berzina berarti ia telah menghancurkan
masa depannya sendiri, karena mahkota satu-satunya yakni keperawanan telah
terenggut saat ia melakukan perbuatan tersebut.
Perbuatan zina sangat
membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Seseorang yang melakukan perbuatan
tersebut dihadapkan pada dua kenyataan pertama bahwa ia akan berdosa kepada
Tuhan dan kedua jika diketahui maka akan menimbulkan aib yang sangat besar bagi
dirinya.
Oleh karena itu, hubungan atau
pergaulan antara sesama remaja perlu dijaga dan diawasi, terutama oleh orang
tua sebab orang tualah yang banyak mempunyai waktu dalam mendidik dan mengasuh
anak-anak remajanya.
3. Hilangnya Selaput Dara Karena
Pernikahan
Hilangnya selaput dara karena hubungan
seksual dalam pernikahan, baik janda maupun wanita yang dicerai. Wanita yang
keperawanannya hilang dengan penyebab ini tidak mempunyai kepentingan apapun
yang mengharuskannya untuk melakukan operasi selaput dara.11
Dengan demikian, pecahnya selaput dara akibat pernikahan
tidak memiliki implikasi apapun terhadap wanita, karena ia telah berstatus
sebagai seorang isteri, jika seandainya terjadi perceraian, maka ia memiliki alasan
yang kuat yang membuktikannya bahwa ia pernah bersuami.
E. Dampak Operasi Selaput Dara
1. Dampak Positif
a. Untuk menutupi aib
Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang
dokter ini, membawa unsur kemashlahatan
yaitu untuk menutupi aib seorang gadis, apapun sebab hilangnya
keperawanan itu, sehingga aib tersebut bisa disembunyikan. Karena jika tidak, akan terjadi bencana pada dirinya.
Menutupi aib tidak hanya dengan tidak
menyebarluaskan aib itu kepada orang
lain, bentuk ini adalah dalam bentuk pasif, sedangkan upaya aktifnya adalah
pengembalian keperawanan yang dilakukan melalui operasi selaput dara. Kedua
cara tersebut merupakan sama-sama bertujuan untuk menghindari aib dan
akibat-akibatnya pada pihak terkait.
b. Melindungi Keluarga
Di samping untuk menutupi aib, ada kepentingan lain,
yaitu melindungi sebagian keluarga yang akan dibentuk kemudian dari hal-hal
yang menyebabkan kehancuran. Sebab bila dokter tidak mampu mengembalikan
keperawanan yang telah hilang, lalu gadis tersebut menikah dan suaminya
mengetahui hal tersebut, maka hal itu bisa menjadi sebab hancurnya keluarga
tersebut. Atau paling tidak menimbulkan prasangka atau hilangnya kepercayaan di
antara keduanya. Sedangkan untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang
berlandaskan rasa saling percaya adalah salah satu tujuan syariat.12
c. Pencegahan dari Prasangka Buruk
Operasi selaput dara membantu untuk menyebarkan prasangka
baik dalam masyarakat, dan menutup pintu di mana jika ia dibiarkan terbuka akan
ada kemungkinan masuk darinya prasangka buruk ke dalam hati dan tenggelam dalam
apa yang telah diharamkan Allah, dan hal tersebut terkadang menyebabkan kepada
kezhaliman kepada gadis-gadis yang tidak bersalah. Dalam QS. Al-Hujurat (49):
12, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا
‘Hai orang-orang yang beriman, jauhilah perbuatan banyak berburuk sangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain . . .’13
Dari ayat di atas, dapat dipahami
bahwa berburuk sangka adalah perbuatan dosa. Untuk menghindari terjadi buruk
sangka terhadap calon isteri, yang selaput daranya pecah maka jalan keluarnya
adalah melalui operasi selaput dara.
d. Mewujudkan
Keadilan Antara Pria dan Wanita
Seorang lelaki, dengan kekejian dan perbuatan tercela
apapun yang ia lakukan tidak akan menimbulkan pengaruh fisik yang memberi
kecurigaan terhadap dirinya, jika perbuatannya itu tidak oleh hukum syari’at.
Sedangkan, seorang gadis akan disalahkan secara sosial (adat) jika kegadisannya
hilang, walau tanpa bukti yang diakui oleh syari’at sekalipun atas perbuatan
kejinya.
Begitu juga atas wanita yang telah menikah
atau yang pernah menikah sebelumnya, seperti janda karena cerai atau yang
ditinggal mati suaminya, ia tidak akan menerima cercaan dan disalahkan secara
sosial atau adat, dengan kekejian apapun yang ia perbuat, selama bukti-bukti
syari’at tidak mampu menetapkan apa yang telah ia perbuat.
Tidak diragukan, bahwa mewujudkan keadilan antara manusia
dihadapan hukum Islam adalah salah satu tujuan syari’at, dengan pengecualian
yang terlah ditetapkan oleh dalil syariat. Sedangkan didalam syariat maupun
putusan fuqaha, tidak ada satupun yang menunjukan atas penambahan hal-hal yang
bisa menetapkan perbuatan zina atas seorang gadis.
Karena itu kita dapati secara ijma’ dari
fuqaha, bahwa perbuatan zina tidak ditetapkan oleh sekadar hilangnya
keperawanan seorang gadis. Karena sebab hilangya tersebut beragam, maka jika
hal itu tidak dikuatkan dengan pengakuan, kesaksian, atau kronologi kejadian,
berarti ia tidak bisa menjadi salah satu tanda atas perbuatan keji tersebut,
dan tidak ada hukuman baginya.
Para fuqaha berpendapat,
adanya persamaan hal yang menetapkan perbutan zina antara lelaki dan
wanita secara global, dan mayoritas dari
mereka perpendapat bahwa persamaan terrsebut tanpa pengecualian. Menurut mereka
perbuatan tersebut tidak ditetapkan kecuali
dengan kesaksian empat orang laki-laki yang adil, atau pernyatan
sipelaku hingga hukuman dera diberlakukan terhadapnya. Sedangkan satu-satunya pengecualiaan yang mereka
pertahankan adalah kronologi kejadian yang ada pada gadis yang belum menikah,
sebagian dari meraka berpendapat bahwa hal itu cukup menetapkan perbuatan zina
yang dilakukan seorang gadis jika tidak menimbulkan keraguan disekitarnya
seperti adanya pemaksaan atau permintaan
tolong pada orang dan lain sebagainya. Sebagian lain berpendapat, bahwa qarinah (faktor lain) seperti itu tidak
cukup untuk menetapkan kekejian tersebut jika tidak dikuatkan pengakuan atau
pernyataan.
e. Mendidik Masyarakat
Operasi pengembalian selaput dara dalam menutupi sebab
yang tidak jelas (yang menunjukan atas kekejian) mempunyai pengaruh yang
mendidik pada masyarakat secara umum, dan pada si gadis secara khusus.
Penjelasan tentang
pengaruh yang mendidik secara umum itu adalah bahwa sebuah kemaksiatan jika
ditutupi, bahayanya akan terbatas di wilayah yang sempit. Bisa jadi terbatas
pada sang pelaku jika ia tidak bertaubat, dan jika ia bertaubat maka hilanglah
pengaruhnya sama sekali. Tetapi apabila hal tersebut tersebar dalam masyarakat,
maka pengaruh buruknya akan bertambah, dan akan berkurang rasa segan orang
untuk melakukannya, dan jika hal itu terjadi terus menerus, maka rasa segan itu
akan semakikn berkurang sampai melemahkan perasaan sosial dikarenakan pengaruh buruknya.
Seorang dokter,
ketika ia menutupi aib seorang gadis
dengan cara menghilangkan tanda yang nantinya akan dijadikan oleh suami atau
masyarakat sebagai bukti kekejiannya, meskipun sebenarnyna gadis itu tidak
melakukannya, maka apa pengembalian selaput
dara itu sesuai dengan keinginan syariat dan menepis kebiasan buruk yang
telah berjalan lama dalam masyarakat.14
Sedangkan pengaruh
yang mendidik secara khusus pada si gadis sendiri, adalah bahwa operasi
pengembalian keperawanaannya akan mendorongnya untuk bertaubat dan
memudahkan jalan kepadanya. Selain itu, agar ia mendapatkan lagi
kehormatan yang dimiliki sebelumnya. Jika hilangnya keperawanan tidak
disebabkan oleh maksiat.
2. Dampak Negatif
a. Penipuan
Perlu dipikirkan,
bahwa di balik pengembalian keperwanan itu ada unsur penipuan terhadap siapa
yang akan menikahi gadis tersebut nantinya, karena suatu tanda yang bisa
menjadi bukti atas kejadian buruk yang pernah dilakukan oleh si gadis itu,
telah tertutupi.
Karena jika
diketahui penyalahgunaan itu, niscaya suaminya tidak akan meneruskan kehidupan
rumah tangga dengan gadis tersebut, demi untuk menjaga keturunanya, dan karena
khawatir akan lahirnya anak-anak yang bukan darah dagingnya.
b. Mendorong perbuatan keji
Kemungkinan lain
yang mendorong timbulnya perbuatan keji dalam
masyarakat dibalik operasi pengembalian selaput dara adalah
menghilangkan rasa segan dan tanggung jawab pada diri seorang gadis. Dimana
biasanya rasa segan dan tanggung jawab bisa mencegahnya dari perbuatan keji,
karena ia mengetahui bahwa perbuatan itu akan berpengaruh dan membekas pada
tubuhnya dan akan mengakibatkan hukuman dari masyarakat. Dan jika ia mengetahui
bahwa ia bisa terhindar dari hukuman syariat yang seharusnya, maka ia akan
merasa takut dengan akibat dari perbuatanya di masa yang akan datang. Sehingga
dia akan meninggalkan perbuatan itu agar paling tidak ia bisa selamat di dunia.
Akan tetapi jika
dia tahu bahwa dia bisa melepaskan diri dari bekas perbuatanya, dengan memperbaiki
apa yang telah rusak karena di sebabkan oleh perbuatan tersebut, maka akan
berkuranglah rasa takut akan diakibatkannya dimasa mendatang, dan itu
mendorongnya untuk melakukan kemaksiatan. Tentu saja hal ini bertentangan
dengan tujuan syariat dalam pencegahan zina, dan menutup semua pintu yang dapat
mengantarkan kepada tujuan tersebut, sebagaimana firman Allah dalam QS.
Al-Isra’ (17 ) : 32
‘Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.’15
c. Membuka Aurat
Kemaluan wanita dan sekitarnya adalah aurat yang paling
vital menurut seluruh ulama. Tidak
dibolehkan bagi selain suami untuk melihatnya dan menyentuhnya, baik yang
melihat dan menyentuh lelaki ataupun wanita. Sedangkan pengembalian keperawanan
mengharuskan untuk melihat dan menyentuhnya.
Sementara itu, membuka aurat, khususnya aurat yang
paling vital, tidak dihalalkan kecuali terpaksa atau sangat dibutuhkan,
sedangkan ilmu kedokteran tidak menemukan manfaat keperawanan untuk kesehatan,
maka alasan yang paling mendesak yang menghalalkan perbuatan tersebut tidak ada, kecuali jika terjadi luka akibat
dari sobeknya keperawanan. Rasulullah saw bersabda:
‘Hai Asma Sesungguhnya perempuan bila mencapai usia
baligh tidak boleh terlihat darinya, kecuali ini dan ini” beliau mengisyaratkan
ke wajah dan kedua telapak tangannya.’16
Oleh karena itu,
sesuai dengan konteks hadits di atas maka menutup aurat dan tidak boleh
membukanya kepada yang bukan muhrimnya adalah sebuah kewajiban. Maka dari itu
membuka aurat bagi wanita apabila tidak dalam keadaan darurat tidak
diperkenankan sama sekali.
F. Analisis Hukum Islam Terhadap
Operasi Selaput Dara
1. Dalil Yang Digunakan
Operasi pengembalian selaput
dara, dalam al-Qur’an maupun sunnah tidak didapati penjelasan yang tegas
tentang ketentuan hukumnya. Hanya saja dalam al-Qur’an ditemukan dalil yang
secara implisit menjelaskan hal itu, jika ditinjau dari sisi kemashlahatannya
untuk membantu mereka yang selaput daranya pecah akibat bukan karena
kemaksiatan. Dalam QS. Al-Maidah (5) : 2
Allah swt berfirman :
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
‘. . . Dan tolong menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”17
Dari
ayat tersebut di atas, memberikan
petunjuk kepada manusia agar senantiasa bertolong-tolongan dalam berbuat
kebajikan dan taqwa serta melarang manusia untuk saling bantu membantu dalam
berbuat pelanggaran dan dosa. Maka sesuai dengan konteks ayat tersebut dapat
dipahami bahwa karena operasi
pengembalian selaput dara yang bukan karena kemaksiatan, maka hal itu merupakan
perbuatan saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan bukan merupakan
perbuatan yang tercela oleh agama atau sesuatu yang diharamkan selama
didasarkan pada prinsip-prinsip dasar al-Qur’an maupun sunnah.
Oleh karena itu, Hukum Islam senantiasa memberikan kemudahan dan menjauhi
kesulitan dalam prakteknya.18
Dalam QS. Al-Hajj (22) : 78,
Allah swt berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ…
‘… dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…’19
Dari penjabaran ayat tersebut,
kemudian didapatkan kaidah fiqhinya adalah bahwa kemudharatan harus dihilangkan
(ﺍﻠﻀﺮﺮﻴﺯﺍﻞ ).20 Oleh karena itu, ketika seseorang melakukan
operasi pengembalian selaput dara dengan tujuan untuk kebaikan, misalnya
menutupi aib seorang gadis dengan cara menghilangkan tanda yang nantinya akan
dijadikan oleh suaminya atau masyarakat
sebagai bukti kekejiannya, meskipun sebenarnya gadis itu tidak melakukan
perbuatan zina, maka itu sesuai dengan keinginan syariat dan menepis kebiasaan
buruk yang telah lama berjalan di dalam
masyarakat.
Sedangkan untuk kategori kedua, menurut Muhammad Nu’aim
Yasin, adalah haram. Operasi pengembalian selaput dara menjadi haram jika
dilakukan jika ia bertujuan untuk keburukan. Misalnya operasi selaput dara
dengan motivasi untuk menipu orang. Seseorang yang berbuat zina dengan orang
lain kemudian ia ingin menikah dengan lelaki yang lain, maka hukumnya adalah
haram. Selain itu, wanita yang sudah menikah haram hukumnya jika ia melakukan
operasi selaput dara.21
Allah swt telah memerintahkan kepada orang-orang yang
beriman agar tidak menikahi wanita pezina atau yang musyrik, kecuali oleh
lelaki sesama pezina atau musyrik. Hal ini tertuang dalam QS. An-Nur (24) : 3
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً
وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ
‘Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina
atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian
itu diharamkan atas orang-orang mu’min.’22
Secara zahirnya ayat ini, dapat
dikemukakan bahwa apabila seorang laki-laki pezina menikah dengan seorang
wanita suci atau seorang wanita pezina dinikahi oleh seorang laki-laki suci,
maka mereka harus diceraikan. Dari sisi lain ada beberapa pendapat fuqaha
berpendapat bahwa suami mempunyai hak untuk membatalkan pernikahannya jika
sebelumnya ia mensyaratkan keperawanan seorang isteri dan ternyata terjadi
sebaliknya. Dalam hal ini apabila dilakukan operasi pengembalian selaput dara
oleh dokter berarti ia telah menipu sang suami dengan keperawanan palsu
sehingga persyaratan tersebut terwujud dalam diri sang isteri.23
Demikian juga untuk wanita yang telah menikah dan janda,
ia diharamkan untuk melakukan operasi pengembalian selaput dara. Karena alasan
sobeknya selaput daranya mempunyai status yang jelas, yakni karena pernikahan.
Sehingga dalam hal ini, ia tidak mempunyai kepentingan apa-apa untuk melakukan
operasi selaput dara.30 Karena hal itu tersebut sama saja dengan
bermain-main, sehingga dokter tidak diperkenankan untuk melakukan operasi
selaput dara. Oleh karena ketika melakukan operasi selaput dara maka akan
tampak aurat wanita. Padahal aurat wanita hanya dapat dilihat ketika itu
bersifat darurat atau terpaksa.
Secara umum dalam metode pengembalian
hukum perbuatan manusia, yang pertama-tama dilakukan adalah meneliti nash-nash
yang berkaitan. Jika tidak ditemukan, maka dilihat dari hal-hal yang menyerupai
apa yang dijelaskan oleh nash-nash tersebut, kemudian digiaskan kepadanya. Jika
tidak memungkinkan, maka dilakukan sebuah ijtihad untuk menyimpulkan hukumnya
dengan dilihat dari asas syariat, roh, tujuan dan kaidahnya secara umum, serta
dilihat dari manfaat dan mudharatnya yang dihasilkan dari perbuatan tersebut,
dengan mentarjih sebagian atas sebagian yang lain.
2. Berdasarkan faktor Penyebab Hilangnya Selaput Dara
Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan pecahnya selaput dara.
Hal-hal tersebut adalah sebab yang dianggap tidak maksiat seperti terjatuh, tabrakan, membawa beban
berat, mengeluarkan darah haid terlalu banyak, sobeknya selaput dara karena
zina dan hilangnya selaput dara karena pernikahan. Oleh karena itu, penulis
akan membahasnya satu demi satu agar terstruktur secara sistematis dan terarah.
a. Sebab yang dianggap tidak maksiat (Penyebab Alami)
Penyebab hilangnya selaput dara yang dianggap tidak
maksiat seperti terjatuh, tabrakan, membawa beban berat, mengeluarkan darah
haid terlalu banyak, adalah boleh bahkan perlu segera dilakukan operasi
pengembalian selaput daranya karena ini merupakan tindakan penyelamatan
terhadap masa depan si gadis. Karena itu¸dokter sebagai orang yang mempunyai
wewenang dalam bidang ini wajib melakukan operasi selaput dara.
Hal ini didasarkan pada kaidah hukum Islam bahwa “kemudharatan
harus dihilangkan (ﺍﻠﻀﺮﺮﻴﺯﺍﻞ).24
Berdasarkan kaidah ini pertimbangan kemashlahatan lebih besar daripada
kemudharatannya. Oleh karena itu, ketika seseorang melakukan operasi
pengembalian selaput dara dengan tujuan untuk kebaikan, misalnya menutupi
aibnya karena sebab yang telah disebutkan di atas, dengan cara menghilangkan
tanda yang nantinya akan dijadikan oleh suaminya atau masyarakat sebagai bukti kekejiannya, meskipun
sebenarnya ia tidak melakukan perbuatan zina, maka itu operasi selaput dara itu
sesuai dengan tujuan syariat yaitu memelihara kehormatan seseorang.
Banyak terjadi di dalam masyarakat, mereka menganggap
bahwa keperawanan merupakan salah satu sebab yang dapat mempertahankan keutuhan
rumah tangga. Padahal asumsi ini sebenarnya keliru dan menyesatkan, karena
terbatasnya pengetahuan mereka mengenai alat-alat reproduksi, termasuk selaput
dara (hymen). Robeknya selaput dara ini dapat diperbaiki kembali dengan jalan
operasi selaput dara oleh dokter ahli.
Pada dasarnya apabila keadaan menghendaki untuk dilakukan
operasi selaput dara maka operasi selaput dara harus dilakukan demi menjaga
tegaknya tujuan syariat. Apabila melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan
medis (pemeriksaan kesehatan, pengobatan, operasi dan sebagainya), maka sudah
tentu Islam membolehkan, karena keadaan semacam ini sudah sampai pada tingkat
darurat, sehingga tanpa ada pembatasan aurat kecil atau aurat besar, asal
benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis dan melihatnya sekadar saja atau
seminimal mungkin.25 Dalam keadaan darurat, Allah swt
membolehkan sesuatu yang dihaamkan untuk digunakan selama tidak melampaui batas
sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al-An’am (6) : 145 :
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ…
‘...Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.’26
Dalam ayat di atas, Allah memberikan
keringanan kepada orang-orang yang terpaksa melakukan sesuatu hal yang
dilarang-Nya, dengan persyaratan tidak melampaui batas. Untuk menjaga
kelangsungan dan keutuhan rumah tangga yang sebentar nanti akan dibina oleh si
gadis yang selaput daranya pecah akibat hal-hal yang tidak maksiat, maka
operasi selaput dara itu boleh dilakukan.
b. Sobeknya Selaput Dara Karena Perzinahan
Perbuatan zina merupakan perbuatan yang dianggap oleh
Allah swt sebagai jalan yang buruk sehingga al-Qur’an lebih dini memberikan
proteksi dari perbuatan zina dengan memberikan perintah untuk tidak mendekati
zina, yang tersebut dalam QS. Al-Isra (17): 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ
سَبِيلًا
‘Dan janganlah kamu mendekati
zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk.’27
Zina adalah
kejahatan yang paling besar, pangkal kerusakan dan termasuk dosa besar. Adapun
hikmah di haramkannya zina bisa ditinjau dari berbagai segi. Di antaranya untuk
memelihara keturunan. Sebab kalau hilang keturunan, maka akan hilang pulalah
suku, kelompok, ras dan keluarga atau famili.
Oleh karena itu, tidak alasan yang sah menurut syar’i
dilakukannya operasi pengembalian selaput dara oleh dokter jika selaput dara
yang bersangkutan robek akibat perbuatan zina. Dan jika hal itu dilakukan maka
hukumnya adalah haram, sebab akan berdampak bagi kehidupan rumah tangganya
kelak akan dibina sebab seandainya hal itu diketahui oleh suaminya maka akan
terjadi perceraian dalam kehidupan rumah tangga.
c. Hilangnya Selaput Dara Karena Pernikahan
Bagi seorang wanita yang sudah menikah
maupun janda, operasi pengembalian selaput dara tidak boleh dilakukan dengan
alasan apapun sebab ia tidak mempunyai kepentingan apa-apa lagi. Karena
hilangnya keperawanan wanita jenis ini tidak menimbulkan mudharat apapun dalam
adat istiadat maupun syariat. Sedangkan pengembalian keperawanan diharapkan
untuk menghilangkan mudharat yang mungkin timbul karena sobeknya selaput dara,
seperti yang telah disebutkan.
Jika tidak ada kepentingan apapun dibalik operasi
pengembalian selaput dara, maka hal itu tidak akan lepas dari sebagian
kemudharatan yang diharamkan, karena paling tidak harus membuka aurat wanita
tanpa sebab ketentuan syar’i yang darurat, maka ini hukumnya adalah haram.
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat dikemukakan inti
sari hukum dari pengembalian keperawanan dilihat dari penyebab sobeknya sebagai
berikut :
1) Jika sobeknya selaput dara itu
disebabkan oleh kecelakaan atau perbuatan yang bukan maksiat, maka secara
syariat dan bukan hubungan seksual dalam pernikahan, maka dapat dilihat sebagai
berikut :
Jika diyakini bahwa si gadis akan menerima kezhaliman
karena adat istiadat yang ada maka operasi selaput dara tersebut wajib
dilakukan, karena hal itu untuk menghilangkan mudharat yang kemungkinan besar
akan terjadi. Sebab kemudharatan yang diperkirakan pasti terjadi akan terjadi
menurut kebiasaan, maka dihukumi dengan hukum yang pasti dan jika kemudharatan
yang sering terjadi walaupun pada masa yang akan datang, maka hal itu dihukumi
seperti telah terjadi.
Namun jika diperkirakan kemudharatan itu kecil
kemungkinannya untuk terjadi, maka perbaikan selaput dara itu disunnahkan,
tetapi tidak wajib. Karena tindakan itu hanya menghilangkan kemudharatan yang
akan terjadi.
2) Jika penyebabnya adalah
perbuatan zina yang diketahui masyarakat, baik diketahui melalui putusan
pengadilan bahwa si gadis berzina, maupun karena perbuatan tersebut dilakukan
berulang-ulang, atau karena pernyataan si gadis atas perbuatannya dan dia
terkenal sebagai pelacur maka
pengembalian selaput dara diharamkan,
karena unsur kemashlatannya tidak ada sama sekali.
3) Jika penyebabnya adalah
akibat hubungan seksual dalam pernikahan, maka operasi pengembalian selaput
dara diharamkan. Karena hanya bermotif main-main dan juga dokter tidak
dibolehkan melihat aurat wanita kecuali dalam keadaan terpaksa.
3.
Berdasarkan Dampaknya
a. Dampak Positif
1) Untuk Menutupi Aib.
Dalam hal ini operasi selaput dara dapat menutupi aib
seorang gadis. Tindakan menutupi aib dapat dilakukan dengan dua cara yakni
dalam bentuk pasif dan dalam bentuk aktif.
Tindakan menutupi aib dalam bentuk pasif adalah tidak
menyebar luaskan aib itu kepada orang lain, sedangkan dalam bentuk aktif adalah
melalui operasi selaput dara. Menutupi aib merupakan tujuan syariat yang mulia
dan telah ditekankan dalam beberapa nash
dari sunnah Nabi saw, diantaranya adalah sabda beliau :
ﻻ ﻴﺴﺘﺭﻋﺒﺪ
ﻋﺒﺪﺍ ﻔﻰﺍﻠﺪ ﻧﻴﺎ ﺇﻻ ﺴﺘﺭﻩ ﺍﷲ ﻴﻮﻡ ﺍﻠﻘﻴﺎ ﻤﺔ28
‘Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia,
kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.’ (HR Ahmad)
Dari hadits di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
tindakan menutupi aib itu bukan saja membawa kemashalatan bagi si gadis akan
tetapi Allah swt akan membalas orang yang menutupi aib orang lain dengan
menutupi aib orang tersebut di hari kiamat kelak.
Dari segi fikih, hampir semua fuqaha sepakat bahwa
hilangnya keperawanan tidak anggap aib yang dapat membatalkan pernikahan.
Bertolak dari hal tersebut, seorang dokter yang
mengembalikan keperawanan seorang gadis, maka hal itu tidak dianggap penipuan
terhadap suami. Sebab aib dalam diri gadis bisa berupa aib secara fisik maupun
perbuatan amoral, jika diperbaiki dan dikembalikan ke tempatnya semula oleh
dokter, maka itu merupakan perbuatan yang benar.
2) Melindungi Keluarga
Operasi selaput dara juga mampu melindungi keluarga yang
sebentar nanti dibentuk. Sebab sebagaimana diketahui bahwa masalah keperawanan
merupakan salah satu masalah yang sensitif. Seandainya saja seorang suami tidak
mendapati pada diri istrinya keperawanan yang ia harapkan, maka tentu saja akan
timbul dalam dirinya keraguan terhadap terhadap isterinya. Oleh karena itu
operasi selaput dara diperlukan untuk mencegah kemudharatan yang terjadi dalam
keluarga yang akan dibentuk nanti.
Dengan demikian, operasi selaput dara dapat difungsikan
untuk mengeliminir terjadinya keretakan dalam rumah tangga. Dengan kata lain
operasi selaput dara dapat menghindari kemungkinan terjadinya perceraian akibat
kesalahpahaman suami isteri lantaran hilangnya selaput dara isteri. Usaha-usaha
dalam menghindari keretakan rumah tangga apalagi perceraian merupakan aktifitas
yang penting sekaligus bernilai pahala dalam pandangan Islam.
Karena itu melakukan operasi selaput dara adalah boleh
menurut hukum Islam, hal ini didasari dari Mafhum
Mukhalafah (hukum kebalikan) dari hukum
tekstual hadis Nabi saw bahwa :
ﻠﺤﻼ
ﻞ ﺍﻠﻰ ﺍﷲ ﺍﻠﻄﻼ ﻖ ﺍ ﺃﺒﻐﺽ
“Perbuatan halal yang dibenci Allah adalah thalaq
(perceraian)” HR Abu Daud)29
Secara implisit hadits di atas menunjukkan bahwa
menghindari perceraian beserta hal-hal yang menyebabkan perceraian adalah
sangat disenangi Allah. Itu berarti segala bentuk upaya untuk menghindari
hal-hal yang mengantarkan kepada perceraian bisa tergolong wajib. Begitupula
operasi selaput dara yang bersifat untuk menghindari perceraian wajib
dilakukan.
3) Pencegahan dari prasangka buruk
Operasi selaput dara bertujuan untuk membantu
menyebarluaskan prasangka baik dalam masyarakat, dan menutupi pintu dimana jika
ia dibiarkan terbuka akan ada kemungkinan masuk darinya prasangka buruk ke
dalam hati serta tenggelam dalam apa yang telah Allah haramkan. Hal tersebut
terkadang menyebabkan pada kezhaliman atas gadis-gadis yang tidak bersalah.
Perintah untuk tidak berburuk sangka didapati dalam QS.
Al-Hujurat (49): 12
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
‘Hai orang-orang yang beriman, jauhilah perbuatan banyak berburuk sangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain . . .’30
4) Mewujudkan Keadilan Antara Pria dan Wanita
Operasi selaput dara bermanfaat untuk mewujudkan keadilan
antara pria dan wanita. Jika seandainya seorang laki-laki dengan kekejian dan
perbuatan tercelanya tidak dapat diketahui melalui fisik pada tubuhnya,
sedangkan seorang gadis akan disalahkan secara sosial dan adat istiadat atas
hilangnya kegadisannya, meskipun tidak ada satu buktipun yang diakui oleh
syariat sekalipun atas perbuatan kejinya.
Oleh karena itu, perlunya operasi pengembalian selaput
dara bertujuan untuk memberikan perlindungan serta mengimplementasikan hak-hak
si gadis. Karena ini merupakan salah satu tujuan syariat dengan pengecualian
yang telah ditetapkan oleh dalil syariat.
5)
Mendidik Masyarakat
Operasi selaput dara juga bermanfaat untuk mendidik
masyarakat, sebab jika sebuah kemaksiatan ditutupi maka bahayanya akan terbatas
di wilayah yang sempit. Akan tetapi jika hal itu diketahui masyarakat maka
pengaruh buruknya akan bertambah luas di dalam masyarakat. Bisa saja si gadis
akan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma bermasyarakat jika
ia telah diketahui oleh masyarakat sudah tidak perawan lagi. Maka untuk itu
operasi selaput dara harus dilakukan karena dikhawatirkan akan menimbulkan
kerusakan yang lebih besar dalam masyarakat.
KESIMPULAN
1. Operasi selaput dara dibolehkan untuk
dilakukan jika faktor penyebab pecahnya itu bukan karena kemaksiatan, seperti
kecelakaan, tabrakan, mengeluarkan darah haid terlalu banyak, olehraga berat
dan lain-lain. Sementara jika penyebabnya karena perzinahan yang belum
diketahui oleh masyarakat maka dokter juga harus melakukan operasi karena untuk
melindungi si gadis dari kemudharatan yang lebih besar. Jika penyebab pecahnya
selaput dara akibat perbuatan zina yang sudah diketahui oleh masyarakat, maka
haram hukumnya untuk dilakukan operasi selaput dara. Jika pecahnya selaput dara
akibat pernikahan maka hukumnya haram untuk melakukan operasi selaput dara.
2. Dampak operasi selaput dara
dapat dibagi dalam dua kategori, yakni yang berdampak positif dan kedua
berdampak negatif. Yang berdampak
positif adalah menutupi aib, melindungi keluarga, pencegahan dari prasangka
buruk, mewujudkan keadilan antara pria dan wanita dan mendidik masyarakat,
sedangkan dampak negatifnya adalah penipuan, mendorong perbuatan keji, serta
membuka aurat. Dalam kaitan ini menurut hukum Islam, operasi selaput dara yang
berdampak positif boleh dilakukan, sedangkan yang berdampak negatif haram
dilakukan.
1 Tim Redaksi Tanwirul Afkar, Fiqhi
Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan (Cet. I; Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 164.
2 M.Nu’aim Yasin, Abhas Fiqhiyah fi
Qisaya Tabiyah Mu’asirah, diterjemahkan oleh Munirul Abidin, Fikih
Kedokteran (Cet. II; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2003), h. 238.
3Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), h. 799.
4 Syaifuddin, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat (Edisi Revisi; Jakarta: Buku Kedokteran, 1999), h. 128.
5 Ibid.
6 H.Ali Akbar dan Yusuf Abdullah Puar, Bimbingan Sex Untuk Remaja (Cet. VI; Jakarta: Pustaka Antara, 1986), h. 58.
7 Ibid.
8M.Thalib, Analisa
Wanita Dalam Bimbingan Islam (Cet. I; Surabaya: Al-Ikhlas, 1996), h. 15.
9 Muhammad Nu’aim Yasin, op.cit., h. 247.
10Ramona Sari, “Perilaku Remaja dan Kesehatan
Reproduksi” dalam Agus Dwinyanto dan Muhadjir Darwin (ed), Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender (Cet. I; Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 303.
11 Muhammad Nu’aim Yasin, op. cit, h. 263.
12 Salah satu tujuan syariat adalah
memelihara keturunan atau keluarga. Lihat Dede Rosyada, Hukum Islam dan
Pranata Sosial: Dirasah Islamiyah III (Cet. V; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 29.
13 Departemen Agama R.I, op. cit. h. 847.
14 Muhammad Nu’aim Yasin, op. cit, h. 244.
15 Departemen Agama R.I., op.cit, h. 429.
16Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as al-Sijistani, Sunan
Abu Dawud, Jilid 2 (Semarang: Maktabah Dahlan, [t.th.]), h. 62.
17 Departemen Agama RI., op.cit., h. 157.
18 T.M.Hasbie Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam (Cet. I; Semarang: PT Pustaka Rizki, 2001), h.
58.
19 Departemen Agama RI., op. cit. h.523.
20 Imam Musbikin, Qawa’id
al-Fiqhiyah (Cet. I;
Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001), h. 38.
21 Muhammad Nu’aim
Yasin, loc. cit.
22 Departemen Agama RI, op. cit, h.
543.
23 Muhammad Nu’aim Yasin, op. cit,
h. 245.
24 Ibid.
25 Imam Musbikin, Qawa’id al-Fiqhiyah
(Cet. I; Jakarta; PT Grafindo Persada, 2001), h. 38.
26 Labib MZ, Wanita Bertanya Islam
Menjawab: Tentang Berbagai Permasalahan di Masa Kini (Surabaya : Terbit Terang, 2001), h.
181.
27 Departemen Agama R.I., op.cit., h. 213.
28 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz II (Bayrut: Dar al-Fikr, [t.th.]), h. 404.
29Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as al-Sijistani, Sunan Abi Daud, Jilid I, Juz II (Cet. I; Bayrut: Dar al-Fikr, 1990), h. 484.
30 Departemen Agama R.I, op. cit.
h. 847.
Catatan Tambahan:
Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law, yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli di toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman dengan harga standar 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/ bookprice_offer/show?token= 58128ac02eb5828663bd59fe736ca2 a9941d106a&auth_token= d3d3LmxhcC1wdWJsaXNoaW5nLmNvbT oyZWQxNTcyMDM5M2YwMDMzYzhkYjE2 MjFiYmJjYjQ3Zg==&locale=gb
Catatan Tambahan:
Bagi yang berminat mendalami, mengkaji, meneliti atau mengadvokasi korban KDRT khususnya problematika Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam dapat membaca buku saya yang berjudul PROTECTION OF THE RIGHTS OF DOMESTIC VIOLENCE VICTIMS: Perspective Indonesian Criminal Law and Islamic Law, yang diterbitkan oleh LAP- Lambert Academic Publishing Jerman. Buku tersebut dapat dibeli di toko buku online mitra Penerbit Lambert Academic Publishing Jerman dengan harga standar 74,90 Euro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada laman berikut ini: http://www.morebooks.de/store/